BAB 42 : MEMBUNUH SIFAT EGOIS

27 11 0
                                    

Dua orang staff wanita berseragam hitam berjalan mendekati sebuah pintu keluar studio bioskop. Pintu studio itu berukuran besar dan posisinya masih tertutup rapat. Kemudian dua staff itu bekerja-sama serempak mengerahkan tenaga menarik gagang pintu agar badan pintu terbuka lebar. Setelah berhasil membuka pintu, kedua staff itu masing-masing menempatkan diri di sudut pintu sembari memasang badan tegap, bersiap menyambut para penonton yang keluar. Di atas pintu, terpampang sebuah plakat raksasa bertuliskan Studio 3 Cineplex Millenia.

Tak lama kemudian, berduyun-duyun para penonton bioskop keluar dari pintu. Nampak dua staff berseragam hitam itu memberikan senyum dan ucapan terima-kasih kepada satu-persatu pengunjung yang melewatinya. Tak terkecuali Anton, Bagas, Sylvia dan Suci juga mendapatkan senyuman manis dan ucapan terima-kasih ketika giliran mereka tiba saat melewati pintu keluar studio.

Keempat pasangan kekasih itu kompak memutuskan berjalan menuju ke toilet umum sekeluarnya dari area studio. Dalam perjalanan Anton menguap panjang lebar. Lalu Suci yang tidak suka dengan tabiat Anton itu langsung menyikut pinggang Anton.

"Aduh!" Seru Anton pelan sembari menoleh ke Suci dan dirinya langsung disuguhi wajah galak kekasihnya.

"Iya ... iya, maaf yank, aku kelepasan." Anton meminta maaf dengan menyesal menyadari tabiat buruknya.

"Kuk bisa – bisanya sih kamu ketiduran selama filmnya diputar yank?" Suci mendengus di hadapan Anton.

"E ... kalau itu, mungkin gegara aku kekenyangan makan banyak di-rumah sebelum kita berangkat tadi hehe, jadi efeknya aku terbius ngantuk waktu di dalam studio tadi," jawab Anton seraya menggaruki kepalanya.

"Dengkuranmu itu loh keras banget tau nggak sih yank. Bener-benar ganggu konsentrasiku saat menonton. "Desah Suci. 

"Padahal waktu adegan sedih-sedihnya di film, kulihat banyak yang nangis, namun aku jadinya gak dapet emosi itu gegara dengkuranmu."

"Hadeh ..., " Anton hanya bisa bergumam seraya menundukkan kepala ketika berjalan.

"Sama aja, kelakuan mas Bagas juga nyebelin!" Tiba-tiba Sylvia ikut menyahut di tengah obrolan Anton dan Suci.

"Eh ... nyebelin gimana?" Suci berpaling ke-arah Sylvia dan Bagas yang persis berjalan sejajar di sebelahnya.

"Itu ... tuh, mas Bagas malah nangis pas adegan menye-menye di filmnya tadi." Terang Sylvia. " Padahal kan kebanyakan yang terisak di studio kaum cewek."

"Loh, bang Bagas beneran nangis tadi pas di dalam studio saat adegan si tokoh wanita meninggal di rumah sakit?" Suci mendongakkan kepalanya ke atas untuk menyesuaikan pandangan terhadap tinggi badan Bagas yang jangkung.

"Eh ... I ... iya sih." Bagas lalu menirukan gerakan Anton beberapa saat yang lalu yakni menggaruki kepalanya sembari menunduk digelayuti beban rasa malu karena sebagai lelaki rasanya terlalu cengeng jika menangis hanya karena menonton adegan sedih di film.

"Aaaa ... mas Bagas malah bisa dapet moment emosionalnya. Akunya enggak," Ungkap Suci dengan perasaan kecewa.

"Badan athletis dan tinggi doang, tapi cengeng." Sindir Sylvia dengan lirikan ke-arah Bagas.

"Bu ... bukan begitu beb." Bagas mencoba menjelaskan. "Emang filmnya aja tanpa terduga bisa menyatu dengan mood-ku pas nonton tadi."

"Huh, masak sih, biasanya juga sukanya film action! Dan paling susah jika meresapi drama!" Sylvia memalingkan wajah dengan ekspresi kecut. 

Padahal sebenarnya Sylvia tak ingin meledek kekasihnya itu. Awalnya Sylvia berharap ketika di dalam kegelapan ruangan studio, dia bisa melakukan hal romantis dengan Bagas. Tetapi tanpa diduga, Bagas malah terbius oleh jalan cerita filmnya seakan melupakan keberadaannya. Oleh sebab itu Sylvia meluapkan kekesalannya kepada Bagas karena tujuannya tak terwujud.

SURAT CINTA PERTAMAKUWo Geschichten leben. Entdecke jetzt