25. Alka Si Bos Ayam

70 16 1
                                    

Malam setelah makan malam Agam kedatangan tamu, Andra, ayahnya dan sibungsu, Alka. Setelah mendapatkan kabar bahwa Agam akan memasang lip dari Aya Andra langsung mengunjungi rumah Agam yang bersebelahan dengan rumahnya. Dan benar saja, banyak tukang pekerja dirumah Agam.

"Agam yang benar aja rumah dua tingkat mau di pasang lip? Dua lantai loh bukan sepuluh atau lima puluh." Andra tidak habis pikir. Pria paruh baya itu mendadak sakit kepala dengan kelakuan anaknya. Ada-ada saja!!

"Bener, yah, supaya Aretha gak lari-lari naik tangga. Agam takut kandungan Aretha kenapa-napa." Jawab enteng Agam.

"Ya Allah, kan bisa pelan-pelan naik nya?

"Gak terprediksi, yah, kalau lagi buru-buru atau lagi marah, kan?" Ya, menurut Agam, meski lantai satu kelantai dua tidak terlalu jauh dan bisa memakai tangga namun Agam takut kejadian tadi siang terulang lagi. Aretha lari lari, mungkin saja bisa terpeleset dan bahaya. Aretha atau kandungannya bisa saja celaka, atau... Bisa dua-duanya celaka sekaligus.

Padahal bisa saja pindah kamar supaya tidak naik tangga. Namun, sudah terlanjur khawatir bisa apa? Agam ingin keselamatan Aretha terjamin. Sekarang, keselamatan Aretha dan sang jabang bayi yang utama.

"Bodo lah, bucin."

"Turunan ayah." Andra tidak bisa berkata-kata lagi, lelaki itu mendelik pada anaknya.

Jika anak pertama dan ayah sedang mengobrol prihal lip dan bucin, beda dengan si bungsu yang sedang mencoba menghentikan tangisan kakak iparnya. Ya, Alka sedang mencoba menghibur Aretha, atas perintah Agam.

Abangnya tadi meminta bantuannya.

"kakak jangan nangis lagi yaaa? Abang emang ngeselin, pikasebeleun!!" Alka menghapus air mata Aretha yang terus mengalir. Remaja kelas eman SD penyuka ayam warna warni itu mencoba menghibur Aretha dengan segala cara. Ya, dengan cara menjelekkan Agam pun anak itu coba. "Nanti Alka marahim abangnya, Alka cubit, pites, nanti kita aduin ke bunda supaya abang di cubit terus diceramahin tujuh hari tujuh malam. Okey?" Aretha mengangguk, cewek itu terkekeh.

"Makasih." Ujar Aretha pelan.

Alka cemberut dan menggeleng, tangannya kembali menghapus air mata Aretha. "Jangan bilang makasih."

"Terus?" Aretha menghentikan tangisannya. Air matanya terus saja keluar ketika mengingat kejadian tadi disekolah. Namun, dengan kedatangan Alka kekamarnya mampu membuat air matanya berhenti dan berujung dengan tersenyum dan terkekeh. Alka yang cerewet mampu menghiburnya.

Alka nampak berpikir, tangannya yang menganggur tidak mengendong anak ayam mengetuk dagunya, berpikir. "Emmmm... Ohhhh, ini, terima ini. Alka kasih buat kakak Aretha." Alka memberikan keranjang bambu yang didalamnya terdapat tiga anak ayam yang warnanya berbeda-beda. Merah muda, biru dan hijau.

"Alka ternak anak ayam dirumah, banyakkkkkkkkk banget. Sekarang udah besar-besar sebentar lagi mau ayah jual, dan nanti beli lagi yang kecil-kecil. Ini anak ayam yang tadi ibunya lahirin, tadinya warnanya kuning tapi Alka gambar sama Abang Bayung, hehehehe." Tanpa diminta anak itu menceritakannya, dengan binaran wajah juga keantusiasan. Aretha mengangguk mengerti.

"Kakak terima ya, makasih Alka."

"Sama-sama kakak Aretha, kakak ipar cantiknya Alka." Aretha tertawa kecil, menular pada Alka.

"Kakak tahu gak?"

"Apa?"

"Dibanding bang Agam sama Alka uangnya banyakan punya Alka."

"Oh, ya?"

Alka mengangguk.

"Abang pengangguran sedangkan Alka bos peternak ayam! Alka setiap hari dapet uang dari penjualan telor ayam, bunda sama ayah pembelinya kadang sama mang Cecep suka dijual ke pasar. Alka udah beli sepeda tauuu pake uang Alka sendiri!! Beliin Abang Bayung komik, sama beliin bunda photocard ensiti!" Aretha membulatkan mulutnya, bertepuk tangan heboh.

kesalahan | Agam [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang