24 || Kyai Fathar

Start from the beginning
                                    

Zayden semakin bingung. "Bukannya kamu lebih nyaman dengan nama Zaina?"

Zaina mengangguk, tapi detik berikutnya ia langsung menggeleng. "Aku nyaman dengan nama Zaina, tapi aku lebih suka dipanggil Ayana sama, Kakak," jawab Zaina dengan jujur.

Mendengar itu perasaan Zayden menghangat.

"Ayana," panggilnya.

"Iya, Kak?"

"Sini dekatan," pinta Zayden. "Hm, kamu masih takut?" lanjutnya.

Zaina menggeleng, lalu tersenyum. "Habis shalat hati jadi tenang," ucapnya.

"Ayo sini."

Dengan gugup Zaina menjawab. Namun, ia teringat sesuatu. Gadis itu lantas meringis.

"Ada apa?" tanya Zayden cepat.

"Saliman, kan, Kak? Maaf aku lupa," ungkap gadis itu. Ia mengulurkan tangannya, lalu disambut oleh Zayden.

Dengan sepenuh hati gadis bernama Zaina Alayya tersebut mencium punggung tangan Zayden.

Saat ingin mendongak, keningnya langsung diserang oleh kecupan singkat dari bibir Zayden. Seketika perutnya seperti dipenuhi oleh kupu-kupu yang berterbangan. Pipinya terasa memanas. Ia pastikan pipinya sudah merah merona.

"Kenapa nunduk terus, Na? Tatap saya," pinta Zayden tanpa beban.

"Saya nggak apa-apain kamu, Ayana. Cuma cium kening kamu sebagai lambang kasih sayang dari saya," jelas Zayden, lalu terkekeh.

Lambang kasih sayang? Zayden geleng-geleng tidak habis pikir karena ucapannya sendiri.

"Iya, Ayananya maluuuuu," jawab Zaina semakin menunduk.

Tangan Zayden terulur untuk mengusap puncak kepala Zaina yang ditutupi oleh mukena.

"Saya bukan laki-laki baik, Ayana. Saya Zayden Abdijaya hanya laki-laki yang berusaha untuk menjadi lebih baik lagi, terutama menjadi suami untuk kamu. Ilmu saya hanya secuil, tapi tekad saya untuk membimbing kamu itu besar, Na."

"Percaya saya, ya," pinta Zayden dengan lirih.

Zaina mengangguk.

Zayden tersenyum, tangannya yang masih berada di puncak kepala pun berinisiatif mengusapnya.

"Allahumma baarikli fi ahli wa baarik li-ahli fiyya warzuqhum minni warzuqniy minhum."

"Zaina tersentak saat Zayden membaca doa itu.

"Terimakasih," ungkap Zaina dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Cup cup cup, kok nangis lagi?" tanya Zayden terkekeh sambil menepuk-nepuk puncak kepala istrinya.

Bibir Zaina sedikit mengerucut. "Jangan manja, Na, dia bukan kak Arfa, jangan menye-menye jadi perempuan," batin Zaina.

"Tapi dia suami aku," lanjutnya membatin.

"Kenapa itu?" celetuk Zayden membuyarkan lamunan Zaina.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 On viuen les histories. Descobreix ara