11

1.1K 193 18
                                    

Hinata mulai merasakan kecurigaan itu sejak dirinya tak mendapati haid hari pertama di awal bulan lalu.

Menjalankan prosedur penetapan tanggal agar selalu tahu kapan harus bersiap diri dengan segala keperluan, membuat Hinata menjadi ikut memahami; di waktu-waktu kapan seharusnya ia akan kedatangan tamu bulanan.

Hinata cukup mengerti dengan teori yang menjelaskan jika siklus menstruasi bisa saja mengalami ketidakseimbangan yang berakhir dengan keterlambatan -- apabila tubuh dan pikiran tak sedang dalam keadaan yang memungkinkan, apalagi, belum begitu lama ini, Hinata memang kerap mengalami stres selama menjelang ujian akhir.

Tetapi, di sudut hati yang tertentu, Hinata ikut merasakan ketakutan berbeda.

Bohong jika pikirannya tak mengakar ke spekulasi lain. Mengingat kembali pergaulan seperti apa yang ia jalani belakangan ini, tentu berhasil menciptakan sketsa tersendiri untuk kemungkinan yang ada.

Alhasil, tak ingin dirundung penasaran, pada malam itu, ia mengiring jejak guna mendekati sebuah bangunan di seberang jalan -- dengan papan khusus beserta tulisan Apotik yang berdiri kokoh di sebelahnya.

Seorang Apoteker memandang ia dengan raut bertanya, sebab, sedari tadi Hinata terus diam dengan wajah yang diliputi keraguan; seperti ingin mengatakan sesuatu, namun tak yakin.

"Ada yang bisa kubantu?"

Tanpa sadar, Hinata malah tersentak. Matanya bergerilya sebentar; menjangkau segala sususan obat-obatan yang terpajang, dan kembali menyatukan tatapan pada mata menanti di sana.

"Err ... itu ... aku mau membeli ..." Berat sekali, Hinata menelan ludah. "... Testpack."

"Testpack?" kening sang Apoteker sedikit menekuk. Dilihat dari penampilan dan wajah, perempuan di hadapannya memang tergolong masih sangat muda. Namun, tanpa ingin bertanya lebih lanjut, tangannya tetap mengangkat beberapa buah alat dengan fungsi yang serupa, namun bentuk berbeda.

"Mau yang mana?"

Hinata dibuat bingung. "Um ... mana yang paling bagus?"

"Paling bagus? Maksudnya, yang paling akurat?"

Poni lurus Hinata bergerak pelan ketika kepalanya mengangguk.

"Akan lebih baik jika memeriksakan langsung pada dokter. Memangnya, siapa yang ingin memakainya?"

Seketika saja, Hinata menjadi gugup ketika ditatap lurus tanpa berkedip. Pikirannya bekerja secepat mungkin, berupaya menyusun kebohongan yang tidak akan berdampak menciptakan kecurigaan.

"Bi-Bibiku."

"Oh, Bibi ..." Sang Apoteker menyusun barang-barang di hadapannya agar terlihat lebih rapi dalam pegangan jemari. "Semua alat ini cukup akurat. Tapi, jika ingin hasil yang pasti, memang sebaiknya datang ke dokter. Namun, kalau ingin memakai tespack juga bisa. Bagaimana? Ingin tetap membeli?"

Tak ada pilihan paling baik untuk jalan keluar, kepala bersurai panjang hanya mengangguk polos. "I-Iya."

"Pilih yang mana?"

"Hmm ..." Hinata meringis dalam diam. Ia perhatikan tiga alat dalam genggaman si lawan bicara. "Semuanya saja."

"Tiga-tiganya?"

Hinata mengangguk.

"Baiklah. Tunggu sebentar, biar 'ku bungkuskan."

.

.

.

Selepas menempuh perjalanan menuju rumah, Hinata lekas bergerak agar mencapai kamar sesegera mungkin. Daun pintu tertutup rapat dalam satu kali tolakan ketika ia memasukkan diri, dan buru-buru mengeluarkan salah satu alat di sana.

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now