15

1K 206 9
                                    

Hari-hari menjadi terasa berat untuk dijalani. Lagaknya, setiap helaan napas telah diberi kontrol untuk mengingatkan seberapa besar masalah yang masih -- dan akan terus terjadi kedepannya.

Kepala Hinata sering kali terasa sakit. Tubuhnya semakin lemah setiap waktu -- tetapi dipaksa kuat agar tak menampilkan tanda-tanda yang bisa mengundang spekulasi.

Ia tak sehat. Natsu pernah meminta agar mengantarnya ke rumah sakit, tetapi, selalu ditolak dengan berbagai macam alasan.

Ini sudah memakan waktu dua minggu sejak pertemuan bersama Rin terjadi. Mungkin, ini salah satu alasan mengapa kesehatan Hinata menjadi sering terganggu. Selain hamil, banyaknya pikiran telah menghabiskan segala kekuatan yang ia miliki.

Dan sudah sekitar seminggu lamanya Hinata tidak lagi menerima pesan dari Naruto.

Sengaja. Hinata masih sengaja agar tak membiarkan Naruto bisa bertemu dengannya.

Hal ini sempat menimbulkan tanda tanya pada Natsu. Ia sempat bertanya secara langsung mengenai apa yang sebenarnya terjadi sampai Hinata masih tak mau berhadapan dengan Naruto, namun hanya dibalas dengan ungkapan 'tak ada apa-apa'.

Tetapi, Natsu bukan anak kemarin yang bisa dikelabui. Ia sadar jika sedang ada sesuatu antara dua sekawan tersebut. Namun, karena Naruto dan Hinata bukan lagi anak kecil yang harus terus diajari ini dan itu dalam menyelesaikan masalah, pada akhirnya, Natsu biarkan mereka mencari jalan keluar sendiri.

Sama seperti yang mendadak terjadi di ruang makan kali ini. Hinata kembali tampak gelisah ketika ponsel miliknya menandakan sebuah panggilan.

Dugaan Natsu, mungkin Hinata akan berniat mematikannya, tetapi, sebelum hal tersebut terjadi, Natsu telah lebih dulu membuka bicara.

"Terkadang, memberi kesempatan adalah pilihan yang tepat, Hinata. Terus melarikan diri tak akan menyelesaikan apa-apa."

Hinata menjadi lemas. Mungkin memang benar, tidak salah bila ia memberi Naruto kesempatan. Yang membuat Hinata takut bertemu -- sebenarnya bukanlah Naruto, melainkan segala apa yang ibunda pemuda tersebut katakan padanya.

Maka, ketika panggilan kembali terjadi, bersama tangan sedikit bergetar, Hinata merespon.

Ia hanya diam selama seseorang di sana berbicara, dan sambungan selesai dengan satu kata yang Hinata diberi pada akhir.

"Baiklah," singkat, dan Hinata memilih beranjak ke kamar untuk merapikan diri, karena Naruto telah ada di depan rumah untuk menunggu.

Di meja makan, Kou memandang heran pada Natsu. "Apa yang terjadi?"

Dengan santai sembari mengangkat pundak, Natsu membalas. "Hanya masalah anak muda."

.

.

.

Naruto sengaja membawanya ke sekitaran padang rerumputan kecil di tepi danau sisi kota. Area yang sepi namun tetap terjamin aman, agar segala pembicaraan mereka dapat berjalan baik.

Naruto sadar jika awal Hinata sengaja tak ingin melirik padanya barang sedikit.

"Kenapa selama ini kau selalu menghindariku?"

Tanpa menoleh, Hinata memejamkan mata ketika angin malam menerbangkan helaian rambut panjangnya. "Aku belum siap."

"Belum siap untuk apa?"

"Segalanya."

Demikian, Naruto menghela napas. Ia hadapkan tubuh secara penuh, meski tak mendapat respon serupa.

"Aku meminta maaf karena ucapan ibuku padamu. Maka dari itu--"

"Lalu apa, Naruto?"

Naruto terhenti ketika Hinata memotong dengan berbisik.

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang