“Kalo kamu, keberatan enggak?” tanya Nadlyen lagi.

“Apa?”

“Keberatan enggak kalo aku suka sama kamu?” cicit Nadlyen.

“Enggak.” Winter mengedikkan bahu acuh. “Gue enggak bisa atur perasan lo, kan?”

Nadlyen mengangguk. “Iya juga, sih. Win kira-kira ... aku ... aku ada kesempatan enggak buat lebih deket sama kamu?”

“Pacaran maksud lo?”

“Iya.”

“Gue belum mau pacaran, Nad,” kata Winter. “Gue belum tertarik buat pacaran.”

“Tapi ... kalo aku deketin kamu, in romantic way I mean, boleh?”

Winter terdiam sebentar lalu menyunggingkan senyum tipis.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, kelas Ruby di bubarkan. Gadis itu kemudian keluar dan berlari menuju gedung IPA, ia naik ke lantai 2 di mana kelas Winter berada, tak peduli bahwa kini banyak mata kakak kelas menatapnya.

Di selasar sangat ramai, Ruby menerobos alur separuh murid yang berlawanan dengan langkah kakinya. Karena badan gadis itu kecil, Ruby sempat beberapa kali tersenggol membuatnya mengaduh sakit.

Ketika ada cowok berbadan besar hendak menyenggolnya, Ruby terkejut dan sedikit berteriak karena pinggangnya di tarik dan berakhir dengan ia yang berada di pelukan Winter.

“Ngapain di sini?!” Winter mendesis.

“Ruby–uh!” Ruby melotot ketika Winter tangan Winter yang melingkar di pinggangnya semakin menekan tubuh Ruby sehingga mereka menempel tanpa jarak.

“Ada yang lewat barusan,” jelas Winter sambil melepas tangannya dari pinggang gadis itu. Winter berdeham lalu menatap Ruby. “Ngapain di sini?”

“Oh itu Ruby mau ke kelas Kak Win.”

“Ya, ngapain?”

“Ruby enggak sabar pengen ketemu Kak Win, mau kasih lihat hasil makalah dan presentasi Ruby.” Ruby mengeluarkan makalahnya, lalu menunjukkan angka 98 yang tertabuh di lembar depan. “Makasih ya Kak Win!”

“Mm.” Winter mengangguk. “Seneng?”

“Seneng!” Ruby melompat girang. “Karena Kak Win udah bantuin Ruby nyusun makalah, Ruby mau traktir Kak Win makan!”

“Makan doang?” Winter mengangkat kedua alisnya.

“Ruby enggak punya uang kalo harus kasih hadiah,” kata Ruby.

“Siapa yang minta di beliin hadiah memangnya?” tanya Winter sambil berjalan. “Ayok pulang!” cowok itu menepuk kepala Ruby lembut.

Ruby tersenyum, ia berjalan di sisi Winter sambil memegangi tali ransel cowok itu. “Kak Win enggak mau kasih hadiah ke Ruby?” tanyanya, melihat Winter yang menatap heran, Ruby menambahi. “Ruby dapat nilai 98, harusnya Kakak kasih hadiah!”

“Gue yang kerjain tugasnya, lo yang dapat nilainya, terus gue harus kasih hadiah, gitu?” sarkasnya.

Ruby tertawa. “Kan biar Ruby semangat belajarnya, jadi harus di kasih hadiah!”

“Kalo lo bisa dapat nilai 100 dengan usaha sendiri, gue kasih hadiah,” cetus Winter.

“Beneran?!”

“Mm.”

Terlalu senang, Ruby refleks memeluk Winter dari samping. “Ruby sayaaang Bos Winter!!”

Winter berdeham, ia melepas tangan Ruby dari badannya. “Jangan peluk di sini!”

“Peluk di rumah boleh?”

“Gue tendang boleh?” decak Winter

Ruby tertawa. “Kakak jangan galak-galak, nanti makin ganteng.”

Winter melotot. “CEPET JALANNYA!”

***

Ruby keluar dari mobil Winter dan berlari menuju rumah itu ketika tahu bahwa Arunika ada di dalam.

Ketika ia membuka pintu, Ruby kaget melihat Arunika, Radhit, Summer, Erfan, Erhan dan Giselle yang berkerumun menyambutnya. “Kejutan!” teriak mereka.

“Eh?” Ruby masih terkejut. “Ruby enggak ulang tahun, kok.”

“Ya emang,” kata Summer. “Tapi ngasih kejutan enggak perlu ulang tahun dulu, kan?”

“Ya gatau.” Ruby menjawab malu, ia salah tingkah.

Arunika terkekeh gemas melihat tingkah Ruby. “Kita kasih kejutan, karena Ruby udah jadi anak yang hebat!” katanya, Arunika memeluk Ruby selagi memasangkan kalung mas putih dengan liontin hati. “Ini hadiah buat anak manis.”

Ruby terharu, belum sempat ia berterima kasih, Summer sudah lebih dulu mendekat. Cowok itu mengambil tangan kiri Rubu lalu memasangkan jam tangan berwarna putih di tangan gadis itu. “Hadiah buat bocil yang nurut sama gue!” katanya. “Denger, jangan sedih karena lo enggak punya teman. Bersedihlah kalo lo enggak punya uang hahahahaha. Cil, kalo lo di jahatin lagi sama temen kelompok lo, lo kasih jari tengah sambil teriak bacot lo orang miskin!”

“Kamu ini selalu ajarin Ruby yang enggak bener!” Radhit menjewer telinga Summer sampai cowok itu meringis meminta ampun. “Ruby sayang, jangan contoh kakakmu yang satu ini, dia agak lain. Penuh dengan energi negatif, kalo bisa jauhi saja dia!”

“Enak aja!” Summer melotot tak terima.

“Ini hadiah dari Papi.” Radhit memberikan paper bag berisi sepatu Nike keluaran terbaru berwarna ungu. “Papi belikan ini sama seperti kakak Snowy, di pakai, ya.”

Ruby menerima hadiah itu dengan senang. “Makasih Papi!”

Giselle maju memeluk Ruby. “Giselle belum punya uang buat beliin kak Ruby hadiah, Giselle cuma bisa kasih kak Ruby pelukan kalo lagi sedih,” kata anak itu.

“Kita juga belum bisa kasih kak Ruby hadiah yang bagus, kita mau kasih ini aja.” Erhan mengeluarkan seekor anak kucing yang sejak tadi ia peluk. “Ini anak kucing buat Kak Ruby, namanya Babon.”

“Woy! Gila lu! Jangan di kasih kucing, kasian kucingnya stress nanti!” Summer segera merebut kucing itu. “Bisa copot ekor kucing ini kalo di kasih Ruby.”

“Yah, gimana dong?” Erhan melirik kembarannya Erfan. “Hadiah kamu aja kasihin.”

Erfan mengangguk. “Ini.” Katanya memberikan makan kering untuk kucing. “Tadinya ini buat si babon, biar kak Ruby enggak usah beli. Tapi si Babonnya dia ambil bangsum, Kak Ruby dapat makanannya aja, gapapa?”

“Tapi Ruby enggak suka makanan kucing,” jawab Ruby merasa bersalah.

Arunika dan Radhit sontak tertawa. “Sudah enggak apa apa, Erhan, Erfan dan Giselle, cukup temani dan ajarin Kak Ruby nama nama makanan aja sebagai hadiah. Oke?”

“Oke!”

Ruby menangis terharu, hangat hatinya merasakan kasih sayang yang selalu ia dambakan kini bisa ia dapatkan walau bukan dari keluarganya.

“Loh, Bangwin enggak kasih hadiah?” celetuk Giselle.

Ruby menatap cowok yang sedari tadi diam di belakangnya. “Mana hadiah buat Ruby?!” todongnya.

“Enggak ada hadiah, belajar yang bener!” Winter berjalan menjauh lalu masuk ke dalam lift menuju kamarnya.

Ruby mencebik. “Dasar galak!”

Radhit tertawa. “Ada satu lagi hadiah buat Ruby,” katanya sambil menarik Ruby mendekat ke meja makan. “Di sana, coba buka penutup makanan itu.”

Ruby berlari menuju sana, langsung membuka tudung saji sesuai perintah Radhit. Matanya seketika berbinar melihat ponsel berwarna ungu ada di sana. “Papi ini buat Ruby?!” katanya kaget.

“Buat siapa lagi memang?”

Ruby mengambil ponsel itu dan memeluknya sambil loncat-loncat. “MAKASIH PAPIII!!”

“Bilang makasih sama Winter, dia yang belikan ponsel itu buat Ruby.”

***

Bersambung....

Maaf kalo ada typo

Naughty Princess and The Boss (SELESAI)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें