2

1.7K 255 19
                                    

Hinata memilih untuk menarik satu kursi yang tersusun dekat meja penjaga di ruang kesehatan. Menempatkan pada posisi tepat, agar ia dapat menjangkau dua individu yang saling berdebat kecil di salah satu ranjang perawatan.

Semua bermula ketika Rin terjatuh saat menaiki tangga karena membawa banyak sekali tumpukan buku tugas yang harus dikumpulkan.

"Jadi, mau salahkan siapa lagi sekarang?" ini telah kesekian kali Naruto menanyakan hal serupa. Sengaja agar Rin semakin memahami karena ulah siapa hingga kejadian buruk yang menimpanya bisa terjadi.

"Ya, ya ... aku yang salah karena berjalan sambil bermain ponsel. Berhentilah merecoki dengan pertanyaan yang sama. Apa mulutmu tidak lelah?"

Hinata tahu jika Naruto sengaja memijat kaki Rin dengan kekuatan yang ditingkatkan. Terbukti dari seringai kemenangan yang ia pasang setelah Rin meringis dan memandangnya dengan kesal.

"Jangan melakukannya lagi! Aku benar-benar akan mencubitmu! Kau pikir ini tidak sakit?!"

"Kalau tahu sakit, seharusnya sejak awal diantisipasi. Sekarang kau mulai berbicara seolah ingin menyalahkanku."

Tidak heran. Cukup lama menjalin hubungan pertemanan bersama mereka, membuat Hinata telah memahami seperti apa kedua orang ini berlaku satu sama lain.

"Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya sedang kesakitan, tapi kau malah sengaja membuatnya semakin sakit."

"Kata-katamu seperti aku adalah seorang yang jahat."

"Kau memang jahat. Aku akan menyematkan julukan 'Sang Penyakiti Perasaan' padamu."

"Aku ini pria baik-baik. Mana mungkin menyakiti perasaan orang lain." Tubuh yang kembali ditegapkan, membuat sang pemuda menjadi sangat menjulang di dua pasang mata di sana.

Lirikannya tertuju pada Hinata. "Hinata, jangan menjadi gila seperti temanmu ini."

"Berhenti menghasut Hinata!"

Hinata hanya tertawa pelan. Ingin heran, tapi mereka adalah Naruto dan Rin.

"Dari pada kalian terus bertengkar, bagaimana kalau kuingatkan kembali tentang tugas dari Guru Tsunade?" Hinata sedikit tersentak ketika Rin mendadak saja menepuk jidat dengan kuat.

"Ah! Benar! Besok adalah hari terakhir!" Rin mencoba memelankan suara ketika ingin melanjutkan perkataan. "Nenek sihir ganas itu pasti akan marah-marah lagi jika tugasnya tak dikumpulkan. Bagaimana ini?"

Ketika mengatakan kalimat 'bagaimana ini?', Hinata tahu jika Rin sedang berharap besar padanya.

"Mau bagaimana lagi? Kita kerjakan sama-sama saja sepulang sekolah nanti."

Sorakan girang yang lolos secara mulus dari bibir Rin, adalah bukti jika Hinata sudah sangat menghafal jalan pikirannya.

.

.

.

Mereka berada pada satu meja yang sama. Dua pribadi terlihat sibuk mencatat sesuatu di buku tulis sembari sesekali bertukar pendapat, sedang satu kehidupan lain tampak serius dengan game.

Tak memiliki tugas serupa membuat Naruto lebih bebas. Tugasnya kali ini hanya cukup duduk diam di sebelah para gadis, menuntaskan permainannya dan berakhir dengan membayar apa yang mereka pesan di atas meja. Itulah alasan dasar mengapa Rin dan Hinata memaksa agar Naruto ikut bersama mereka.

Naruto sudah menebak isi kepala dua perempuan ini.

"Yang ini cukup membingungkan, tapi karena ada kau, semua jadi terasa lebih mudah, Hinata."

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن