Makam & Masalah

512 30 0
                                    

            Jangan lupa vomennya

                               ****

        Hujan yang deras tadi masih meninggalkan jejaknya di antara sela - sela dedaunan serta air yang tergenang di atas tanah membuat keadaan jalan sangat berlumpur. Siapapun yang ingin melewati jalan tersebut, harus sangat extra hati - hati. Begitu juga dengan Araya dan Alex, hari ini adalah tepat hari dimana kedua orang tuanya meninggal dunia.

Sore yang kelabu mengantarkan keduanya ke makam yang berada di tengah sana. Dengan perlahan Alex melangkahkan kaki dan diikuti oleh adiknya di belakang. Pertama - tama mereka membersihkan makam tersebut lalu menaburkan bunga di atasnya, serta tidak lupa mendoakan kedua orang tua nya.

"Mama sama Papa tenang - tenang ya disana," ujar Alex mengelus papan nisan lalu dari samping, Araya memeluknya dengan isakan tangis yang menyentuh hati.

"Bang, kenapa mama sama papa harus meninggal secepet ini? Tuhan gak sayang sama Araya!"

"Jangan ngomong gitu, Tuhan itu sayang Araya. Buktinya abang masih disini, gantiin mama sama papa." balas Alex yang langsung mengecup kening adiknya dengan lembut.

Kenapa harus orang baik yang tiada, bukannya orang jahat. Mengapa orang baik selalu tertindas dan orang jahat selalu berada di atas? Pemikiran itu yang selalu bergelimang di otak Araya, sudah genap 3 tahun orang tuanya meninggal. Ia tahu Alex hanya tegar di luar namun rapuh di dalam, abangnya hanya kuat untuk Araya.

"Jangan nangis lagi, ya?" Alex mengusap air mata yang membasahi pipi mulus adiknya.

"Gak janji," balas Araya dengan lesu lalu saling berpelukan di depan makam mama dan papanya.

                Kaki yang berlumpur serta pakaian yang agak kotor itulah yang dirasakan oleh Araya dan Alex, mereka dengan cepat mencuci telapak kaki di halaman depan. Untung saja disana masih ada selang yang bisa mengalirkan air keran dari belakang rumah.

Araya terlihat sangat lesu setelah selesai dari makam, hal tersebut membuat kakaknya memutar otak agar membuat perasaan adiknya kembali senang. Ia langsung menyemprotkan air ke arahnya, membuat pakaian Araya sedikit basah. Gadis itu tidak tinggal diam, dengan cepat ia merampas selang tersebut dan mengarahkannya ke arah Alex. Akhirnya baju mereka sama - sama basah karena semprotan air.

"Basah nih baju gue," ucap Alex mengeber - ngeberkan bajunya yang sangat basah.

Araya membuang selang dengan rasa kesal, "Abang yang duluan bukan adek!"

"Tapi baju lo basah dikit, coba liat baju gue. Basah amat, anjer!"

"Makanya jangan bikin emosi sore - sore!" balas Araya yang kembali menyemprotkan air dari selang, ia tertawa puas karena baju kakaknya yang sangat basah darinya.

Alex tersenyum, rencana untuk membuat mood adiknya kembali ternyata berhasil. Walaupun seluruh pakaiannya basah terkena air. Apapun akan ia lakukan untuk kebahagiaan Araya, walau itupun harus mengorbankan nyawanya sendiri.

                              ****

          Rintikan hujan kembali turun dari atas langit, membasahi 3 motor yang berada di depan markas. Disana telah tersedia tempat parkir yang ada atapnya, namun mereka memilih untuk memarkirkan mogenya di bawah terpaan hujan. Ya hitung-hitung bersihin motor dari sisa lumpur di jalan tadi.

"Hujan gini enaknya makan seblak gak sih," ujar Adit berdiri di depan hujan sembari menampung air hujan dengan kedua tangannya lalu melemparkan nya ke atas mengenai atap.

"Mending rujak," balas Evan yang duduk di di sofa sambil membaca novel.

"Lu ngidam? Tumbenan pengen rujak."

Evan bangkit dari sofa, "Ngidam pala lo, gue tendang burung lo mampus!"

Adit merinding takut, ia melihat masa depan nya yang goyang-goyang. Seperti memberi isyarat kalau yang di bawah juga ikut merasa ngeri.

"Jangan gitu lah, kasian burung gua belum kawin."

"Makanya punya mulut dijaga!" timpal Mario yang tadinya sibuk video call dengan seorang cewek, mungkin itu mangsa baru untuknya.

"Lo juga, punya mata dijaga. Liat cewek bening dikit, udah lo sikat!" jawab Adit tak mau kalah.

"Berarti gua normal kagak kayak lo, liat bencong aja burung lo udah berdiri!"

"Gua masih demen cewek ya bego, lama-lama pengen gua makan lo!" sebal Adit, walaupun sebenarnya ia pernah belok satu kali. Namun sekarang tidak lagi, ia ingin menjadi pria sejati yang mencintai seorang gadis bukan lelaki.

pianggggg, suara kaca pecah terdengar dari belakang markas. Membuat ketiganya kaget, dengan cepat mereka pergi ke belakang untuk memeriksa. Lalu terdapat gulungan kertas yang diisi batu, tertera tulisan dengan bercak darah di sekitarnya.

Thanks Bara Sebastian, gara-gara lo tulang tangan gua jadi retak dan gua harus istirahat total di rumah sakit. Sekarang gua udah balik, lihat pembalasan gua nanti ke keluarga, pacar dan temen-temen lo. See you next time, bro!

Seperti itulah isi surat tersebut, mereka bertiga saling menatap satu sama lain. Di dalam otak Evan terbelesit nama Eros, dia adalah ketua geng Alaskar yang selalu mencari keributan dengan Blasters.

"Jangan kasi tau Bara sama Abi, ataupun anggota yang lainnya. Kita harus cari waktu yang tepat!" seru Evan dengan tegas terhadap Mario dan Adit.

Pria bermarga Mahendra itu tidak ingin kalau masalah ini mempengaruhi Abi serta Bara, mereka baru saja lega karena bazar dapat berjalan lancar. Ia tidak ingin membebani mereka lagi.






















Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote serta komen❤️

Bara Sebastian [END]Where stories live. Discover now