BAB 33 : KADO YANG SERUPA

16 12 0
                                    

Disaat Bagas, Anton dan Gizel sibuk membuka satu per-satu kado ulang tahun—teman sekelas yang menonton kesibukan mereka bertiga lantas turut membantu. Gizel sangat berterima-kasih, bantuan tenaga dari teman-teman sekelas setidaknya membuat pekerjaan ini lebih cepat kelar mengingat jam masuk sekolah tidaklah lama lagi. Kini, seluruh penghuni kelas IPS-2 bergotong-royong membongkar kado-kado milik Gizel.

Berhubung banyaknya kado yang diterima, maka Gizel memutuskan untuk bermurah hati di hari ulang tahunnya. Sebagian besar hadiah yang menurutnya tidak dibutuhkan, secara cuma - cuma Gizel bagikan kepada teman sekelas jika ada yang berminat.

"Beneran hadiah ini buat aku Gizel!?" Ucap Mawar teman sekelas Gizel meminta kepastian.

Mawar mempertontonkan parfum yang dia pegang ke-arah rah Gizel. "Ini parfum mahal loh!"

"Gak papa kuk, ambil aja Mawar. Siapa tahu cowokmu lebih lengket pas kamu pakai tuh parfum." Ujar Gizel.

"Waahhh, ada-ada aja kamu mah. Aku belum punya cowok loh." Jelas Mawar.

"Ya kali, siapa tahu malah pada terpikat cowok-cowok di luar sana pas kamu pakai tuh parfum." canda Gizel.

"He he he, terserahlah kamu mau bilang apa. Makasih banyak yoo." Mawar terlihat senang.

"Sama-sama." Ucap Gizel.

"Gizel! Gizel! Gizel!" Tiba-tiba sebuah seruan berisik tertuju kepada Gizel dari arah belakang tubuhnya.

Gizel menoleh ke sumber suara, mendapati Ayunda yang kini tengah sumringah menunjukkan buku jurnal bersampul kulit kepadanya.

"Kalau ini, tidak apa-apa kan jika aku memilikinya?" Wajah Ayunda menunjukkan mimik merajuk.

"Kamu menulis diary?" Gizel penasaran.

"He he iya, kebetulan jurnal lamaku sudah mau penuh." Jawab Ayunda diikuti raut penuh harap.

"Oke, oke, ambil saja itu buku jurnal gak papa kuk." Gizel mengizinkan.

"Makasih Gizel!" Ayunda mendekap buku itu erat-erat seolah tidak boleh ada orang lain yang menyentuhnya.

"Gizel!" Seruan kembali terdengar. Kali ini berasal dari Puput yang tiba-tiba menepuk keras pundak Gizel dari belakang, hal itu membuat Gizel jantungan setengah mati.

"Eh ... iya Put!" Gizel merespon memandangi Puput dengan tergelak hebat.

"Ini!" Puput menunjukkan sebuah novel yang sedang naik daun.

"Bagaimana, boleh aku memilikinya? Rencana aku mau membeli novel ini minggu kemarin bertepatan dengan launching-nya, tetapi batal karena ibuku melarang." Kata Puput seraya membolak-balik halaman depan.

"Kata ibuku sih jika aku beli novel ini bakal mengganggu proses belajar menjelang ujian nasional yang sudah didepan mata. Padahal niatku membelinya karena tidak ingin kehabisan cetakan pertama yang di pasaran saat ini ketersediaannya udah ludes hanya dalam kurun waktu 3 hari setelah release. Soal membaca kan sebetulnya bisa ditunda setelah ujian, namun ... kehabisan edisi perdana yang bertanda-tangan asli penulisnya, rasanya gimana gitu! " Puput dengan gamblang menjelaskan disertai ekspresi kecewa, seolah bingung ingin dilampiaskan kepada siapa kekesalannya akibat larangan membeli novel dari ibunya.

Puput terus memandangi kado hadiah novel edisi pertama bertanda tangan sang penulis yang dipegangnya. Serasa benda itu adalah sesuatu yang berharga baginya.

"Ohhh, begitu!" Gizel memahami permasalahan Puput. "Bawa aja gih, lagian aku tuh tipe orang yang bakalan tertidur membaca jenis buku apapun padahal lum sampai 25 halaman, hehe."

"Makasih banyak!" Puput merasa terharu dan mendekap Gizel.

Ya ampun! Gizel terperanjat, tubuhnya terasa seperti dililit menerima pelukan Puput. Dirinya tak menyangka hanya sekedar membagikan kado-kado yang tak dia butuhkan kepada teman sekelas saja bisa se-emosinal ini.

SURAT CINTA PERTAMAKUWhere stories live. Discover now