53

1K 110 4
                                    

✨ Abe

Aku mengantar Ara yang akan berangkat menemui Della bersama dengan Luna ke depan rumah.

Setelah Luna masuk ke dalam mobil diikuti oleh Rakai yang membantunya menutup pintu mobil.

Ara mencekal lenganku dan berbisik "Kamu gak punya rencana untuk culik Rakai kan?"

Aku ingin tertawa sebenarnya tapi aku coba untuk menahannya, aku hanya membalas "Culik? Aku ayahnya kan?" Ara nampak memejamkan mata untuk mengendalikan emosinya.

"Kamu sudah bersamanya 6 tahun ini Ra, terlalu hiperbola kalau kamu bilang aku mau culik dia saat aku cuma mau ajak dia keluar beberapa jam kedepan"

Ara melepas cekalan tangannya padaku kemudian dia hendak masuk ke mobilnya, tapi kali ini aku yang mencekalnya "Gak kasih cium dulu?"

"Jangan gila kamu di depan anak anak!" Dan segera itu dia benar benar masuk ke kursi pengemudi dan aku akhirnya meluapkan tawaku karena gemas akan tingkahnya.

"Bye Abang!" Seru Luna gembira setelah Ara memastikan dia sudah memakai seat beltnya dengan benar.

"Bye" balas Rakai singkat tapi ada senyum tulus disana.

"Jangan bandel ya bang, gak boleh nyusahin om Abe"

Apa dia bilang? Rakai tidak boleh menyusahkan ku? Oh no no no salah satu tujuanku ingin menikah dan memiliki anak adalah untuk disusahkan, bisa bisanya ibu anakku memintanya tidak boleh melakukannya.

"Bye, hati hati" aku sudah berdiri di samping Rakai dan merangkul pundaknya menyaksikan mobil Ara menjauh dari halaman rumah.

______________________________

Baru kemarin aku sampai lagi di Indonesia tapi ternyata saat ini aku sudah menyetir mobilku dengan anak laki laki ku yang duduk di samping.

Aku melirik Rakai yang nampak tenang di kursinya, dia memilih menikmati perjalanan ini dengan melihat keramaian yang diciptakan kendaraan di luar sana.

"Tangan kamu gimana Kai?" Aku berusaha membuka obrolan, tapi dia nampak tidak berkutik dari posisinya.

"Kai?" Aku memanggilnya lagi, dan sampai panggilan ketigaku akhirnya dia menoleh.

"Om panggil aku?"

"Mau siapa lagi?" Tanyaku.

"Panggil aku Kai?" Tanyanya balik dan aku mengangguk.

"Oh kamu biasa dipanggil mama kamu Abang ya?"

"Iya, Kai terdengar asing" tandasnya.

"Mulai sekarang gak akan asing, karena Kai panggilan om ke kamu, kamu punya nama"

Dia menatapku cukup dalam beberapa saat sampai akhirnya dia berkata "Oke, gak masalah"

_______________________

Waktu serasa cepat berlalu ketika kita menghabiskannya dengan orang yang tepat, seperti saat ini, tidak terasa waktu sudah menuju sore saat aku dan Kai berada di gedung tempat usahaku berjalan.

Kai duduk di kursi ruang kerja pribadiku, dia nampak melihat senja yang seolah menyapa dan memberi tanda waktu.

"Ruang kerja om asik! Bisa lihat senja disini"

"Iya dong"

"Tapi om, kok ruang kerja om paling gede?"

"Ehm, soalnya om kerjanya rajin jadi sama bos dikasih ruangan yang paling gede disini"

"Emang iya?"

"Iya, besok kalau ketemu bos nya om tanya deh" Kai menganggukkan kepala.

Sepintas aku teringat adegan seorang pria yang mengelus kepala Ara tempo hari di rumah sakit.

"Oh ya Kai, om dokter yang kemarin ketemu kita di rumah sakit itu siapa?"

"Teman Tante Nia" balasnya.

"Teman mama juga?" Telisik ku dan Rakai mengangguk.

"Om, om, ini beneran om yang gambar?" Rakai menunjuk salah satu frame foto yang bertugas membingkai gambaran karyaku.

"Iya, kenapa?"

"Wow keren" serunya takjub.

"Om mau ajarin Kai gambar gak?" Dia nampak antusias dan saat aku menganggukkan kepala dia langsung memeluk kakiku senang.

Hatiku menghangat, aku tahu ini sedang senja, biasanya hangat mentari yang berpijar menyebar memeluk tubuh kita saat dia akan tenggelam, tapi aku tahu detik ini sumber utama hangat ku adalah pelukan Rakai, pelukan putraku.

Abe  [END]Where stories live. Discover now