#3

59.9K 7.4K 185
                                    

Sinar matahari yang menyorot, menembus jendela bening, tampak memperjelas keindahan protagonis pria di depannya.

Aeris mengerjap dan buru-buru menunduk dalam, tak tahan akan suasana mencengkram yang sedang mendominasi keadaan.

Valeria, masih saja bersimpuh. Melirik ke arah pelayan itu, dapat Aeris lihat bagaimana punggung Valeria bergetar hebat. Pasti, saat ini si cengeng itu sedang menangis dalam diam.

Gavril menoleh pada Leon, kemudian mengangguk sebelum kembali memusatkan atensinya pada sosok gadis yang menjadi istrinya sekarang.

"Potong lidah mereka." Interupsi suara bernada datar itu.

Mendengar itu, refleks Aeris mendogak dengan mata yang membulat lebar. Bibirnya terbuka tak sanggup ia katup kan. Si jamet ini!

"Yang mul-"

"Ketiga pelayan itu." Sela Gavril membuat Aeris terkesiap. Ini maksudnya gimana?! Yang ngehina siapa, yang dihukum siapa!

"Baik, yang mulia." Leon menunduk patuh, lalu berjalan hendak menggeret Valeria.

Namun, langkahnya terhenti kala melihat sang Duchess memblokir jalan, seraya merentangkan kedua tangan.

"Ini tidak adil!" Sergah gadis itu murka. Tentu saja Aeris tak mau dihukum. Tetapi, para pelayan tak bersalah. Mereka hanya menanggapi, itu pun dengan anggukan.

"Nyonya, saya mohon untuk ming-"

"Aku mengatakan kebenaran!" Potong gadis bermanik amber itu tak mau kalah. Kepalanya ia toleh kan kearah Gavril yang mengangkat sebelah alis.

Gadis itu secara terang-terangan menujuk tepat di depan wajah Gavril. Menekan segala ketakutan nya, menguatkan mental jika hukuman yang lebih berat akan di jatuhkan untuknya.

Persetan! Protagonis pria macam ini?! Bagaimana mungkin, seenak hati membelah organ tubuh! Pelayan adalah manusia! Bukan hewan!

"Yang aku kata kan adalah kebenaran. Anda memang kejam! Tak memiliki hati!" Aeris terengah-engah merasakan emosi yang memenuhi dadanya.

Suaranya menggema memenuhi koridor yang sepi. Pun, membuat Leon dan Valeria membeku ditempatnya. Ajudan kepercayaan Grand Duke itu membelalakkan mata tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

Apakah nyonya ini sudah bosan hidup?

Bahkan, udara di sekitar lorong membeku karena tegang. Suasana ini, lebih menakutkan dari pada film horor yang pernah Aeris tonton di dunia nya dulu.

"Benarkah?" Dingin nya nada yang pahlawan pria itu keluar kan, membuat Aeris mundur selangkah.

Merinding langsung merayap pada punggungnya. Tatapan mata dengan kilau berbahaya di dalam manik hitam pekat itu, ditujukan langsung untuk nya.

Aeris menelan saliva nya kepayang. Bahkan, untuk meraup oksigen saja, gadis itu merasa takut.

Gavril mengambil selangkah mendekat. Saat menyadari gadis itu hendak mundur lagi, secepat kila ia menyambar lengan kurus yang tampak seperti ranting pohon itu.

"Kau mengatakan jika aku kejam? Tak memiliki hati, hanya karena aku tak melihat mu saat sakit?"

Rasanya es membekukan tubuh Aeris dari ujung kepala hingga kaki. Di dalam hati, gadis itu berdoa agar hari ini tak menjadi hari terakhirnya berpijak di bumi. Gadis itu memaksakan dirinya agar mendogak keatas.

Begitu menangkap surai hitam dengan manik yang seiras yang menyorot tajam, Aeris kembali menunduk.

Tak lama, terdengar helaan nafas pendek di depan nya.

I became the wife of the male lead {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang