3

1.6K 230 46
                                    

Beberapa waktu kemudian,

"Ke mana Naruto?"

Baru saja mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas, Rin segera membalas tatapan penuh tanya Hinata.

"Entahlah. Sejak pagi tadi aku juga tak melihatnya. Di pesan terakhirnya, dia berkata tetap datang ke sekolah hari ini." Bahu Rin terangkat singkat. "Mungkin ada kesibukan lain."

Hinata mengangguk paham sembari coba mengikuti langkah sang sahabat yang mulai mengukir jejak agar keluar pintu kelas. Tujuan mereka kali ini adalah atap sekolah, agar kegiatan menyantap terasa lebih nikmat dibanding harus memakannya di dalam kelas atau kantin yang lebih ramai.

"Dia mulai terlihat seperti orang sibuk." Hinata tertawa pelan.

"Dia hanya mencari-cari alasan agar terlihat sibuk."

Sesekali diisi obrolan kecil, jalan masuk ke atap sekolah telah terbuka. Baru saja hendak menempatkan diri pada satu dudukan beton dekat pembatas, keduanya dibuat terkejut oleh bunyi kasar dari arah tumpukan kursi bekas di balik pintu.

Rin berniat ingin memastikan, namun, belum terlaksana hal tersebut, penyebab dari bunyi bising beberapa detik lalu -- telah menampakkan wujud dengan sendirinya.

Naruto dengan rambut acak dan seragam yang sedikit berantakan -- terlihat sedang menguap lebar sembari merenggangkan tubuh. Dilihat dari seberapa merah matanya saat ini, dapat ditebak secara mudah bila ia baru saja terbangun dari tidur.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Pernyataan Rin menerima tanggapan berupa lirikan sedikit tertegun. Tampak bila pribadi Naruto merasa tak menyangka akan ada orang lain di lokasi.

Tanpa memberi jawaban, sang pemuda mendekat. Mengambil duduk dengan santai di sebelah gadis berambut panjang yang ikut memandang heran.

"Kau membolos lagi?" pertanyaan yang lain berasal dari Hinata.

Naruto mengedik alis secara singkat sebagai ungkapan pembenaran.

Hinata menoleh pada Rin yang sedang mendengus sinis.

"Sudah berapa kali kukatakan untuk tidak melakukannya, Naruto!"

Bagi Naruto, mendengar sang kekasih mengoceh panjang lebar adalah hal yang sudah terlalu biasa. Alhasil, seakan terbiasa, ia hanya memberi balasan berupa decihan, sembari meminta agar sosok di sebelahnya -- Hyuga Hinata -- menyumpitkan sepotong makanan ke dalam mulutnya.

"Naruto!"

"Hanya sesekali, Rin. Kelas Guru Kurenai sangat membosankan. Lebih baik sekalian saja tak masuk dari pada dia marah dulu -- baru setelah itu mengusirku."

Sama halnya, Naruto dan segala alasannya adalah hal yang sudah terlalu biasa bagi Rin. Serta, terus memberi argumen dan nasehat -- takkan ada guna apa pun.

Sebenarnya, Naruto termasuk orang yang sangat jarang melanggar aturan sekolah. Sebut dirinya sebagai salah satu murid kesayangan para guru -- karena selain berprestasi di bidang olahraga dan tim-nya kerap memenangkan pertandingan untuk mengharumkan nama sekolah, pun akademiknya juga sangat lumayan.

Hanya saja, Naruto adalah tipe yang tidak munafik. Jika sedang tak menyukai sesuatu, ia tak akan mau berpura-pura seakan suka. Sama hal dengan pendapatnya mengenai kelas Guru Kurenai.

"Banyak alasan."

Naruto mengedipkan mata. "Jangan marah. Katakan satu hal dan aku akan mewujudkannya." Tanpa ingin menunggu tanggapan Rin, Ia beralih pada gadis lain di dekatnya. "Hinata, aku sudah menunggu dari tadi."

Seakan baru teringat, lekas Hinata menggapit selembar telur dadar dan memasukkan ke dalam mulut Naruto.

"Lain kali, jangan lakukan lagi, Naruto. Meskipun terasa membosankan, tapi, Guru Kurenai mengajarkan hal yang penting."

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now