Duka yang Mereka Miliki

1.4K 144 14
                                    

           Kadangkala hidup itu tidak
               seindah yang kita duga

                               ****

"Ehh, kamu jangan makan permen terus!"

"Ihh, aku mau permennya, Ma!"

"Enggak boleh! Mau Mama bilangin ke Papa?"

"Kenapa Ma? Pasti dia makan permen lagi kan?"

"Iya nih anak kamu bandel banget, Mama udah bilangin jangan makan permen lagi, tapi dia ngeyel terus!"

"Jangan makan permen lagi ya? Kasian giginya udah banyak yang ompong gitu."

Gadis dengan pakaian sekolah yang sedang duduk di kursi belajarnya tiba-tiba meneteskan air mata, mengingat kenangan bersama kedua orang tuanya. Kepergian mereka, membuat Araya sangat sedih. Seharusnya sekarang ia bisa mendapat kasih sayang Mama dan Papanya, namun sepertinya Tuhan lebih sayang kepada meraka. Waktu Araya masih kelas dua SMP, kedua orang tuanya pergi untuk selama-lamanya.

Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, sepertinya pepatah itu cocok baginya.

***

Terdengar suara guncuran air dari kamar mandi, dan terlihat sosok pria yang sedang mengelapi rambutnya yang basah.

"Bara, kalau udah selesai mandi sama ganti bajunya, nanti sarapan dulu ya!" ucap seorang wanita dari balik pintu kamarnya

"Siap, Ma!"

Jam sudah menunjukkan setengah tujuh, dan Bara sudah selesai dengan sarapannya.

"Ma, Bara pamit ke sekolah dulu ya!" pamit Bara sambil mencium tangan Kinan - Mamanya

"Iya, hati-hati di jalan ya sayang. Belajar yang rajin!"

"Itu pasti Ma!"

Ia pun berjalan menuju kursi yang paling ujung, Bara sebenarnya tidak ingin berpamitan dengan lekaki itu, namun karena perintah Kinan. Bara harus menurutinya.

"Pa, aku berangkat dulu ya?" ucap Bara

"Hm, tapi sebelum itu. Papa mau bilang sesuatu."

"Papa bakal masukin kamu ke kampus, setelah kamu lulus dari SMA!"

"Kamu itu anak satu-satunya, dan sebentar lagi kamu sudah mau tamat. Seharusnya sudah bisa gantiin Papa di kantor!" sambung Arga kepada anaknya

"Tapi pa, aku juga punya cita-cita sendiri. Bara juga enggak tertarik sama kerjaan kantoran!" bela Bara

"Terus kamu mau jadi apa, HAH? Mau jadi ketua geng motor seumur hidup kamu? Apa yang kamu dapat dari sana coba, dapet uang enggak kan?"

"Aku disana emang enggak dapet uang Pa, tapi disana aku dapet sahabat yang bisa ngertiin perasaan Bara. Enggak kayak Papa, egois!"

"KAMU BERANI SAMA PAPA, HAH?"

Plak

Suara tamparan itu menggema ke penjuru ruangan, dan membuat Kinan terkejut.

"Sudah, sudah Pa!" titah Kinan kepada Arga, agar menyudahi itu semua.

"Kamu seharusnya ngasi tau anak kesayangan kamu ini, biar dia paham sama yang papa ucapin barusan!"

"Papa itu egois! Cuma mentingin perusahaan, daripada anak sendiri!" ucap Bara yang langsung melenggang pergi, dengan sedikit luka di bibirnya.

Bara selalu dipaksa untuk menuruti semua keinginan papanya. Namun ia selalu menolaknya, dan tamparan demi tamparan selalu Bara dapatkan. Walaupun Bara sudah membuat geng motornya terkenal, tetap saja ayahnya tidak mengingin Bara menjadi ketuanya. Arga takut kalau anaknya itu tidak akan bisa mengurus perusahaannya karena sibuk dengan gengnya saja.

Bara Sebastian [END]Where stories live. Discover now