"Bagus dong kalau begitu?"

Rine tersenyum, matanya berbinar bahagia. Ashraf pun kembali fokus menikmati sarapannya.

Ternyata tidak sia-sia usaha Ashraf untuk membayar media.

***

"Sus ...."

"Ya, Bu?"

"Kalo seandainya, kondisi saya menurun lagi ... atau sesuatu terjadi dengan saya, tolong jangan hubungi anak saya ya, Sus?"

"Loh, kenapa Bu?"

Wanita itu hanya menggeleng lemah. "Saya cuma nggak mau membuat dia khawatir ...."

"Tapi ...."

"Suster hubungi saja Anthony, dia kerabat dekat saya."

Akhirnya suster itu pun mengangguk. "Baik, Bu."

***

Di salah satu Lounge Bar hotel, Rine duduk menatap minumannya yang baru datang. Perhatiannya beralih ketika Jessica duduk di sampingnya. Ia memesan minuman yang sama seperti Rine kepada Bartender.

"Hai, Rine. Udah dari tadi?"

Baru mendengar suaranya saja Rine sudah kesal. Ia menahan untuk tidak memutar matanya dan berusaha bersikap tetap tenang.

"Aku nggak punya banyak waktu, dan aku rasa kamu juga begitu. Jadi aku akan straight to the point aja."

Jessica mengangguk-angguk seraya tersenyum tipis, ia menatap Rine seolah siap menyimaknya.

"Kamu 'kan yang kirim foto aku dan Calvin ke media?" Sudut bibir Rine sedikit menyungging. Ia saling menatap dengan Jessica.

Jessica hanya terdiam masih dengan senyum di bibirnya, ia tidak goyah sama sekali, sikapnya sangat tenang.

"What do you want?" Rine bertanya.

Minuman Jessica pun datang, ia mengalihkan pandangannya dan menyesap martini-nya. Kemudian kembali menatap Rine tajam.

"Ashraf."

Rine sedikit tergelak. "What?" Ia benar-benar tak habis pikir, betapa beraninya Jessica. "You're not serious, aren't you?"

Jessica mengedikkan bahunya. "However, pada akhirnya dia pasti akan meninggalkan kamu."

Bibir Rine merapat, dadanya begejolak panas, ia meremas keliman short dress-nya. "Itu nggak akan terjadi." Rine begitu percaya diri.

Jessica menopang dagunya seraya tersenyum mengejek. "Trust me, kamu tidak akan bisa menghadapinya, Rine," katanya, lalu menyesap martini-nya lagi. "Kamu belum kenal Ashraf sepenuhnya." Matanya menatap Rine. "He's like a Pandora's box."

Rine menghela napas, ia tidak ingin lagi mendengar ocehan Jessica. Untuk pertama dan terakhir kalinya Rine meminum martini-nya. Ia lalu mengambil tas-nya.

"Tujuan aku bertemu kamu, adalah untuk memperingatkan kamu, Jessica. Segala sesuatu itu pasti ada balasannya. Termasuk tindakan kamu, jadi aku harap, berhenti sampai di sini, atau kamu akan terima konsekuensinya nanti." Rine turun dari kursi bar, tanpa menunggu respon Jessica ia pun melangkah pergi meninggalkannya. Sementara itu, Jessica hanya duduk mematung dengan mata yang tak berkedip. Ia menelan salivanya lalu mengerjap saat melihat Rine yang pergi lebih dulu. Pandangannya pun menatap Rine yang sudah melewati pintu keluar.

***

Di dalam mobil yang melaju, Rine berusaha menenangkan emosinya. Ia menghirup dan membuang napasnya secara perlahan untuk meredakan kekesalan di hatinya. Perkataan Jessica soal Ashraf terus terngiang-ngiang di telinga Rine. Jessica begitu percaya diri, bahwa hanya dirinya yang pantas untuk Ashraf, dan hal itu yang membuat Rine sangat geram. Apalagi, mengingat posisi Rine saat ini tidak begitu menguntungkan. Rine belum sepenuhnya tau bagaimana perasaan Ashraf. Apakah dia sudah mulai mencintai Rine? Atau justru dia masih memiliki perasaan untuk Jessica?

Hot and ColdDove le storie prendono vita. Scoprilo ora