Satu Kecupan Bibir

560 42 1
                                    

              Jangan lupa vomennya

                              ****

"Kenapa kejadian kemarin bisa terjadi di sekolah kita ini?" Pertanyaan itu terlontar dari Pak Panji terhadap Alex dan Bara.

"Maaf pak, saya juga tidak tahu darimana orang-orang itu bisa masuk ke dalam sekolah." balas Alex

"Tidak tahu? Apakah jabatan sebagai ketua OSIS hanya lelucon bagi kamu?"

"Dari angkatan OSIS sebelumnya, kamu dan anggota lainnya sangat buruk!" Sambung Pak Panji, sekujur tubuhnya bergetar hebat pertanda bahwa ia sangat marah.

"Maafkan kami pa-"

"Kamu juga Bara, kamu adalah ketua Blasters. Saya sangat berharap kamu bisa menjaga sekolah ini dengan baik. Jika seperti ini jabatan ketua maupun wakil tidak pantas untukmu!"

Wajah Bara seketika pucat mendengarkan perkataan sang kepala sekolah, ini kali ketiga ada yang mengucapkan hal tersebut padanya. Sebelumnya Arga dan Eros juga berkata hal yang sama.

"Baiklah, kalian bisa keluar dari ruangan saya!"

Mereka berdua pergi dari ruangan kepsek dengan wajah tertunduk malu, tugas dan kewajiban yang sekolah berikan tidak bisa mereka emban dengan baik. Hanya penyesalan yang tersisa dari lubuk hati yang paling dalam.

                               ****

"Ehh, dipikir-pikir kok bisa ya. Di kelas kita bisa ada bangkai kucing?"

"Iya tuh, tumbenan banget ada kejadian kek gitu."

"Merinding banget ini bulu gue, ngeliat darah segitu banyaknya."

"Ini pasti gara-gara itu cewek, sebab dia kelas kita jadi kena teror!"

"Iya bener banget, mana pacarnya ketua geng motor lagi."

"Bisa jadi, kedua orangtuanya ada masalah sama rentenir. Jadi mereka neror anaknya juga!"

"Kalau bener kayak gitu, mendingan ayah sama ibunya mati aja!"

Gelak tawa terdengar dari sudut bangku kelas. Kebisingan itu membuat Araya seketika bangkit dari kursi.

"Lo boleh ngehina gue, tapi jangan sesekali lo ngehina ortu!" ujarnya penuh penekanan terhadap siswa-siswi disana, tatapan mata yang tajam dan juga gigi yang bergeretak membuat wajah Araya sangat menakutkan. Ia hampir saja mencekik leher siswi tersebut, namun keempat sahabatnya langsung menariknya keluar kelas.

"Gila lo, Ray. Kalo dia mati gimana!" ucap Felly menarik tangan Araya ke taman.

"Biarin dia juga yang salah, gue gak suka ada yang ngehina kedua orang tua gue!" balas Araya, wajahnya masih memerah seperti tomat. Tiba-tiba dari belakang ada yang mengelus punggungnya dengan halus, tangan itu tidak asing baginya. Ia pun menoleh ke arah belakang dan benar saja itu adalah Bara.

"Kita pergi aja, jangan jadi nyamuk." ujar Leta mengajak ketiga sahabatnya yang lain.

"Tapi gue mau disini, nyari angin!" balas Amalia yang duduk di rumput sambil meminum air dari botol.

"Angin kok dicari, noh sono cari pacar!" timpal Felly dan dibalas tatapan sinis dari Amalia.

"Mau bangun atau gue gendong?" tanya Leta memberikan pilihan.

"Gendong," pilih Amalia dengan wajah puppy eyesnya. Leta ternyata tidak bercanda dengan ucapannya, ia langsung berjongkok di hadapan gadis itu. Lalu Amalia naik ke punggungnya dengan terus meminum air yang berisi sedotan seperti anak kecil. Mereka pun meninggalkan pasangan itu berdua, Araya hanya bisa tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah laku para sahabatnya.

"Gitu kan cantik," pujinya kepada sang pacar.

Araya yang tadi melihat kepergian sahabatnya, kini berubah melihat ke arah  pacarnya.

"Anjing," umpatnya. Siapa yang tidak akan mengumpat jika wajah seseorang secara tiba-tiba sangat dekat dengan wajah kita sendiri, hampir saja bibir mereka saling mengecup.

"Lo mau nyari kesempatan dalam kesempitan, HAH?!" ucap Araya menjauhkan wajah dengan kasar.

"Maksud gua gak kayak gitu, gua cuma mau ngambil ini dari rambut lo." jawab Bara memperlihatkan ulat di tangannya, membuat Araya terkejut.

"Jauhin dari gue, gue geli!"

"Gak mau, tapi kalau lo ngomong baik-baik gua mau."

Dengan terpaksa ia harus menuruti permintaan sang pacar, "Bara ganteng tersayang jauhin uletnya DONG!"

Bara pun langsung membuang ulat tersebut, ia tersenyum puas karena bisa mengerjai pacarnya. Ya itu semata hiburan baginya, setelah mendapatkan perkataan pedas dari kepsek tadi.

"Ngapain lo kesini?" tanya Araya dan kembali duduk di kursi.

"Tadi gua gak sengaja lewat depan kelas 10 MIPA 1, dan ngeliat lo marah-marah. Jadi gua kesini buat nyamperin," ujar Bara menjelaskan.

"Lo pasti pernah berpikir, punya pacar suka marah-marah, suka ngambek, suk-" Sebelum Araya melanjutkan ucapannya, Bara menaruh telunjuk miliknya di bibir pink itu.

"Emang lo cenayang, yang bisa baca pikiran orang? Gua gak pernah mikir kayak gitu, dan gue bersyukur bisa dapet cewek kayak lo. Walaupun terkadang bikin gua kesel, tapi gua sayang banget sama lo. Jadi jangan pernah berpikir kayak gitu lagi, okay?"

Araya terdiam sejenak, jantungnya seperti berhenti berdetak. Ia menelan ludahnya secara kasar, ketika jari telunjuk itu berubah posisi dengan bibir. Satu kecupan itu membuat pipinya memerah.

"Gua juga udah tau misi lo dari Alex, gua bakal bantu nyari dalang dibalik kecelakaan Papa sama Mama. Jadi lo gak usah khawatir lagi!" ucap Bara lalu menaruh kepala Araya di pundaknya.

                             


















Bau-bau mendekati ending ygy?

Tungguin terus ceritanya ya sampai end, terimakasih 😚❤️

Jangan lupa komen serta votenya guys, biar nambah semangat bikin next chapter 🥺❤️    

Bara Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang