Naruto mendengus pelan dengan tawa ringan. Hinata dengan mulut mama-mamanya sangat lucu.

"Baiklah, baiklah."

"Bagaimana dengan turnamennya?"

Naruto kembali beralih pada Rin. Sang gadis terlihat santai sembari memakan bekal miliknya sendiri.

"Kau tidak berniat menyuapiku juga?" Coba mendekat, Naruto mengintip kecil isi bekal sang kekasih, lantas merengut pelan. "Hish! Kau seperti sapi. Apa-apaan isinya sayuran semua?"

"Aku sedang masa diet. Ini juga baik untuk kesehatan kulitku. Memakan makanan berlemak tidak baik." Rin membalas tepat ke arah mata Naruto. "Buka mulutmu."

"Tak usah! Aku makan bekal Hinata saja."

Tak ingin ambil pusing, Rin kembali menikmati makanan dengan tenang. "Bagaimana turnamennya?" lanjutnya.

Dengan mulut yang sedang terbuka karena hendak menerima suapan lain dari si gadis rembulan, Naruto melirik pada Rin.

"Minggu depan."

"Berapa lama kegiatannya?"

Berpikir sebentar untuk mengingat, si pemuda kembali memberi jawaban. "Karena akan melawan cukup banyak tim dari sekolah lain, mungkin sekitar tiga minggu hingga sebulan untuk mencapai final. Itupun jika tak ada perubahan dengan jadwal."

"Lama juga," Hinata menyambung.

"Jika minggu depan, berarti, akhir pekan ini kau bisa ke acara festival terlebih dahulu!" Mata Rin tampak berbinar. "Sebenarnya, aku ingin mengajakmu kencan berdua, tapi kebetulan ada acara festival, bagaimana jika kita pergi bertiga saja?"

Naruto sedang melirik ke arah Hinata, seolah ingin memastikan.

"Mau ya, Hinata? Ayolah!" lanjut Rin penuh pinta.

.

.

.

Dengan setelah kasual yang khas, Hyuga Hinata tampak berbinar kala menatap pantulan dirinya pada cermin.

Bila ada yang satu kata yang dapat mendefinisikan seberapa menawan sang jelita kali ini, mungkin, 'Indah' adalah ungkapan yang paling tepat.

Sepuluh menit lalu, Naruto sudah mengirim pesan jika akan datang untuk memberi jemputan dan menawarkan untuk berangkat bersama. Semua karena permintaan Rin yang tak bisa datang secara langsung ke tempat Hinata, tetapi tak ingin pula jika sahabatnya berangkat sendirian.

Ponsel pintar yang tergeletak di atas ranjang -- kembali melantunkan bunyi singkat penanda notifikasi. Pesan baru dari si pemuda pirang terlihat. Hanya singkat, berupa kalimat yang menandakan kehadiran di pagar depan.

Namikaze Naruto
[Aku di depan.]

Hinata lekas bergegas. Mengemas segala barang yang berteteran di atas meja belajar; berupa alat hias sederhana yang digunakan untuk mempercantik diri dan menyambar tas yang diletakan di ranjang, lantas bergerak turun dari kamar. Sejenak, ia memberi pamit pada Paman Kou dan Bibi Natsu, lalu berjalan keluar hingga pintu depan.

Anehnya, ketika melihat Naruto yang sedang berdiri bersandar di motor besar miliknya dan tengah sibuk menelepon seseorang, jantung Hinata memberi pergerakan lain.

Mata di sana menoleh. Menggiring sang samudra menyapa lensa teduh pengisi langit malam. Senyuman diumbar sangat tulus oleh Naruto. Hinata menahan napas sesaat ketika sang pemuda sedang berjalan untuk mendekat.

"Sudah siap?"

Hinata mengangguk. Matanya berpaling ke arah lain.

"Tapi, ... apa kita akan pergi dengan satu motor? Rin bagaimana?"

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now