Melihat itu Kia menggembungkan pipinya karena semakin sebal. Eki pun ikut melakukan hal yang sama dengan Kia, yaitu menggembungkan pipinya.

"OM EKOOOOO!" teriak anak itu.

"Ki!" peringat Elvano.

"Mampus, bapaknya marah, tuh," ujar Galih tertawa.

"Sans, Boss." Eki menyengir ke arah Elvano.

"Zafian main dulu sama adek, ya," bujuk Alara kepada putranya yang sedari tadi hanya diam duduk di sampingnya.

"Iya, Nda," jawab anak laki-laki itu. Dengan patuh ia menyusul kembarannya.

"Jangan cemberut gitu," ucap Zafian menoel dagu adik kembarnya." Kia jelek kalo cemberut," lanjutnya.

Terdengar datar, tapi memunculkan rasa gemas bagi orang dewasa di sana saat melihatnya dan mendengarnya.

"Lucu banget," seru Nila.

"Padahal dulu gue punya rencana jodohin anak kita, Lan, sama anaknya mereka tapi semuanya bakal jadi halu yang nggak akan pernah terlaksana, haha," batin Nila tertawa.

"Ayo," instruksi Zayden.

Laki-laki itu pergi lebih dulu, kemudian diikuti Elvano dan Alara.

Sampainya di taman kecil di samping rumah Eki, mereka duduk di kursi yang terdapat di sana.

"Langsung, El, mau ngomong apa?" tanya Zayden langsung.

"Sebelumnya kita berdua minta maaf kalo misal lo nggak nyaman dan sekiranya terlalu ikut campur sama hubungan kalian berdua," jawab Elvano. "Maksud gue, lo sama Zainab," lanjutnya.

"Zaina," protes Zayden.

"Iya-iya, Zaina."

"Enggak masalah kalo itu masih hal wajar, jadi apa? Langsung aja maksudnya," jawab Zayden.

"Kak Zayden, aku cuma ngasih tau supaya nanti kamu bisa paham akan kondisi dan reaksi Zaina," ujar Alara.

"Maksudnya?" tanya Zayden jadi bingung.

"Zaina punya trauma," jawab Alara. Wanita itu kemudian menghela napas. Matanya menerawang ke depan seolah-olah mengingat sebuah kejadian.

"Trauma? Trauma apa?" tanya Zayden. Laki-laki itu cukup panik, tapi ia berusaha menutupinya.

"Trauma berdekatan dengan lawan jenis, terutama dengan sentuhan. Aku bukan bermaksud apa-apa, cuma antisipasi kalo nanti Zaina akan menghindar. Aku minta tolong pengertian dari Kak Zayden karena Zaina udah aku anggap seperti adik aku sendiri ...."

"Tapi kenapa? Alasannya?"

"Kalo untuk itu aku nggak punya hak, Kak. Biar Zaina sendiri yang cerita sama kamu."

Zayden menelan kasar salivanya. Sekelabat ingatan kejadian saat ia menyentuh tangan Zaina dan memeluk gadis itu langsung menyerang pikirannya.

Bagaimana gerak-gerik gadis itu yang menurutnya aneh, dan saat ia peluk, tubuh gadis itu terasa kaku dan tegang. Jadi ini? Pikir Zayden. Ia kira hanya reaksi karena kegugupan.

Rasa bersalah menyergap hati laki-laki itu.

"Kenapa dia nggak bilang? Kenapa diam aja waktu gue peluk? Kenapa dia nggak bantah waktu gue pegang tangannya?" maki Zayden untuk dirinya sendiri.

Elvano dan Alara hanya diam.

"Kenapa dia cuma diam?" tanya Zayden entah ditunjukkan kepada siapa.

"Zaina seorang wanita yang sudah menjadi seorang istri. Kalo aku di posisi Zaina mungkin akan melakukan hal yang sama," ujar Alara.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 Where stories live. Discover now