25. Si Gadis Cantik

171 9 0
                                    

H-2

Riiiiingggg....

Alarm ponselnya berdering, berarti sekarang sudah jam 5 dini hari. Ia menerjapkan matanya beberapa kali, menyesuaikan cahaya matahari yang masuk tanpa permisi ke kornea matanya.

Rasanya lega sekali dapat beristirahat dengan tenang semalaman setelah 2 hari penuh ia tidak bisa tidur sama sekali. Kepalanya terasa lebih enteng dan tidak terlalu sakit seperti hari-hari kemarin. Syukurlah!

Seperti saran dari dokter Wisnu kemarin, ia harus beristirahat  setidaknya 1-2 hari penuh untuk bisa memulihkan tenaganya, walau tidak 100%. Meski begitu, ia tetap memikirkan pekerjaan rumah dan tugas-tugas sekolah yang menumpuk selama ia dirawat. Apalagi, besok ia sudah harus berangkat guna mempersiapkan lomba dipusat kota.

Waktu terus berjalan, begitu pula roda kehidupan yang terus berputar, tidak ada kata berhenti untuk sekedar bersantai. Inilah alasannya ia tak suka terlalu lama dirumah sakit.

Banyak hal yang harus ia lakukan sekarang ini, tapi tentu ia tak akan melakukan hal yang nantinya bisa membuat kondisi tubuhnya kembali drop.

Kemarin ia sempat berniat untuk mengundurkan diri saja, namun jika dipikir-pikir lagi, perlombaan ini adalah kesempatan emas. Jangan sampai ia melewatkan hal ini! Apalagi ia sudah menjadi langganan perwakilan sekolah saat ada perlombaan akedemik seperti ini.

Yah, setidaknya ia harus makan hari ini untuk mengembalikan energinya. Sudah lama ia meninggalkan sarapan pagi.

Klek!

Pintu kamar terbuka cukup lebar, menampilkan seorang gadis remaja pendek dengan nampan berisi sebuah mangkuk serta segelas susu ditangan kanannya. Dan jangan lupakan apron yang masih melekat ditubuhnya.

"Loh? Dah bangun lo?" Naila melangkah menghampirinya, dan meletakkan nampan itu diatas nakas sebelah ranjangnya.

"Udah baikan?" Naila duduk ditepian ranjang, lalu menempelkan punggung tangannya pada kening Gafi. Tidak panas dan tidak terlalu dingin, yaa sepertinya sudah normal.

Ia merasa gugup lalu segera menarik punggung tangannya, saat melihat Gafi yang menatap netranya tanpa berkedip sekalipun, iapun mengalihkan pandangannya kearah lain. "G-gue tinggal dulu ya? Dah sarapan dulu sana!" Ucapnya gugup lalu bangkit dan melangkah hendak keluar dari kamar.

"Naila!" Ia terpenjat kaget, diam terpaku diambang pintu saat Gafi memanggilnya. "Kenapa?" Tanyanya tanpa menoleh. "Lo mau balik sekarang?"

Naila menoleh, lalu memangguk dan tersenyum kecil. Sedikit menyingkap apron yang ia kenakan, menunjukkan seragam OSIS SMA yang ia kenakan. "Gue mau berangkat"

Gafi ber"O"ria lalu tersenyum.

"Hati-hati, Nai" Ia melambaikan tangannya, yang dibalas dengan lambaian tangan Naila. Pintu tertutup, tak lama setelah itu terdengar suara kendaraan bermotor yang berderu dari halaman depan rumahnya.

Yahh, Naila telah pergi, jadi ia kembali sendirian disini. Ia melirik nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu yang ada dinakas, sepertinya ia hanya akan meminum segelas susu itu. Terlalu banyak memakan makanan rumah sakit membuat selera makannya bertambah buruk.

Glek!

Setelah ia meminum segelas susu itu hingga tandas tak tersisa, jiwa-jiwa pecicilannya kembali kumat. Ia berpikir, terlalu lama berbaring diatas ranjang hanya akan membuat sekujur tubuhnya pegal. Jadi ia memutuskan untuk, yaahh.. sekedar berkeliling rumah atau menonton televisi mungkin?

Dengan bermodal alat bantu jalan berupa crutch ia mulai melangkahkan kakinya perlahan sambil menjaga keseimbangan. Meski ini lebih merepotkan menurutnya, namun setidaknya ia bisa leluasa berjalan tanpa mengandalkan bersender pada dinding rumah.  

Fight(alone)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang