[26] Arti Berserah

472 36 0
                                    

Berserah pada-Nya. Karena Dia, tidak akan pernah salah dalam menciptakan takdir dan menentukan waktu untuk menjawab sebuah doa.

Happy Reading❄️

***

Di tengah riuhnya manusia yang berjalan bahkan berlari sedang, juga di tengah kekhawatiran beberapa orang. Haikal duduk seorang diri di ruangan pemeriksaan miliknya. Sesekali, ia pun memeriksa berkala berkas-berkas pasien yang diamanahkan sembari menunggu kalau-kalau ada pasien baru.

Tentu, itu juga sebagai pengalihan atas rasa sakit yang menyerang, rasa sakit akibat penuturannya. Bahkan, ia tidak tidur di kamar bersama Syra tadi malam dan lebih memilih untuk tidur di sofa.

"Dokter, ada pasien di luar atas nama Bapak Herwin," sahut Anita-perawat yang bertugas bersama Haikal hari ini.

Haikal mengangguk lalu membereskan berkas-berkasnya terlebih dulu. "Suruh langsung masuk saja."

"Baik, Dokter."

Selang beberapa saat setelah kepergian perawat Anita, tampak seorang pria paruh baya memasuki ruang pemeriksaan Haikal.

"Silahkan duduk di sana, Pak." Haikal mempersilahkan. Pria tadi menurut dan duduk di kuri yang tersedia.

Haikal mulai menanyakan beberapa hal, seperti keluhan, gejala dan lain-lain. Si Bapak mengatakan kerap mengalami pusing, mual, bahkan tak jarang mengalami kekurangan kesadaran ketika menjalani aktivitas tertentu.

Setelah selesai dengan semua pertanyaan, Haikal menyuruh Bapak Herwin untuk ikut dan berbaring di ranjang pemeriksaan sedang Haikal mengambil segala keperluannya.

Sesekali, Haikal meminta bantuan pada perawat Anita yang juga telah berada di sana. Dan hanya memakan waktu kurang dari sepuluh menit ia selesai.

"Tekanan darahnya rendah," ucap Haikal sambil menanggalkan alat tensimeter pada lengan Bapak Herwin. "Untuk sementara saya resepkan obat dulu. Nanti jika tidak ada perubahan bapak bisa ke sini lagi dalam dua atau tiga hari untuk pengobatan lebih lanjut, dan jangan lupa minum banyak air putih."

"Baik, Nak Dokter," balas Bapak Herwin sambil bangkit dari pembaringan. Haikal tersenyum dan beralih membereskan alat-alat yang tadi dipakai.

"Nak dokter sedang ada masalah?" Kembali, Bapak Herwin bersuara.

Haikal yang semula sibuk pada alat-alatnya menoleh menatapnya dengan kerutan di dahi. "Maksudnya, Pak?"

"Saya lihat wajahnya seperti sedang menahan banyak hal. Maaf jika saya lancang, tapi saya memang suka lihat-lihat orang," jawab Bapak Herwin diakhiri dengan kekehan kecil.

Haikal pun ikut terkekeh. "Saya Alhamdulillah baik, Pak," jeda sekian detik."Ya, mungkin sedikit ada masalah." Ia memelankan ucapan itu.

"Pasti masalahnya sangat berat, ya? Kentara dari raut wajahnya." Herwin menepuk bahu Haikal pelan. "Apapun itu, saya hanya mengingatkan untuk selalu bertawakal. Berserah diri pada Allah, Nak, Dia Maha tau dan Maha berkuasa atas segalanya," lanjutnya lantas bangkit.

Lagi, dahi Haikal mengerut mendengar penuturan dari pasiennya itu. Bagaimana tidak, dari pertanyaan hingga pemaparannya sangat bersangkutan dengan kehidupannya.

Beberapa saat, Haikal mengerjap. "I-Iya, terima kasih, Pak. Oh iya, untuk resep obat sudah saya amanahkan pada perawat Anita, bapak bisa mengambil catatannya dari dia," ucapnya melirik Anita yang setia tersenyum di sana.

Lintas Rasa (Selesai)Where stories live. Discover now