Chap 33: Najwa

231 19 6
                                    

"Kamu yakin, mau temui sekarang?" tanya Kak Fauzan ketika aku memintanya untuk mengantarku ke rumah Oma sehabis Ashar, untuk menyusul Mas Riski.

Aku mengangguk dengan yakin. "Iya, Kak. Aku ingin bicara sekarang dengan Mas Riski," ujarku. Tadinya aku ingin memberinya waktu untuk  sendiri dulu sementara dan berniat menemuinya besok atau lusa, supaya dia bisa merenungkan kembali keputusannya itu. Tapi entah kenapa, sejak tadi hatiku terus merasa gelisah dan tidak tenang. Jadi kuputuskan untuk lekas menemuinya sore ini juga.

"Aku tau kenapa Mas Riski tiba-tiba mengambil keputusan itu. Aku tau apa yang dia pikirkan. Aku akan berusaha untuk bikin Mas Riski berubah pikiran dan kembali merujukku. Aku ... gak ingin kami sampai berpisah, Kak ...," ucapku dengan nada memelas.

Kak Fauzan menatapku sesaat, sebelum memberi anggukan. "Baiklah. Ayo!" Ia lekas bersiap, mengambil kunci mobil dan dompetnya di kamar, lalu berpamitan pada istrinya, juga pada Mama. Aku pun ikut berpamitan dan segera mengikuti Kak Fauzan menuju mobil yang terparkir di garasi. Kami menuju ke rumah Oma.

🍃🍃🍃

Sampai di rumah Oma, kami tidak menemukan siapa pun di sana. Rumah kelihatan sepi. Pintu depannya terkunci dan aku lupa membawa kunci cadangan saat berangkat ke Bandung bersama Mas Riski kemarin. Beberapa kali aku coba mengetuk dan memencet bel, tapi tetap tidak ada yang menanggapi.

Aku pun mencoba untuk menelepon Mas Riski, tapi nomornya sedang tidak aktif. Kucoba telepon Bik Lastri dan Pak Hilman juga sama, nomor mereka tidak ada yang aktif. Sampai kemudian, ketika aku coba menghubungi nomor Papa Wahyu, barulah panggilanku terjawab.

"Assalamu'alaikum," ucap Papa Wahyu di telepon.

"Wa'alaikumsalam. Pa, maaf kalau aku mengganggu pekerjaan Papa. Papa di mana sekarang? Apa Papa lagi sibuk?"

"Nggak, ini lagi di jalan. Ada apa, Najwa?"

"Pa ... Mas Riski ... Eng ... Apa Mas Riski ... ada ngasih tau sesuatu sama Papa?" tanyaku ragu-ragu.

Ada hening sejenak sebelum suara Papa Wahyu kembali terdengar. "Iya, Papa sudah tau. Kamu di mana sekarang?"

"Aku di rumah, Pa. Aku mau nemuin Mas Riski, tapi ... gak ada satu orang pun di sini. Bahkan, Oma juga gak ada. Apa Papa tau mereka ke mana?"

"Tunggu saja di situ, ya. Ini Papa sama Oma sedang di jalan pulang. Sekitar 20 menit lagi insya Allah sampai di rumah."

Aku merasa heran karena ternyata Oma sedang bersama dengan Papa Wahyu dan dalam perjalanan pulang. Kukira Papa sedang di rumah sakit, karena terkadang beliau tetap bekerja meski di hari minggu. Namun, kutahan dulu rasa penasaranku dan menuruti perkataan Papa Wahyu. "Iya, Pa," ucapku.

Usai bertukar salam dan mengakhiri panggilan dengan Papa Wahyu, aku memberitahu Kak Fauzan, apa yang baru saja disampaikan Papa Wahyu. Kami pun duduk di teras untuk menunggu sampai Papa Wahyu dan Oma tiba.

Begitu Fortuner hitam yang biasa dikenderai Papa Wahyu terlihat memasuki halaman, aku dan Kak Fauzan langsung berdiri sambil terus memusatkan atensi pada mobil tersebut hingga berhenti dan diparkirkan di garasi. Tak lama kemudian, Papa Wahyu dan Oma turun dari mobil bersamaan dan lekas menghampirku bersama Kak Fauzan di teras.

"Oma, Papa," sapaku begitu keduanya telah berdiri di hadapanku dan Kak Fauzan. "Mas Riski ... ada di mana? Aku mau bicara sama Mas Riski," ujarku dengan penuh harap.

"Riski baru saja berangkat. Pesawatnya take off sekitar satu jam yang lalu," kata Papa Wahyu.

Keningku sontak berkerut mendengarnya. "Mak ... Maksudnya? Take off apa, Pa?" tanyaku dengan hati berdebar cemas.

NAJWA (Ketika Hati Memilih) ✓Where stories live. Discover now