01-Prolog

1.5K 137 22
                                    

Deru nafasnya tak beraturan dan semakin lemah setiap detiknya. Denyut jantungnya tak lagi berirama. Apa ini sudah waktunya? Bahkan sebelum ia merasakan apa itu yang namanya kehidupan? Pikirnya dengan tatapan mata kosong.

Entah sudah berapa lama ia bersandar pada sebuah pohon besar yang kini menyembunyikan sosoknya. Indra nya mulai tak menjalankan fungsinya lagi. Suara sekitarnya mulai berdenging, pandangannya kabur, dan ia kalut dalam pikirannya sendiri.

Sesekali ia berusaha menyadarkan dirinya, membuatnya tetap terjaga dan waspada, setidaknya hanya dirinya sendiri yang bisa ia percaya disaat semua orang menghianati nya, kan?

Tak terasa pertahanan nya runtuh, air matanya mengalir dari sudut mata elang itu dan melewati pipinya.

"Heh." Kekeh Alpha dengan telapak tangan yang terus berusaha menahan darah yang kini mengalir deras keluar dari tubuh nya.

"Sial!". Pekiknya.

Ia segera mengusap air matanya dan menarik nafas panjang berusaha menguatkan dirinya, dengan sebuah pikiran, "Ini masih bukan apa-apa."

Sepasang mata nampak menelusuri gelapnya malam, menatap tajam ke segala arah mencari sesosok pria yang tengah dikejarnya.

Tangan nya terangkat setinggi pelipis dengan ke tiga jari tertekuk menyisakan jari telunjuk dan jari tengah yang menempel lalu menggerakkan nya maju sambil menatap kedepan memberi isyarat kepada rekan-rekannya untuk segera bergerak.

Sangat pelan namun masih terdengar, suara langkah kaki mengendap yang terus berjalan cepat ke arahnya. Ia segera membuka matanya yang sejenak terpejam lalu beranjak dari posisi nya dan berjalan cepat dengan tertatih.

Matanya terfokus pada sebuah bangunan kosong tak berpenghuni yang terletak tak jauh dari posisinya. Dengan sisa tenaganya ia berjalan menuju tempat itu.

Tubuhnya ambruk dan terkulai lemas seolah sisa tenaganya sudah habis hanya untuk sekedar menguatkan hatinya yang goyah.

"Apa hanya sampai sini?" Gumamnya sambil tersenyum miris.

Matanya sayu dengan pikiran yang sudah tidak karuan. Tangan nya terasa berat hanya untuk sekedar menggenggam sebuah pistol. Sebuah revolver berkaliber 44 yang dipegang nya kuat sejak tadi kini terasa sangat berat hanya untuk digenggam. 7 peluru terakhir kini hanya tersisa 1 yang sengaja ia simpan untuk kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.

Ia menatap tajam ke arah senjata apinya itu. Hanya 2 pilihan yang ada. Mati ditangan musuh atau ditangan sendiri. Alpha terkekeh sekali lagi. Setelah bersusah payah bertahan hidup dari musuh? Haruskah ia mati ditangan musuhnya? Tentu tidak. Bunuh diri lebih baik. Itu lah pikirnya.

Sesaat ia terdiam, tubuhnya terbaring lemas, ia berkelut dengan pikirannya sendiri, hingga menyadari suatu hal. Kekuatan yang tadinya hilang seolah terisi penuh kembali. Matanya membulat sempurna, sebuah seringai terukir jelas dengan lebar diwajahnya, ia menghela nafas kasar sembari berkata, "Setidaknya tidak untuk kali ini."

Alpha kembali beranjak dari posisinya dengan sebuah rencana yang kini memenuhi kepalanya. Mungkin inilah jawaban yang selama ini ia cari.

Salah satu tangannya mengepal kuat, menggenggam sebuah harapan akan "Kebebasan", sebuah keinginan untuk merasakan arti sebenarnya dari sebuah kata "Hidup".

"Move move move!" Teriak seorang pria begitu menatap sebuah siluet dari dibalik tembok yang tidak asing dimatanya.

Tangannya terangkat setinggi pelipis dengan kepalan kuat memberi isyarat untuk menahan serangan pada rekan-rekannya.

Langkahnya berjalan pelan menyusuri semak belukar itu dengan pasti mendekati sosok yang terbidik oleh manik matanya.

Matanya menulusuri tirai gelap itu memindai seluruh tempat tanpa melewatkan satu sudut pun.

"It's not the time."
("Ini bukan waktunya.")

Dor!

I'm the VILLAINWo Geschichten leben. Entdecke jetzt