BAB 20 : BIMBINGAN BELAJAR

19 12 0
                                    

Kedua kelopak mata Raffi terbuka secara perlahan. Lalu pandangannya menangkap kemilau cahaya. Segalanya seketika terlihat berwarna putih. Dia lantas menggulingkan tubuhnya ke samping kasur, menghindari sengatan terik sinar matahari yang masuk menerobos jendela kamar dan menerjang tepat ke arah wajahnya. Kemudian dia beranjak duduk di tepian kasur seraya merileks-kan persendian tangan dan kaki.

Sebenarnya Raffi sudah bangun tadi pagi. Dia malah sudah mengerjakan pekerjaan rumah rutinnya setiap akhir pekan yakni menyapu dan mengepel lantai. Lantas seusai bersih-bersih rumah, Raffi sekedar rebahan di kasur sembari browsing materi akuntansi kelas 10 lewat ponselnya. Ada beberapa materi awal akuntansi yang dia agak lupa, sehingga Raffi ingin mengingatnya kembali. Hal itu bertujuan agar tidak menimbulkan kendala ketika mengajari Gizel nanti. Rencana Gizel akan belajar akuntansi di rumahnya hari ini. Namun, di tengah asyik ber-browsing ria, dirinya malah bablas ketiduran.

Saat ini kelopak mata Raffi memang masih terasa lengket sebangun tidur. Sesekali dia menguap panjang. Namun dia harus berjuang melawan rasa kantuk dan malasnya. Raffi lantas mendongak ke atas, mendapati jam dinding menunjukkan pukul sebelas siang.

Sekarang sudah jam 11. Apa Gizel tidak jadi datang kemari ya? Seharusnya Aira membangunkanku jika Gizel tiba. Raffi teringat dia ada janji belajar dengan Gizel pukul 10 pagi.

Raffi meraih ponselnya, ingin mengecek apakah Gizel mengabarinya suatu hal yang menyebabkan batal untuk belajar bersama hari ini. Sayangnya baterai ponsel Raffi kosong, dia hanya melihat cerminan wajahnya sendiri pada layar hitam ponselnya.

Sialan, baterainya habis.

Raffi keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Dia ingat kemarin malam menggeletakkan pengisi daya ponselnya di meja depan televisi. Lalu ketika tiba disana, dia mendapati Aira sedang menonton televisi sembari asyik menikmati es krim diamond.

"Dapat es krim darimana?" Tanya Raffi.

"Dari mbak Gizel lah mas. Mau dari siapa lagi coba?" Jawab Aira.

Ekspresi Raffi bingung. Jika Gizel sudah datang kenapa Aira tidak membangunkannya?

"Lalu di mana Gizel sekarang?"

Aira mengisyaratkan bahasa tubuh ke arah ruang tamu. Setelah itu Raffi menyibak kain gorden dan mendapati Gizel tengah tidur pulas di sofa.

Ya ampun, pasti gara-gara Gizel sungkan membangunkanku, akhirnya dia juga jadi ikut terlelap.

Raffi menggaruk rambutnya seraya mengernyitkan dahi. Dia bimbang jika ingin membangunkan Gizel.

Kalau dibangunkan secara paksa malah kesannya mengganggu. Tetapi kalau dibiarkan—jam belajar bakal terbuang sia-sia—padahal sekarang pun sisa waktu juga sudah terpangkas oleh keteledoran diriku yang ketiduran. Ya sudahlah, aku coba bangunkan.

Raffi perlahan mendekati Gizel. Dia menyentuh telapak kaki gadis itu dan menggoyangkannya dengan pelan.

"Gi ... Gizel, ayo bangun. Hei...?!"

Usahanya tak membuahkan hasil.

Lalu Raffi memajukan tubuhnya sedikit, kini dia menggoyangkan pundak Gizel.

"Ayooo ... bangun. Kita mulai belajarnya...?"

Usaha kali ini juga tak ada pengaruhnya.

Ternyata, susah juga anak ini bangunnya. Keluh Raffi.

Mau tak mau Raffi harus merendahkan tubuhnya lebih dekat ke posisi Gizel. Dia jadi gugup jika harus sedekat ini dengan lawan jenis. Kini jarak mukanya hanya terpaut 30 centimeter dari wajah Gizel. Raffi ingin berteriak di kuping Gizel. Barangkali cara itu ampuh untuk membangunkannya.

SURAT CINTA PERTAMAKUWhere stories live. Discover now