"Acaranya kapan?"

"Tanggal 7 minggu ini,"

"Oke, gue usahain bakal datang."

"Gue tunggu kedatangan lo. Yaudah gue tutup dulu ya, gue masih ada urusan."

"Oke, Bye."

"Bye, Rin."

Zarin menyimpan ponselnya kembali dinakas. Ia kembali memejamkan mata merasakan kini sakit kepalanya semakin kentara.

Tiba-tiba suhu tubuhnya kembali naik, Zarin juga merasakan tubuhnya semakin lemas. Bibirnya terlihat semakin pucat juga bergetar. Keringat dingin bercucuran membasahi pelipisnya. Zarin menarik selimutnya sampai sebatas leher. Meringkuk memeluk dirinya saat hawa panas dingin ia rasakan.

Zarin memilih memejamkan mata berharap akan menyelami alam mimpi agar ia tidak terlalu merasakan sakit. Menghubungi Zevan bukan waktu yang tepat sekarang. Zarin tahu jika suaminya itu pasti tengah sibuk.

☁️☁️☁️☁️☁️

Jam terus berputar menunjukkan waktu begitu cepat. Pukul 3 sore Zevan baru bisa menghubungi Zarin. Rasa khawatir yang ia rasakan semenjak diruang meeting tidak mereda sampai sekarang. Pikirannya tidak fokus karena cemas terhadao istrinya itu.

Sudah dering ke 5 namun Zarin tidak kunjung mengangkat telepon nya. Berkali-kali Zevan menghembuskan nafas kasar saat istrinya lagu-lagi tidak menjawab. Rasa khawatir kian menjadi membuatnya tidak bisa duduk dengan tenang.

Zevan menoleh saat mendengar suara pintu ruangannya terbuka. Menampilkan asisten pribadinya, Sean. Ditangannya terdapat sebuah tablet yabg berisi semua jadwalnya.

"Apa jadwal saya berikutnya?" Tanya Zevan to the point.

Sean melihat tablet ditangannya sebelum berucap, "Seharusnya 10 menit dari sekarang ada pertemuan dengan Pak Haris untuk membahas proyek yang ada di Bali. Tapi, barusaja asisten beliau menghubungi saya jika mereka memundurkan jadwal dikarenakan Pak Haris ada kepentingan yang lain." Jelas Sean dengan nada sopan.

"Baguslah, saya bisa pulang sekarang." Ucapnya seraya membereskan berkas yang berserakan dimejanya.

"Tapi, Tuan,"

Zevan melirik Sean, "Apa?"

"Jam 4 nanti masih ada rapat dengan para kepala direksi yang sempat tertunda kemarin."

Zevan terdiam sejenak, "Handle terlebih dahulu, istri saya lebih penting sekarang."

Sean bergeming, ingin membantah namun tak kuasa. Membiarkan Zevan keluar ruangan, Sean menghela nafas kasar. Resiko menjadi asisten bos yaaa begitu.

☁️☁️☁️☁️☁️

Zevan memilih mengendarai mobilnya sendiri. Perasaanya mengatakan ada yang tidak beres pada istrinya itu. Zevan merasa Zarin tidak baik-baik saja mengingat terakhir ia melihat wajah Zarin yang seperti mayat hidup.

Tak tanggung-tanggung Zevan berkali-kali menyalip mobil yang menghalangi laju kendaraannya. Mengabaikan keselamatan dirinya sendiri. Dalam pikirannya sekarang adalah, ingin cepat melihat keadaan istrinya.

Hanya butuh waktu 15 menit Zevan sampai di basement apartemen yang ia tinggali. Melangkah dengan kaki lebar, tergesa juga tidak sabaran. Zevan mengetuk-ngetukkan sepatunya pada lantai lift saat menurutnya lift bekerja sangat lambat.

LEORA ZARIN [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum