Chap 25: Najwa

215 19 2
                                    

Setelah kurang lebih sepuluh menit aku menunggu sendirian di depan ruang operasi, Papa Wahyu akhirnya datang bersama dengan Mas Andra yang kini telah kembali dari musala. Sepertinya mereka bertemu di depan dan mungkin Mas Andra lah yang memberitahu Papa Wahyu di mana keberadaan Mas Riski sekarang. Karena kulihat mereka sempat berbincang singkat saat berjalan ke arahku.

"Najwa!" seru Papa Wahyu yang kini telah menghentikan langkah di hadapanku.

"Pa ... Mas Riski ...." Bibirku terlalu kelu untuk memberi penjelasan. Riak-riak bening di kedua pelupuk mataku pun semakin berdesakan ingin menetes ketika aku hendak memberitahu kondisi Mas Riski pada Papa Wahyu—papa mertuaku.

Papa Wahyu menangkup pelan bahu kiriku, seolah berusaha menenangkan dan menguatkanku. "Kita doakan yang terbaik saja, ya. Semoga operasinya Riski berjalan lancar dan dia bisa segera sembuh seperti semula lagi," kata beliau dengan tetap tenang dan penuh wibawa.

"Aamiin ...," ucapku lirih dan penuh harap.

"Oma belum dikabari, kan?" tanya Papa Wahyu kemudian.

"Belum, Pa."

"Gak usah beritahu dulu ke Oma. Nanti biar Papa saja yang ngasih tau setelah Riski selesai dioperasi—dan mudah-mudahan keadaannya jadi membaik. Supaya Oma gak terlalu kaget dan panik."

Aku mengangguk patuh. "Iya, Pa."

Selanjutnya kami saling hening dan terus menunggui operasi Mas Riski di depan ruangan tersebut—termasuk Mas Andra.

Mas Ares dan Mas Devan—dua sahabat baiknya Mas Riski selain Mas Andra, akhirnya ikut tiba juga di rumah sakit beberapa saat setelah itu. Mereka lekas menghampiri Mas Andra setelah sempat menyapaku beserta Papa Wahyu sejenak dengan memberi anggukan sopan.

Samar-samar dapat kudengar percakapan Mas Ares dan Mas Devan yang menanyakan kronologis kejadian yang menimpa Mas Riski, juga kondisinya saat ini pada Mas Andra. Namun, aku tidak begitu mengacuhkan karena fokusku saat ini hanya tertuju pada Mas Riski. Hati dan pikiranku kini hanya terisi olehnya. Bibirku pun tak henti-hentinya melafazkan segala zikir dan doa-doa untuk kesembuhan serta keselamatannya.

Beberapa saat yang lalu, aku juga sempat mengabari Kak Fauzan tentang kecelakaan yang dialami Mas Riski, serta keberadaanku yang saat ini sedang di rumah sakit, menunggui operasinya. Sehingga, sekitar satu jam kemudian, Kak Fauzan pun akhirnya ikut datang ke rumah sakit dan lekas menuju ke depan ruangan operasi—tempat di mana aku sedang berada, sesuai yang kuberitahukan dalam pesan yang kukirimkan untuknya tadi.

Melihat kedatangan kakakku, seketika aku merasa seperti memiliki sosok yang bisa kujadikan sandaran dan tempat untuk meluapkan segala kesedihanku tanpa merasa sungkan dan tanpa ada batasan apa pun. "Kak Fauzan ...," ucapku lirih sambil menatapnya dengan raut sendu.

Kak Fauzan lekas membawaku ke dalam dekapannya. Dan seketika bulir-bulir bening yang tadinya terus kutahan, akhirnya meluncur dengan sendirinya ketika aku telah berada dalam dekapan kakakku tersebut.

"Tenanglah. Serahkan semuanya pada Allah. Kita do'akan aja yang terbaik, ya. Insya Allah Riski akan baik-baik aja dengan pertolongan dan perlindungan dari Allah," kata Kak Fauzan seraya mengusap-usap punggungku untuk menguatkan dan menenangkanku.

Aku tidak lagi berkata apa-apa. Tangisku terus kutumpahkan dalam pelukan kakakku tersebut sampai aku merasa lebih tenang. Selanjutnya aku pun kembali melirihkan berbagai lafaz zikir dan doa untuk kesembuhan serta keselamatan Mas Riski. Di dekatku, Kak Fauzan, Papa Wahyu, Mas Andra, Mas Ares dan Mas Devan, ikut menunggu dengan tenang. Mungkin mereka juga turut membatinkan berbagai doa dan harapan untuk kesembuhan serta keselamatan Mas Riski.

Kak Fauzan hanya datang sendirian. Mama dan kakak iparku tidak ikut serta. Katanya, Kak Fauzan menyuruh mereka untuk menunggu di rumah saja dan akan dikabari lewat pesan apa pun yang terjadi nantinya, lantaran ini sudah malam dan mungkin akan pulang sedikit larut—atau bahkan menginap di rumah sakit untuk malam ini. Jadi tidak mungkin dia membiarkan istrinya yang sedang hamil untuk ikut ke rumah sakit juga. Dan Kak Fauzan pun meminta Mama untuk tinggal supaya ada yang menemani kakak iparku di rumah.

NAJWA (Ketika Hati Memilih) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang