#21

32.5K 3.9K 325
                                    

Tumit dari sepasang sepatu itu mengetuk lantai tak sabaran. Tak sampai disitu, dia mulai melangkah bolak-balik sesekali menoleh ke arah tirai yang mejadi pembatas.

"Tuan,"

"Diam." Tolong jangan ajak Gavril berbicara. Karena saat ini, pikirannya tengah kosong. Mengingat ucapan Aeris sebelumnya, itu benar-benar memberikan efek riak yang begitu besar pada hatinya.

Rasanya ada yang salah dengan isi kepalanya.

"Tuan--"

"Apa?!" Gavril menyentak tertahan. Tatapan tajam nan dingin itu menyorot pada Leon yang beringsut mundur. Bukankah sejak tadi tuannya ini tersenyum seperti orang bodoh? Lantas mengapa tiba-tiba menjelma menjadi maung, begini?

Menunjuk hati-hati ke arah belakang pundak Gavril, Leon mencicit bak anak kecil.

"Nyonya sudah selesai."

Gavril langsung membalikkan tubuhnya. Pria yang mengenakan setelan sederhana itu tak mampu menyembunyikan ekspresi wajahnya.

Sosok gadis yang mengenakan gaun berwarna cream samar berlengan panjang dengan surai indah yang tergerai ini, sukses membekukan Gavril.

Memandang dari atas hingga bawah, Aeris terlihat menawan. Wujudnya sempurna. Gavril bahkan tak bisa berkata-kata. Entah mengapa, ada kebanggaan tersendiri baginya karena gadis ini, adalah istrinya.

"Gavril? Hei!" Aeris melambai di depan wajah yang kosong itu. Dia kemudian menunduk menilik penampilannya.

Tak ada yang salah. Lantas mengapa pria ini diam saja?

Gavril yang tersadar, buru-buru menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Pemuda itu berbalik, memunggungi Aeris yang mengernyit heran.

"Dia sangat cantik." Suaranya terdengar berbisik seolah hanya dia saja yang dapat mendengar. Pun, kedua ujung telinganya menampilkan rona kemerahan.

Aeris menggambil langkah kedepan, lalu berhenti di depan Gavril yang masih saja menutupi wajahnya.

Kepalang kesal akan tingkah pria ini, Aeris menarik paksa kedua lengan kekar Gavril agar mau menunjukkan wajahnya.

"Anda kenapa?" Tanyanya dengan tangan yang masih menahan kedua lengan Gavril.

Membuang pandangan, Gavril tak bisa membalas sepasang manik amber gadis itu.

"Tidak."

Aeris mendengus hampir saja ingin melemparkan manekin di sebelahnya pada kepala Gavril.

Si kampret ini! Ada apa dengannya?!

Ayolah, biarkan malam ini aeris bersenang-senang ikut memeriahkan acara yang digelar oleh rakyat biasa.

Dan itu pula alasan mengapa dia, Gavril, Reverie dan Leon menggenakan pakaian sederhana.

Susah payah melarikan diri dari istana, Aeris tak ingin menyia-nyiakan waktunya begitu saja disini.

Menghela nafas panjang, kedua tangannya terangkat lalu menyentuh masing-masing rahang tegas Gavril.

Gadis itu berjinjit, sembari mengarahkan wajah pria itu agar sejajar dengan wajahnya.

Begitu dua pasang iris tersebut bertemu langsung di udara, Aeris berucap,

"Anda baik-baik saja, kan?"

Berkedip bodoh karena tak menyangka akan perlakuan Aeris, bibir Gavril terbuka secara otomatis.

"Ya, baik." Sorot manik Ruby nya turun, menuju bibir ranum yang sedikit terbuka itu.

Menelan ludah, ingatan saat pesta dansa kembali hadir, memporak-porandakan pikirannya.

I became the wife of the male lead {End}Where stories live. Discover now