24. Menyesal?

68 17 1
                                    

Jam delapan upacara bendera sudah selesai, Aretha bersama Frida berjalan beriringan bergandengan tangan. Dibuka topi sekolah keduanya dan di jinjing.

"Panas banget ya cuacanya? Terik lagi, sampai banjir keringet gue. Kaki pegel pegel sampai kesemutan." Frida mengipas ngipasi wajahnya dengan topi.

Aretha terkekeh, memang, cuacanya pagi ini sangat cerah mataharinya juga memantulkan cahaya dengan sempurna tanpa tertutupi awan, langit biru tanpa ada gumpalan awan yang tersangkut di langit biru itu. Indah. "Pak Anwar juga, kalau ngasih wejangan selalu panjang lebar kali tinggi yang di omongin pasti itu-itu aja, kalau gak kedisiplinan ya ngomongin murid murid yang melanggar aturan."

"Turun temurun dari zaman dulu kali, Frid. Setiap sekolah juga kalau upacara bagian amanat ya pasti yang diomongin gak jauh beda."

"Ahhh, pasti enak kalau gak ada upacara di dunia ini."

"Kalau kamu mau upacara gak ada di dunia, berarti kamu gak menghargai jasa-jasa para pahlawan yang udah bertaruh nyawa demi memerdekakan bangsa kita."

Frida menggeleng, "enggak! Ya elah, tadi cuman berandai, Ta!" Frida mencibikan bibirnya, "Lo, mah, gak bisa diajak bercanda!!"

"Itu juga aku bercanda tauuu."

"Nada bicaranya gak sesuai!!"

Aretha terkekeh. Masuklah keduanya ke kelas, tidak menunggu lama bell masuk berbunyi, guru matematika masuk dan memberikan materi. Bom, otak mereka seperti ingin meledak. Setelah berdiri dibawah teriknya matahari kurang lebih satu jam setelahnya langsung disuguhkan dengan materi matematika, angka yang berjajar. Diibaratkan, meledak sudah otak mereka, ngebul.

....

Dibawah meja kantin dengan ukuran persegi panjang dibawah sana beberapa pasang kaki saling menyenggol satu sama lain. Mata mereka menyorot saling bertanya lewat gerak gerik.

"Bisa diem?!" Nio membuka suara, jengah dengan kelakuan teman-temannya. Cowok dengan suasana hati yang memburuk itu bangkit dari duduknya membanting sendok yang tadi dia pakai untuk makan.

Nio pergi menyisakan teman-teman yang merasa bersalah. "Udah biarin, jangan diganggu." Tegur Agam saat Andre akan berdiri.

Andre duduk lagi, "kenapa, ya? Gak kaya biasanya dia kaya gitu. Apa ada masalah?"

"Dari raut mukanya kayak ada masalah. Lo pada ngerasa aneh gak, sih? Gue sih iya." Kata Agung.

"Mungkin banyak pikirin atau ada yang nganggu pikirannya, biarin dulu aja." Ujar Alan dengan dewasa juga bijak.

Semuanya menganga dengan ucapan Alan, seperkian detik selanjutnya bertepuk tangan heboh. Si bontot sudah dewasa.

...

Jam istirahat bisa diperkirakan kurang lebih seperapat jam lagi. Dikalidor sekolah Agam berjalan dengan langkah lebarnya membawa kantung keresek yang didalamnya terdapat roti juga dua susu kotak rasa strawberry.

Agam dan Aretha satu kelas, didepan kelasnya ramai orang yang sedang berkumpul entah sedang apa. Agam tidak memperdulikannya. Ia masuk kedalam ingin segera memberikan apa yang dibawanya pada Aretha, Agam takut Aretha belum belum mengisi perutnya lagi setelah sarapan tadi, karena Agam tidak melihat Aretha dikantin tadi. Hanya melihat Frida dengan siswi yang Agam tidak kenal siapa, sepertinya murid dari kelas lain.

Masuk kedalam kelas, langkah Agam otomatis terhenti saat melihat meja tujuannya sudah diisi gelak tawa. Disana Aretha tertawa menepuk-nepuk pundak Raja dengan Raja terkekeh tidak menangkis tepukan tangan Aretha yang sedikit bertenaga. Agam tergugu ditempat. Entah apa rasa yang ada didadanya ini, namun rasanya sangat aneh dan membuat tubuhnya bereaksi tidak enak. Ada yang menghantam dadanya.

kesalahan | Agam [On Going]Where stories live. Discover now