"Maksudmu Hidan?"

"Aku tidak tahu siapa namanya, tapi yang pasti, ..." Naruto menggenggam jemari Hinata dan meletakkan ke pipi kirinya setelah memberi satu kecupan pada punggung tangan. "... jangan terlalu dekat, hm?"

"Kenapa? Kau cemburu?"

Sesaat, Naruto mendengus. "Apakah salah jika aku cemburu bila kekasihku berdekatan dengan lelaki lain?"

Semu di wajah Hinata menjadi semakin pekat, tetapi, sadar bila waktu dan keadaan tak memadai, ia tarik diri agar menjauh lalu mengerucutkan bibir seolah sedang sebal.

"Naruto, pelankan suaramu. Jangan menampakkannya."

Senyuman Naruto sedikit bergetar dan memudar, tetapi, dialihkan dengan kembali meraih tangan sang gadis secara cepat dan membawanya pada satu tempat yang terasa cukup baik untuk pandangan lensa matanya.

Hinata dibuat bingung untuk kedua kali. "Ada apa?"

"Ada satu hal lagi yang ingin kuminta." Naruto menunjukkan sebuah kamera yang mengalung pada lehernya. "Biarkan aku mendapat satu fotomu."

"Apa? Tidak mau! Aku tidak suka difoto."

Baru saja hendak melarikan diri, lengannya sudah ditangkap dan memaksa ia untuk kembali berdiri pada posisi semula. Hinata terkejut saat satu kecupan mendarat pada bibirnya.

"Lakukan, jika kau tak ingin aku menciummu untuk kedua kali."

Naruto tahu jika taktiknya akan berhasil, terbukti dari Hinata yang terlihat mengomel kecil dan tetap berdiri diam pada posisi.

"Lihat kemari, Hinata."

Wajah yang sempat menoleh ke sisi lain, diputar kecil guna tertuju pada letak di mana sang pemuda berdiri dan mengarahkan kamera--hendak mengambil satu gambar.

"Jangan cemberut seperti itu. Tersenyumlah. Lihat!" Naruto tertawa renyah saat melihat satu foto yang terambil dan memperlihatkan Hinata dalam keadaan setengah berkedip. "Ini buruk sekali. Bergayalah yang benar."

"Hapus yang itu!"

"Makanya, tersenyum agar yang selanjutnya tidak jelek lagi," masih dengan kekehan kecilnya, Naruto tetap memaksa.

Lelah, Hinata menyerah. Melawan Naruto memang semustahil melelehkan batu.

Alhasil, dengan gerak-gerik yang masih malu-malu, Hinata menatap lurus pada lensa kamera yang kembali diarahkan.

Saat hembusan angin bertiup menemani langit biru dan cahaya cerah, Hinata tersenyum manis bersama helaian rambut yang melambai lembut.

Satu potret berhasil terambil. Kamera diturunkan secara perlahan agar tak lagi menghalangi pandangan. Senyuman Naruto mengembang tulus ketika menatap Hinata secara langsung. Hatinya begitu bergejolak.

"Aku mencintaimu, Hinata."

.

.

.

"Naruto, Ibu ada kabar gembira untukmu!"

"Kabar gembira?"

"Apa kau masih berminat untuk masuk tim voli nasional?"

"Memangnya, kenapa?"

"Begini, Nick pernah merekomendasikanmu untuk masuk ke tim nasional."

"Apa?!"

"Dia memiliki kenalan di sana. Orang itu sudah menghubungi Nick, dan berkata jika mereka akan memasukkanmu!"

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now