32. Datang

62 20 0
                                    






.




.



.










"Uhuk! Uhuk! ugh.."

Pasokan oksigen yang dibutuhkan paru-parunya mulai menipis akibat cekikan di lehernya yang sedari tadi menghalangi jalan pernafasannya. Tubuh Jeno sudah lemas dan pasrah dengan keadaan. Sebegitu mudahnya Jeno menyerahkan nyawanya demi adik kelasnya.

"Bocah bodoh." tawa menyeramkan menggema di ruangan tersebut. Tangan yang tidak menganggur terulur ke dada kiri Jeno, bersiap untuk mengambil pusat kehidupannya.

Sungchan berusaha bangkit dari tempatnya walaupun sekujur tubuhnya terasa sakit dan kebas. Ia merasakan sesuatu yang tidak beres di luar sana. Matanya memicing guna melihat lebih jelas lagi di salah satu kaca jendela laboratorium terlihat samar-samar dua cahaya merah sedang mengintip kedalam ruangan mereka.

Apa itu temannya?

Ia mengerjap matanya beberapa kali berusaha memfokuskan penglihatannya pada kegelapan malam. Namun pusing yang mendera kepalanya menghambat penglihatannya.

Tubuh Sungchan berhasil tengkurap dengan susah payah. Mata anak itu bergantian melihat ke arah jendela dan tubuh Jeno yang sudah tidak memijakkan kakinya ke lantai lagi. Mungkin ia bisa sedikit menolong Jeno untuk yang terakhir kalinya. Ia akan menghalangi siapapun yang akan masuk dan menyerang mereka yang saat ini masih bersembunyi dibalik dinding luar laboratorium yang gelap. Asumsi Sungchan menduga orang lain yang bersembunyi itu adalah makhluk sejenis dengan yang sekarang akan bersiap untuk mencabut nyawa kakak kelasnya.

"Akh!"

Rintihan kesakitan yang keluar dari belah bibir Jeno membuyarkan kewaspadaan Sungchan. Ia mengedipkan beberapa kali matanya saat sekelebat bayangan melintas cepat dan menerjang tubuh pria setan itu. Badan Jeno merosot ke lantai dan ia terbatuk setelah cengkraman tangan dilehernya terlepas.

Sungchan sudah berhasil berdiri dan langsung berlutut kembali memeluk kakak kelasnya. Rasa terkejut, bingung, lega, bercampur aduk mendominasi perasaannya saat ini.

"Hyung tidak apa-apa?" Tanya Sungchan yang mendapat anggukan lemah dari pria Lee itu. Ia tidak bisa melihat dengan jelas di kegelapan, namun yang ia simpulkan saat ini bahwa setan itu sedang bertarung dengan seseorang yang tadinya bersembunyi dibalik dinding luar laboratorium.

Tidak peduli siapapun itu, yang terpenting ia harus membawa Jeno pergi dari ruangan ini dan mencoba sekali lagi menghubungi nomor pamannya.

"Ayo hyung, kita harus pergi dari sini."

Dengan langkah tertatih keduanya menjauh dari ruangan tersebut yang sudah menjadi arena pertarungan seseorang dengan makhluk penghisap darah itu. Masa bodoh memikirkan sudah berapa banyak fasilitas sekolah rusak oleh mereka.

Suara erangan kesakitan dan patahan tulang mengiringi setiap langkah mereka disepanjang lorong lantai dua. Dengan hati-hati Sungchan menuntun langkah kaki Jeno menuruni tangga.

Karena dalam keadaan panik dan waspada ia mengabaikan sakit yang sempat hinggap di sekujur tubuhnya. Ia juga harus fokus agar mereka tidak salah langkah dan berakhir menabrak apapun di lorong yang tidak mendapat penerangan sama sekali. Tak berapa lama mereka akhirnya sampai di halaman gedung sekolah. Sungchan mendudukkan dirinya dan Jeno di atas rerumputan. Mereka perlu istirahat sebentar dan segera mungkin memikirkan cara agar bisa keluar dari dimensi setan sialan itu. Beberapa menit mereka berdua terdiam guna menetralkan deru nafas mereka yang memburu karena lelah berjalan.

Asterisk 2 || NCT WayV✓Where stories live. Discover now