BY TAKSA

381 46 10
                                    

Tubuhku dilanda dingin bersamaan rasa sesak yang tidak hilang-hilang sejak musibah waktu itu. Rasanya benar-benar tidak nyaman, aku hanya bangun saat dirasa dokter memanggil atau saat sakit menyerang dada. Sisanya kuhabiskan waktu untuk tidur seharian di ruang dingin ini, ruangan yang sering Elliot ceritakan. Ruang dingin.

Aku masih cukup sadar jika Elliot juga berada di ruangan ini. Di sampingku dalam kondisi yang serupa.

Kami sama-sama disini dalam beberapa waktu. Tak ada interaksi yang terjadi, kami hanya saling menoleh untuk memastikan kondisi satu sama lain baik-baik saja. Meski sesekali merintih kesakitan, namun beberapa kali beradu pandang, kami saling melemparkan senyum yang tersamar karena alat bantu pernapasan yang terpasang. Terus begitu sampai hari demi hari berlalu, dan kini malam hari. Kami tidur tanpa ada yang boleh menamani.

"Taksa." Aku membuka mata saat Elliot memanggilku dengan lemah. Aku menoleh.

"Sepertinya, besok kita akan berpisah."

Dibalik masker oksigenku, aku tersenyum dan menggangguk lemah. Elliot paham kondisiku yang masih belum kuat bicara, dia pun tersenyum Sejak pertama kali disini pun dia paham jika kondisiku semakin melemah setiap harinya.

Kondisi Elliot membaik dan besok pagi dia akan pindah ke ruang rawatnya.

Elliot masih dalam posisi memiringkan badannya ke arahku. "Maafkan aku meninggalkanmu sendirian disini."

Aku menggeleng untuk pertanyaan itu. Kau tidak berhak minta maaf seperti itu, Elliot.

Anak itu menatapku dalam. tangannya terangkat untuk mengangkat masker oksigen yang membekap mulutnya. "Taksa, Berjanjilah kau akan baik-baik saja saat operasi besok."

Ini adalah ucapan dia yang kelima kali saat tahu besok aku akan operasi. Perawat yang memberitahukannya setelah dia sendiri mendesak perawat saat memeriksa keadaan kami.

Pertanyaan kali ini cukup sulit, aku sendiri ragu untuk melakukannya dengan baik. Maksudku, aku sendiri meragukan tubuhku mampu melakukan operasi besar itu. Membayangkan saja membutku takut.

Mendapatkan tatapan yang tak teralihkan, aku hanya memilih mengangkat jempol lemah tanda 'Okay'. Elliot melirik dan dia mengangguk. Ya kurang lebih selain hanya mengangguk, gestur seperti inilah yang bisa kulakukan untuk berinteraksi dengan Elliot disini.

Aku kembali memejam mata, rasanya sangat melelahkan padahal hanya tidur seperti ini. atensiku turun ke bawah, melihat masker oksigen yang membekap mulutku beberapa hari ini seakan tak banyak membantu meringankan jalan napasku.

"Cepatlah pulih Taksa, agar misi balas dendam kita segera terealisasikan." Ucapan Elliot membuatku kembali membuka mata. Melirik kearahnya yang kini telah berubah posisi menjadi terlentang, menatap lurus ke atas.

Anak itu kembali melanjutkan. "Mendengar semua perkataan ayahmu kemarin, aku jadi sadar kenapa kau memilih ayahmu sebagai sasaran dendam."

Dia melirikku sejenak dan kembali menatap lurus langit-langit dengan datar "Kau masih punya hutang penjelasan denganku. Cepatlah pulih, aku tidak sabar menunggu ceritamu."

Kejadian papa yang kemarin ya?

flashback

"Taksa.... kau kenapa?" tanya Elliot dengan susah payah.

Dia nampak panik saat melihatku yang terbangun tiba-tiba menangis tanpa bersuara apapun.

"Apa kau mendengar semua ucapan ayahmu barusan?"

Aku mengangguk

"Apa kau mengetahui sesuatu yang tidak kuketahu, Taksa?" Elliot berucap lirih.

ABANDONNER II KTHWhere stories live. Discover now