39

1.1K 160 28
                                    

Mereka sudah berada dalam kendaraan sejak sepuluh menit lalu. Saling berdampingan mengisi sunyi, yang walau sudah begitu banyak detik berlalu, belum pula diselingi sepatah-kata guna memulai.

Jalanan sepi dengan lintasan yang minim dilewati kendaraan lain, sengaja diambil agar pembicaraan keduanya dapat berjalan tenang serta tidak terganggu oleh hal di luar sana.

Naruto sudah mempersiapkan diri untuk berkata banyak sekali, tetapi sampai kini, ia malah terlihat tidak berguna karena tak bisa mengeluarkan suara.

Tiadanya reaksi tertentu yang diberi oleh raga di sebelahnya, ialah alasan utama mengapa bibirnya menjadi beku tak berbicara.

Naruto-lah yang sudah meminta kesempatan, tetapi, ketika ruang itu terbuka, dirinya terkesan menyia-nyiakan. Naruto yakin, Hinata pasti mulai jengah dengan kebisuan ini.

"Jadi, kau tidak mengikuti bibimu?"

"Hm. Hanya bibi Natsu yang pergi, karena berhubungan tugas paman Kou di luar kota sudah selesai."

Hening beberapa saat.

Resah itu ada. Malu tentu masih membekas cukup lekat. Tetapi, semua tidak akan selesai bila Naruto terus tak berkutik lebih jauh.

"Hinata," maka, penuh tekad, ia memberanikan diri.

"Aku memang manusia tidak tahu diri karena sudah membawamu dalam situasi yang sulit. Aku mengenalkanmu pada kesakitan, dan melanggar janjiku untuk tidak akan pernah membuatmu merasakan penderitaan. Kau pantas marah padaku."

Hinata tidak berlontar. Meski mulut sedang sengaja untuk dikunci, telinganya mampu menangkap semua yang Naruto katakan dengan jelas. Seperti apa yang Naruto minta, Hinata sedang mencoba memberinya kesempatan. Waktu untuk melepas semua apa yang ia rasakan.

"Saat hubungan kita benar-benar berakhir, aku berusaha terlihat baik-baik saja di depanmu. Aku mencoba menatapmu meski sebenarnya itu adalah hal yang begitu sulit kulakukan, karena berpikir, setelahnya aku tidak tidak akan bisa menatapmu lagi."

"..."

"Aku rusak, Hinata. Aku mencoba menjalani hidup ini sambil berusaha untuk melupakanmu. Tapi, semakin aku mencoba, semakin aku sadar bila duniaku hanya berporos padamu."

"..."

"Aku banyak bekerja dan belajar. Berusaha fokus dengan tujuan utama melanjutkan mimpi lain yang ingin kuraih, sesuatu yang sempat tertunda. Tapi, ..."

"Mimpi apa? Mimpiku adalah dirimu. Tak ada hal lain yang kuinginkan lagi--selain sosok cantik ini."

"... aku tidak memiliki apa pun. Semua mimpi itu hanya alasanku untuk mencari kesibukan dan lari dari kenyataan."

"..."

"Aku melewati hari-hari yang sulit tanpamu."

Bibir Hinata menekuk dalam. Meski helaian rambut panjang sedang menjadi kelambu agar tidak menampakkannya, tetapi, Hinata tahu jika Naruto menyadari kekelaman yang kini ia rasakan.

"Aku sudah melakukan banyak kesalahan. Suran berkata aku tidak peka karena menyetujui begitu saja perpisahan kita dan membuatmu terpukul semakin jauh. Seharusnya, aku bisa lebih memahami keadaanmu."

"..."

"Dulu, aku pernah berjanji tidak akan pernah membuatmu merasakan sakit dan derita. Tapi, saat kau berteriak untuk meluapkan kemarahan saat itu, aku sadar, ada ucapan yang sudah kulanggar." Naruto menarik napas panjang. Memaki mengapa dirinya saat naif ketiak dulu. "Aku melepasmu, dengan tujuan agar kau bisa terlepas dari derita yang tidak kau inginkan. Tapi, semua hanya alasanku agar bisa terhindar dari rasa takut karena sudah membuatmu tidak bahagia."

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now