BY TAKSA

384 50 3
                                    

Suara hembusan nafas frustasi telah keluar ribuan kali hari ini. Eh belum, ini masih pagi. Baru jam 8 pagi tapi beberapa orang sudah menghembuskan nafas lelahnya untuk satu orang.

"Elliot, kurasa ini berlebihan."

Dari pantulan cermin, Elliot terlihat menaikkan satu alisnya menatapku bicara. Dia tengah mengkacingkan baju sembari bercermin di wastafel kamar mandi.

"Dimana letak berlebihannya, huh? Memangnya saat sekolah pakaianmu tidak seperti ini?"

"Bukan seperti itu maksudku, hanya saja kita tidak harus pakai seragam seperti jika ingin melihat pertandingan."

Gallen yang sudah Lelah hanya berbisik ringan di sebelahku. "Seberapa keras usahamu, dia tidak akan mendengarkannya. Sudahlah mengalah saja. Cepat pakai seragammu."

Sejenak, aku melirik peperbag di atas meja ranjangku, menimbang ucapan Gallen yang sejak tadi juga tidak berubah. Benar, seberapa keras berargumen tak akan bisa menggagalkan niat Elliot. Kemudian aku mengambil tas tersebut dengan helaan nafas seperti sebelum-sebelumnya. Mengibarkan bendera putih adalah solusi yang tepat untuk menghadapi sifat keras kepala Elliot si manusia aneh ini.

"Ini salahku karena kelepasan mengatakan ingin melihat pertandingan di sekolah." helaan nafas lagi-lagi keluar bersamaan dengan meluruhnya tubuh ke kepala ranjang. "Bisa-bisanya sekarang justru dia yang semangat."

"Bagaimana tidak semangat. Ini seperti combo baginya, Kau bisa melihat pertandingan, sedangkan rasa penasaran anak itu pada lingkungan sekolah bisa terpenuhi. Wajar saja kan kalau dia jadi seantusias ini hari ini?"

Gallen menyanggah kepalanya dengan tangan yang bertopang di lengan sofa, sembari memandangi yang dibicaran sedang mengancing baju. "Aku tidak bisa membayangkan seperti apa hebohnya anak itu nanti disana."

Aku menatap Elliot dari pantulan kaca kamar mandi yang tengah merapikan bajunya. Senyumannya yang antusias memang tidak bisa ditutupi.

Tak lama kemudian yang dibicarakan jengah. Elliot berjalan menghampiriku dan Gallen dengan berdecak pinggang.

"Kalian membicaranku!?" katanya dengan tatapan datar.

Aku dan Gallen bersamaan melirik. Sialnya Gallen langsung mengangkat bahunya sembari melengos.

"T-tida—"

"Ayo cepat siap-siap, sebentar lagi pertandingannya akan mulai."

Dari luar, Yanan datang dengan tergopoh-gopoh. Sepertinya dia baru saja selesai menyiapkan mobil dan semua perlengkapan yang dibutuhkan jika tidak diminta-minta sesuatu buruk terjadi padaku dan Elliot.

"Tuh kan. Kami semua sudah siap. Ayo, ganti seragammu itu." Perintah Elliot.

Aku mulai menggeser tubuhku dengan sangat hati-hati turun dari ranjang, lalu  aku berdiri dibantu Elliot dan Gallen dikedua sisi. Yanan sempat ingin membantu, namun ditolak oleh Elliot dengan hebohnya.

Elliot membantu memakaikanku baju, namun sebelum itu dilakukan, anak itu sempat terpaku beberapa saat melihat sesuatu yang dianggapnya tidak asing. Kata Elliot, Ukiran yang dibuat oleh para dokter itu pada akhirnya ada di dadaku, seperti punyanya. Menyedihkan memang, tapi itu adalah sebuah tanda perjuangan kami, ntah harus bangga atau sedih karena ukiran ini tidak sembarangan dimiliki oleh orang lain.

Setelah membantuku memakai baju. Bagian yang sedikit memalukan adalah celana. Kata Elliot sih biasa saja, dia sering lepas pasang celana depan kakak atau sepupunya, jadi dia menyuruhku tak perlu malu-malu.

Heh. Dia seperti itu karena sudah terbiasa, sedangkan aku tidak pernah seperti itu. Aku tidak pernah membuka celana depan umum seperti itu. Memalukan.

Sampai pada akhirnya kegaduhan dimulai, Elliot memaksaku untuk melepas celana dan aku yang menolak. Dia ini benar-benar pemaksaan, dia bahkan sampai berjongkok saking memaksa ingin melepas celanaku. Astagaa.

ABANDONNER II KTHحيث تعيش القصص. اكتشف الآن