Chap 18: Najwa

221 18 3
                                    

"Guys! Nanti sore pada mau ikutan ke RS nggak?" Monik—salah satu rekan sedivisiku tiba-tiba berceletuk dari kubikelnya saat jam istirahat siang dimulai. Teman-teman yang lain langsung merespons dan memberikan atensi padanya.

"Ngapain ke RS?"

"Tempat Mba Lita. Jengukin ponakan baru," jawab Monik sembari tersenyum antusias.

"Mba Lita udah lahiran?"

"Yap! Baru aja sabtu kemarin. Gue juga taunya tadi malem, pas nelponin Mba Lita mau nanya soal kerjaan. Eh, gak taunya doi lagi di RS. Baru lahiran. Gimana? Pada bisa nggak sore ini? Kalau bisa, pulang kantor kita langsung ke RS bareng."

"Gue kayaknya gak bisa deh. Udah janji mau temenin suami nyari kemeja, terus mau ke tempat mertua juga."

"Gue juga gak bisa. Mau jemput anak-anak di tempat neneknya."

"Its okay. Yang gak bisa gak apa-apa. Bisa pergi lain waktu aja. Yang bisa nanti sore siapa aja nih?"

Monik menatap satu persatu anak-anak Divisi Marketing yang sebagian masih berada di kubikelnya masing-masing dan sebagian ada yang sudah bersiap hendak meninggalkan ruangan divisi untuk makan siang atau melaksanakan salat Zuhur.

"Gue bisa."

"Gue juga."

"Gue juga ikutan."

Para staf yang memang bisa ikut—rata-rata yang wanita, langsung memberi respons.

"Gue juga ikut." Tania pun ikut merespons Monik.

"Oke. Yang bisa ikut, ditunggu konfirmasinya sampai jam 3 ya. Nanti kita kumpul duit buat beli kado. Whatsapp aja ke gue bagi yang bisa ikutan," ujar Monik setelah mendapat respons dari beberapa staf yang bisa ikut bersamanya ke rumah sakit sepulang kantor nanti.

"Ikut, Wa?" tanya Tania padaku.

Aku pun lekas menoleh ke arahnya. "Eng ... Insya Allah, kalau bisa aku ikut. Nanti habis makan siang aku kabari lagi gimana pastinya. Aku izin ke suami dulu."

"Oke." Tania mengulas senyum tipis menanggapi jawabanku.

Di kejauhan sempat kulihat Pak Irgi sedang berdiri di depan ruangannya sembari menatap ke arah kami. Dari gelagatnya seolah hendak ikut nimbrung juga. Namun, setelah Mba Rania mengatakan sesuatu padanya—entah apa, Pak Irgi pun urung melangkah dan memilih kembali memasuki ruangannya lagi setelah sempat menatap kembali ke arah kami sejenak.

🍃🍃🍃

Usai salat Zuhur, saat hendak makan siang bersama beberapa teman sedivisiku di sebuah rumah makan Padang yang terletak tepat di depan kantor NUFI—tempat yang sering menjadi langganan kami kalau sedang malas mencari tempat makan lain yang jauh dari kantor, aku pun lekas mengirim pesan pada Mas Riski, meminta izin ke rumah sakit bersama teman-teman divisiku sepulang kantor nanti.

Mas Riski kini sudah masuk kantor lagi setelah kembali dari Semarang malam minggu kemarin. Hari minggunya kami juga sempat berkunjung bersama ke tempat Oma dan menginap di sana tadi malam. Selama di tempat Oma, dia lebih banyak memanfaatkan waktu untuk tidur—kecuali saat jadwal salat dan makan, karena ingin mengistirahatkan dirinya yang memang kelihatan begitu lelah sepulang perjalanan dinas. Sementara aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama Oma atau membantu Bik Lastri di dapur.

To: Mas Riski (Imamku) ❤️
Mas, nanti sore sepulang dari kantor, anak-anak divisi ngajak ke rumah sakit, jengukin salah satu staf yang baru lahiran. Aku ikutan boleh?

Tidak lama setelah pesanku terkirim, Mas Riski langsung membalasnya.

From: Mas Riski (Imamku) ❤️
Oke, Sayang. Gak apa-apa. Ikut aja.
Nanti kabari aku kalau perlu dijemput ya.

NAJWA (Ketika Hati Memilih) ✓Where stories live. Discover now