11. Anak-anak Hebat

204 12 0
                                    

Setelah sejenak menenagkan pikirannya yang kacau, balau ia segera menghampiri Naila yang tentu sudah bosan menunggu nya.

"Ketoilet ato keliling dunia lo!?"

"Hehe, tadi ketemu anak kecil ditinggal mamanya, kasian"

"Dih! Terus lo nggak kasihan sama gue yang rela berdiri berjam-jam sambil nahan malu diliatin orang-orang!"

"I-iya deh, maaf" Ia cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Es krim dua! Sebagai permintaan maaf!"

"Selalu deh kalo elo" Setelah keduanya selesai membayar dan membeli es krim, mobil masih lanjut melaju kesuatu tempat.

"Kemana lagi?"

"Udah ikut aja, Nai!"

..

Mobil terhenti disebuah pekarangan luas yang indah dan asri, didepan mereka terdapat sebuah bangunan besar bertuliskan "Rumah Sakit Kanker Anak"

"Ngapain?" Tanya Naila penasaran.

"Jenguk anak-anak hebat yang berjuang disini" Netranya menatap sendu kearah taman, yang terdapat beberapa anak kecil berkursi roda bermain bersama dengan para perawat.

Saat keluar dari mobil, mereka berdua langsung disambut hangat oleh para anak-anak, terlebih Gafi.

"Yeey! Kakak datang!"

"Kak! Ayo main bareng, kak!"

"Kak! Kata dokter aku sebentar lagi sembuh loh!"

Beberapa anak mengerumuninya, ada juga yang menarik lengan dan bajunya saking hebohnya.

"Anak-anak! Ayo masuk, tunggu kak Faz didalam ya!"

"Siap, dok!" Anak-anak itu kemudian berhamburan masuk kedalam, menyisakan Gafi, Naila dan dokter tadi.

"Gafi? Udah lama kamu nggak main, kemana aja kamu, hm?" Ucapnya sambil memeluk hangat Gafi.

"Yaahh.. ada masalah dikit lah, biasa anak laki-laki"

"Oiya, itu siapa? Pacar kamu?" Ia mengurai pelukannya.

"E-eh!?" Sontak keduanya langung mengalihkan pandangan.

"Ih, jangan gitu dong, Ma! Temen loh!"

"Ng-nggak kok, dok! I-iya, cuma temen sekolah"

"Hehe, yaudah ayuk masuk!"

Gafi memangguk, lalu mengeluarkan mainan yang tadi ia beli dengan dibantu Naila dan beberapa security yang berjaga.

"Assalamualaikum! Hai! Kak Faz bawa mainan baru loh!" Ucapnya sambil mengangkat, memamerkan mainan yang ia beli tadi.

Mereka semua mengambil secara urut dan tertib, tidak ada yang berebutan, jika salah satu ada yang ingin permainan yang sama maka mereka akan berbagi/bermain bersama. Lucu!

"Oit! Kok lo disini dipanggil Faz? Aneh tau!" Bisik Naila, kemudian ia terkekeh singkat.

"Kenapa? Lucu,kan? Kalo anak kecil emang gue suruh panggil pake nama Fazal biar keliatan lebih dewasa gue" Gafi menaik turunkan alisnya membuat Naila bergidik geli.

"Nai! Ikut main yok! Bareng anak-anak"

"Iihh, lo taukan kalo gue orangnya kak--"

Terlambat, tangannya lekas dicekal Gafi lalu diseret diantara kerumunan anak yang sedang bermain, ia memperkenalkan Naila yang langsung disambut dengan jabat tangan anak-anak tersebut.

"Kiya? Hihihi, bagus juga loh"

"Biar sama kayak lo"

"Sama apanya?"

"Sama-sama aneh!"

Setelah itu, keduanya bermain bersama menghabiskan waktu dengan bebincang dan saling berbagi cerita.

Saat anak-anak sedang bermain ria dengan Gafi. Naila iseng melirik kearah bangu taman, dan disana ada seorang gadis dengan gaun ungu duduk manis memandangi bunga-bunga kecil didepannya.

Karena penasaran ia melangkah menghampiri gadis tersebut. "Hai! Nama kamu siapa?"

"Raya, kakak ini temennya kak Faz, kan?"

"Iya, panggil aja kak Kiya, hmm? Kok kamu sendirian disini sih? Nggak ikut gabung sama temen-temen?"

Raya menggeleng lalu menatap Naila menunjukkan senyum diatas bibir pucatnya, "Sebentar lagi giliran Raya kemoterapi, jadi gugup deh! Biar lebih tenang Raya biasa duduk ditaman sambil liat bunga"

Menyebutkan kata "kemoterapi" jiwa kekepoan Naila mulai kumat lagi.

"Raya, rasanya kemoterapi itu gimana sih?" Tanya Naila.

"Sakit banget pastinya kak! Apalagi nanti efek sampingnya juga luar biasa, sampai mual muntah terus beberapa minggu!"

Naila meringis ngilu mendengarnya, tapi jiwa penasarannya makin bergejolak untuk mengorek lebih dalam tentang pengobatan itu.

"Terus, apalagi?"

"Beda-beda efek sampingnya, tapi yang aku rasain biasanya lemes, nggak nafsu makan, nyeri, sesak nafas, masih banyak lagi deh"

"Yang paling menyakitkan?"

"Hmmm, rambutku rontok? yaa,, bukan sakit fisik kak! Tapi kayak sakit hati gitu lah, kehilangan mahkotaku yang berharga" Ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Raya, jangan nangis! Kata dokter kan sebentar lagi kamu sembuh! Nanti rambut kamu bisa tumbuh lagi deh!"

"Hehe, bener kata kak kiya! Sebentar lagi aku sembuh!! Nggak sabar deh punya rambut baru lagi!"

Kemudian keduanya tertawa bersama, dan menghabiskan waktu dengan anak-anak lain untuk bermain dan bertukar cerita.

Tak terasa hari mulai petang, sudah saatnya Gafi dan Naila untuk pulang.

Selama diperjalanan keduanya terdiam, hanyut dalam pikirannya masing masing. Gafi sedikit melirik lengan Naila karena merasa ada benda asing disana.

"Gelang dari siapa?"

Naila menoleh, lalu tersenyum singkat melirik gelang merah muda yang ia kenakan. "Dari Raya"

Gafi hanya ber"O"ria mendengar jawaban Naila. "Oiya! Katanya Raya bentar lagi sembuh? Itu serius?" Sambungnya lagi.

Matanya berbinar menunggu jawaban dari Gafi. "Nggak itu cuma bohongan"

Raut wajahnya berubah menjadi murung. "Kok gitu sih?"

"Kanker yang ia derita sudah stadium akhir, kecil kemungkinan dia bakal sembuh total"

"Berarti semua pengobatan yang dia jalanin sia-sia dong"

"Entahlah, kita manusia cuma bisa berdoa, usaha, dan hasilnya tuhan yang nentuin, nyatanya dari pengobatan itu dia bisa bertahan hidup sampai 3 tahun, tapi tuhan lebih tau yang terbaik untuk Raya"

"Kanker yang dia derita, namanya apa?"

"Kalo nggak salah sih, leukemia mielositik akut sama kayak gu--"

Deg!

Hampir saja ia keceplosan, segera ia kembali fokus menyetir mengabaikan raut muka Naila yang menaruh curiga padanya. "Sama kayak siapa?"

Gafi berdehem mencoba menetralkan suaranya yang gugup. "Siapa Gaf?" Desak Naila sambil terus menatap tajam kearahnya.

"Nai, mau makan malem sekalian nggak?" Dalam hatinya ia berharap segera bisa memancing Naila leluar dari topik tak menyenangkan ini.

"Hm, boleh"

Ia bernafas lega ketika Naila tak memperdebatkan masalah itu lagi.

"Mau makan apa?"

"Terserah"

"Soto, mau?"

"Nggak deh"

"Lah terus apa?"

"Terserah!"

Bersambung...

Fight(alone)Where stories live. Discover now