BY ELLIOT

442 47 5
                                    


Olahraga untuk penderita jantung memang sedikit berbeda. seumur-umur, aku belum pernah berolahraga yang sebenarnya seperi missal badminton, bermain sepak bola, basket dan lainnya yang benar-benar menguras tenaga dan pernapasan. Iri? Tentu. Ingin sekali merasakan hingga diam-diam berontak bermain bola seperti waktu itu karena penasaran dan berakhir kecolongan.

Sebenarnya, aku disarankan untuk berolahraga, itu penting, seperti pemanasan otot di pagi hari. Seperti sekarang, disaat tidak ingin bangun pagi-pagi, kak Demi membangunkanku sedikit memaksa hanya demi olahraga kecil itu. Padahal aku sendiri tidak berminat melakukan itu, terlebih ini pagi dan dan baru saja turun hujan. Udara masih dingin membuat udara jadi lembab, siapa saja akan malas bangun saat suasana seperti itu.

"Bangun sebentar saja Elliot, kau harus pemanasan. Supaya jantungmu tidak kaget saat treatmill test nanti." Kak Demi menyibak untuk yang kedua kalinya selimut yang kutarik menutupi seluruh badan untuk menghadapnya.

Aku menarik lagi tubuhku dan memunggunginya lagi dengan mata yang tetap terpejam.

"Ayo, lima belas menit saja, tidak lama, setelah itu kau boleh tidur lagi sebelum jadwal tes dimulai siang nanti." Lanjutnya.

Aku masih tetap pendirian. Diam dan pura-pura tidur. Padahal mulutku sengaja sedikit kubuka, mengeluarkan dengkuran halus layaknya tidur nyenyak. Tapi sepertinya perawat cerewet ini sulit ditipu.

Demi menghela nafas. "Kau selalu pandai membuatku mendapat hukuman."

Tiba-tiba aku merasa bersalah. teringat kelakukan-kelakuan menyusahkanku pada pria ini. Aku membuka mata. "Nanti kan bisa, tesnya jam 11, kenapa harus sekarang olahraganya kak."

 Heran. Aku menoleh jam dinding dengan alis mengkerut. "Ini masih jam 7." Kataku, sedikit kesal.

"Nanti panas. Sekarang saja, udara pagi yang belum terkontaminasi polusi baik untuk jantungmu." Kak Demi menarik tubuhku untuk duduk. "Ayo-ayo. Bukan hanya kau saja yang sedang berolahraga, yang lain juga. Kita olahraga ramai-ramai."

Aku mendengus, merengek dan berontak agar punggungku kembali menempel kasur. "Tidak mauuu. Kenapa sih. Ini pemaksaan."

tiba-tiba suara dorongan pintu terdengar. 

"Elliot, bubur langganan kita sedang tutup jadi ibu beli ditempat yang bar—oh! Ada apa ini?"

Perdebatan sengit kami terhenti saat ibu datang dari membeli sarapan. Dalam posisi yang Tarik-lepas, kami sama-sama menoleh ke ibu.

"Bu... aku masih mengantuk, tapi kak Demi memaksaku." Aduku.

"Maaf bu, saya harus mengikuti jadwal yang diberikan dokter Hans."

"Oh, nanti ada jadwal Treatmill tes ya?" pertanyaan ibu mendapatkan anggukan dari kak Demi. Lalu berjalan mendekat ranjang. "Elliot, tidak seperti biasanya malas pemanasan, ada apa sayang?"

"Malas bu, malas. Aku mengantuk. Nanti saja." Rengekku.

"Kan sebentar, seperti biasanya, nanti bisa tidur lagi." buju ibu.

Yaampun, kenapa ucapan ibu seperti copy paste si Demi. Mereka keras kepala sekali membuatku makin kesal.

Aku makin meringkuk, menenggelamkan diri pada lipatan selimut. "Tidak mau bu, nanti saja."

Ibu dan Kak Demi saling lirik. "Bagaimana ini Dam?"

Belum menjawab, fokus Demi malah tertuju pada makanan yang teronggok diatas meja. "Ya sudah Elliot sarapan saja dulu bu, nanti setelah sarapan saya datang lagi."

"Iya, sepertinya itu ide bagus."

Setelah itu, sepertinya ibu berbisik.

"Sepertinya suasana hati anak ini sedang tidak baik." Sayangnya aku mendengar itu. Tapi abaikan saja selagi tidak ada kata-kata aneh yang keluar.

ABANDONNER II KTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang