PART 30

24K 3K 308
                                    

Bunyi dari barang yang berjatuhan menambah kemeriahan dapur kediaman Grand Duke itu.

Kepala koki yang memperhatikan sendari tadi, tak bisa berhenti menggigit celemek nya di karena kan pemandangan yang merusak kesehatan batinnya.

"Yang mulia, sudah lebih dari sepuluh piring yang pecah--" tak jadi melanjutkan kata, kepala koki wanita tersebut memilih bungkam.

Gavril mengeluarkan erangan kecil sembari menutup matanya dengan satu tangan. Dia mengatupkan giginya dan urat-urat nadinya menonjol.

Leon bilang, jika ingin membuat seseorang terkesan, dia bisa memberikan kue hasil buatan tangannya. Tetapi, jika melirik kearah ajudannya itu pun, tak ada bedanya.

Cookies buatan mereka sama hancurnya.

Jadi, dari mana masukan itu berasal?

"Leon,"

"Ya, yang mulia?"

Gavril meremas adonan di tangannya. Itu seketika hancur tak terbentuk.

"Kau bilang jika ingin membuat Aeris terkesan, aku bisa memberikannya kue buatan ku," menegakkan tubuh, pria bersurai hitam legam itu mengahadap sepenuhnya pada Leon yang membeku.

"Kau dapat kata-kata bodoh itu dari siapa?" Tanyanya tanpa menyembunyikan kemarahan dalam nada suaranya.

Suasana di dapur seketika senyap. Suhu udara yang sebelumnya panas, berangsur-angsur mendingin.

Leon menelan ludah berpikir keras.

"D-dari ibu saya, yang mulia."

"Ibumu?" Alis tebal Gavril terangkat. Mengingat sosok yang selalu bersikap ramah kepadanya itu mampu meredam emosi yang memuncak.

Ya, setahunya ibu Leon tidak akan berucap omong kosong.

Mengindikkan bahu acuh tak acuh pria itu kembali fokus pada adonan kuenya.

"Bukankah yang mulia dan tuan ajudan terlihat menggemaskan?" Bisik salah satu pelayan pada temannya. Itu lucu. Menyaksikan kedua pria yang biasanya menggenggam dokumen beralih mengadon kue dan semacamnya.

Suara 'brak!' tiba-tiba mengagetkan seisi ruangan. Manik merah itu menghunus dingin pada pelayan yang barusan berbisik.

Jangan lupakan jika Gavril memiliki pendengaran yang tajam.

"Apa yang barusan kau katakan?" Suara bariton berat itu menggema di dalam ruangan. Cukup membuat bulu kuduk semua orang berdiri.

Menyadari kesalahannya, pelayan perempuan itu seketika membungkuk. Dengan ketakutan di kedua matanya, dia berteriak hampir menangis.

"Mohon ampuni saya yang mulia!"

Tak ada yang berucap. Bukannya tak ingin membantu namun nyawa mereka bisa saja ikut terseret. Semua orang hanya bisa berdoa kepada dewa untuk pertolongan.

Semoga tidak ada darah yang tumpah hari ini.

"Ulangi." Sedikitpun Gavril tak merubah air mukanya. Tak berekspresi sehingga sulit menebak apa yang sedang dia pikirkan.

Sang pelayan begitu pias. Dia membayangkan hidupnya yang akan berakhir hari ini.

Bersuara serak, dia berucap gentar,

"A-nda dan tuan ajudan terlihat m-menggemaskan."

"Aku menggemaskan?" Nada dari suara Gavril terdengar lebih tenang.

Memberanikan diri untuk mendongak, sang pelayan seketika menjatuhkan rahang begitu melihat Grand Duke. Bukan hanya sang pelayan, melainkan seluruh orang yang berada di ruangan ini terbengong keheranan.

I became the wife of the male lead {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang