Hinata terkejut. "Apa?!"

Suran membalas dengan nada heran. "Kenapa? Katamu merasa tak enak hati, 'kan?"

"Aku tidak bersungguh-sungguh. Jangan cabut izinmu!"

Suran mendengus. "Lalu, pada siapa lagi kau akan mengajar kali ini?"

Perlahan, ekspresi Hinata menjadi suram. Untung saja Suran tak menyadari, hingga Hinata segera berpaling dan berpura-pura melanjutkan jahitan kain di dekatnya.

Hinata menimang jawaban. Rasanya, ia tak ingin Suran tahu jika dirinya akan mengajar anak Naruto. Tetapi, di satu bagian, Hinata menjadi sedikit penasaran. Suran telah mengenal Naruto cukup lama semenjak mereka berada di bangku perkuliahan. Bisa saja ada hal-hal tertentu yang Suran ketahui mengenai--

Hinata tertegun. Untuk apa dia memikirkan hal ini? Untuk apa ia merasa penasaran dengan kehidupan Naruto selepas perpisahan mereka? Ini tak ada hubungan sama sekali dengannya.

Benar-benar pemikiran yang bodoh!

"Hanya seseorang yang dikenalkan oleh teman seprofesiku. Sebenarnya, ini adalah bagiannya, tapi, dia memintaku menggantikan, karena ada urusan penting yang harus dia lakukan."

"Humm ... aku mengerti."

Suran mengalihkan tatapan ke arah lain ketika melihat Hinata menggapai ponsel miliknya.

Alis Hinata menekuk. Ada nomor baru yang mengirimi pesan secara tiba-tiba.

Nomor xxxxxx
[ Maaf, aku mengirimimu pesan. Aku hanya berharap kita bisa saling menyimpan kontak, agar semisal ada hal-hal tertentu yang menyangkut kegiatan les Erika, kita dapat memberi kabar satu sama lain.

Naruto. ]

Tarikan pelan Hinata perbuat untuk meraup udara sebanyak yang ia bisa. Aneh saja, hanya sederet perkataan yang Naruto beri lewat pesan sederhana sudah membuat perasaannya tak menentu. Hinata pun tak mengerti rasa apa ini.

.

.

.

Hari pertama Hinata akan melakukan pekerjaannya untuk membimbing Erika dalam kegiatan les.

Seperti apa yang Naruto sampaikan beberapa waktu lalu, selesai bersekolah, Erika akan langsung pulang ke rumah untuk menunggu jam les yang Hinata laksana.

Ada gugup yang Hinata rasakan. Membayangkan akan kembali bertemu dengan Naruto seperti saat ini, benar-benar membuat jantungnya menghadirkan debaran mengganggu. Hinata akui dirinya tak pernah siap, namun, demi mengemban kewajiban serta janji yang telah terlanjur dibuat bersama Matsuri, mau tak mau, Hinata harus menekatkan diri menekan bel di sisi pintu.

Terdengar suara seseorang dari dalam. Ketika pintu terbuka, tanpa sadar, Hinata menghela napas lega saat yang menyambutnya adalah seorang wanita yang bekerja di rumah.

"Silahkan masuk," sopan sekali, Hinata ditawari masuk. Rumah cukup besar di hadapannya terlihat kosong tanpa kehadiran siapa pun.

"Akan saya panggilkan Nona Erika." Raga tersebut menjauh setelah meminta Hinata untuk mengambil tempat duduk dan bersedia menunggu.

Sesekali, Hinata sengaja menggulir indra pengelihatan. Rumah ini tak diisi oleh dekorasi ataupun perabot mahal yang berlebihan.

Sengaja, Hinata arahkan lirikan pada segala sesuatu yang tertempel pada dinding--tepatnya beberapa bingkai potret yang hanya memperlihatkan lukisan-lukisan tanpa adanya foto keluarga atau mungkin foto pribadi.

Ini membuat Hinata sedikit bertanya-tanya. Pasalnya, jika Naruto memang telah berkeluarga, seharusnya, minimal, ada satu foto kebersamaan mereka semua. Tetapi, yang terlihat, tak ada satu pun gambar yang menyatakan hal tersebut.

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now