[10] Kebingungan

606 63 3
                                    

Aku tak ingin memilih. Tapi, kenapa semesta selalu memperi pilihan?

-Asyra Almahyra

.
.
.

.

Happy Reading❄️

***

"Syra."

Panggilan itu membuat Syra langsung berbalik, menatap Ega yang berlari ke arahnya dengan wajah bingung. Setelah berdekatan, Ega tampak membungkuk, mencoba menetralkan napas yang memburu.

"Kak Ega, ada apa?" tanya Syra dengan suara pelan, mencoba terlihat sebiasa mungkin.

"Kamu habis dilamar?" Ega mengabaikan pertanyaan Syra dan balik bertanya dengan raut wajah datar.

Syra mengernyit, bingung. "Iya, Kak. Kenapa? Dan tau dari mana?"

"Kamu terima?"

Syra menggeleng, ragu. "Belum. Aku masih bingung, Kak. Ja—"

"Bisa kamu jangan terima?" Ega memotong ucapan Syra, membuat wanita itu semakin bingung.

"Kenapa?"

Ega tertunduk dengan kedua tangan yang dikepalkan. "Syra, maaf ... aku mencintaimu."

Syra membulatkan mata tak percaya.

"T-Tapi Kak Ega, kan, udah dijodohkan. Iyakan?"

"Iya, dan aku akan tetap pada pilihan Mama. Ta—"

"Terus kenapa, Kak? Apa maksudnya? Kalau memang benar pilihan Ibu Shanum adalah pilihan terakhir Kakak, kenapa Kakak malah ungkapin rasa cinta itu dan suruh aku untuk gak terima dokter Haikal?"

Berbagai ucapan juga pertanyaan Syra yang menggunung membuat Ega kesulitan untuk membuka suara. Karena, setiap kali akan berbicara, suara Syra kembali terdengar

"Maaf, Kak. Kalau disuruh untuk egois lagi, aku gak mau. Karena dari awal sejak rasa itu tumbuh, aku udah jadi wanita paling egois di sini."

"Rasa apa maksudnya?"

"Gak perlu aku kasih tau, Kakak pasti akan ngerti. Aku pergi, Kak. Assalamualaikum." Setelahnya Syra langsung melenggang pergi dari sana kemudian, tanpa sepatah kata pun.

"SYRA!" Ega berteriak, memanggil. "KAMU HARUS DENGAR AKU DULU. AKU BELUM SELESAI BICARA, SYR!" Namun, Syra tak menghiraukan.

Wanita itu lebih memilih menulikan pendengaran dan bergelut dengan pikirannya sendiri. Kenapa semesta senang sekali memberi kejutan dalam hidupnya?

***

"Assalamualaikum." Syra langsung melangkah masuk ke dalam rumah setelah mengucap salam dan menemukan Amina yang tengah membereskan beberapa buku di ruang tengah.

Syra tersenyum, memperlihatkan lagi topeng yang membuat senyuman itu palsu di mata semua orang dan membuatnya seolah baik-baik saja.

Tidak lama, Amina bangkit lantas menghampirinya. "Wa'alaikumussalam, Nak. Lho? Awal banget pulang, tadi katanya mau ketemu teman kamu di pesantren?"

Syra menggeleng pelan. "Gak jadi, Umi. Syra kayaknya mau di rumah aja hari ini. Umi udah makan?" Dia balik bertanya, tapi pertanyaan itu justru membuat Amina heran.

Iya, bagaimana tidak heran, jelas-jelas tadi mereka makan bersama sebelum Syra keluar rumah.

"Ini lagi tanya makan siang apa sore?" Amina menatap bingung pada sang Anak. Sadar dirinya melakukan kesalahan, Syra seketitka menepuk jidat dan menyengir.

Lintas Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang