9-Test Pack

84.3K 3.7K 34
                                    

Setelah keluar dari rumah sakit, Kalila memilih untuk langsung pulang ke rumah. Dia tak ingin berlama-lama di rumah sakit, apalagi ada Abit di sana, hal itu hanya menjadikan beban pikirannya.

"Biar saya antar Kalila."

Seperti saat ini, Abit terus memaksa untuk mengantarnya, membuat Indi sejak tadi berdecak kesal karena tak jadi pulang.

"Saya bisa sendiri, Pak. Jangan terlalu baik sama saya, karena saya akan menggugurkan anak ini."

Wajah Abit seketika memelas, menatap Kalila dengan tatapan memohon agar Kalila tak menggugurkan kandungannya. Janin itu tak salah. Dia siap menanggung semuanya, tetapi tak siap jika Kalila menggugurkan kandungannya. Abit tak setega itu pada darah dagingnya sendiri.

"Saya mohon jangan, dia gak salah, yang salah saya Kalila," mohon Abit membuat Kalila menoleh padanya.

Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menatap Abit tajam, matanya memancarkan amarah yang tiada tara. Kemudian gadis itu berbalik hingga menghadap oleh Abit, dia maju selangkah, hingga berhadapan dengan Abit yang sejak tadi ada di belakangnya, mengikuti langkahnya.

"Dia juga salah, karena hadir di rahim saya. Dia gak pantas lahir di rahim saya, Pak. Jadi jangan buang-buang waktu Pak Abit hanya mau bujuk saya untuk gak gugurin dia. Sebelum semakin jauh, dia harus secepatnya dimusnahkan," tutur Kalila.

Setelahnya, Kalila berbalik badan, meninggalkan Abit yang terdiam. Pria itu mengacak rambutnya frustrasi, apa yang harus dia lakukan agar Kalila mau menerima dia bertanggung jawab? Apa perlu dia menculik Kalila dan langsung membawanya ke KUA agar segera dinikahkan? Dia benar-benar ingin bertanggung jawab. Kalau seperti ini, Abit tak bisa tidur dengan lantaran memikirkan masalah ini.

Tunggu dulu, sekalipun Kalila tak mau dia antar, bukankah dia bisa mengikuti Kalila dari belakang? Dia juga bisa menjaga Kalila dari jarak jauh. Kenapa dia bodoh sekali?

Abit segera berlari menuju parkiran, setelahnya dia mengendarai mobilnya keluar dari area rumah sakit, bertepatan dengan dia yang melihat Kalila dan Indi yang masuk ke taksi. Pria itu mengikuti taksi yang mereka gunakan, dengan menjaga jarak agar tak ketahuan. Dan kurang lebih dua puluh menit, taksi berhenti di depan kos-kosan lalu diikuti oleh Indi yang keluar dari taksi.

Mungkin selanjutkan akan ke rumah Kalila. Abit masih setia mengikuti Kalila sampai rumahnya, dan ternyata rumah Kalila juga kos Indi tak begitu jauh. Rumah Kalila yang berada di area komplek perumahan elit, bukankah ini menunjukkan bahwa Kalila adalah orang berasa.

Kala taksi berhenti di depan rumah bertingkat tiga, halamannya luas juga ada banyak bunga di depan, di pekarangan rumah tersebut juga ada banyak mobil terparkir. Abit melihat Kalila yang keluar dari taksi, juga melihat Kalila yang mengobrol sejenak dengan satpam di rumahnya. Melihat itu, Abit langsung turun tadi mobilnya, menghampiri Kalila yang masih berbicara dengan satpam tersebut.

"Kalila," panggil Abit membuat Kalila menatap Abit dengan terkejut.

"Pak Abit ngapain ngikutin saya? Gak sopan, ya, Pak," kata Kalila dengan nada ketus. Sayangnya, Abit tak membalas dan menghampiri Kalila.

"Hanya mau memastikan kamu pulang dengan selamat," balas Abit. Pria itu melirik pada satpam yang berdiri di depan Kalila, kemudian kembali menatap Kalila.

"Sudah lihat saya pulang dengan selamat, 'kan, Pak? Jadi silakan pulang," usir Kalila terang-terangan.

"Saya mau ketemu sama keluarga kamu, saya mau—"

"Saya sudah bilang gak perlu!" sentak Kalila memotong ucapan Abit. Jangan sampai satpam itu mendengarnya, bahkan mungkin parahnya mengadukan semuanya dengan keluarganya.

"Mending Bapak pergi dari sini, saya muak lihat muka Bapak."

Kalila langsung meninggalkan Abit, melangkah cepat menuju memasuki rumah. Sementara Abit hanya menatap Kalila yang sudah masuk ke rumah dari pintu gerbang.

***

Randy menatap alat tes kehamilan dengan tajam, rahangnya mengeras tanda tengah menahan amarah. Pria itu tak tahu harus melampiaskan amarahnya dengan siapa saat ini karena tak tahu siapa pemilik dari alat tes kehamilan itu.

Keluarganya yang lain? Asisten rumah tangga di rumah mereka yang masih muda? Atau salah satu di antara kedua adiknya?

Tangan Randy mengepal erat, amarah sudah di ubun-ubun sejak salah satu asisten rumah tangga memberikan dia alat tes kehamilan itu. Pria itu bangkit dari duduknya, melangkah keluar dari ruang kerjanya, dia perlu mengumpulkan semua orang di rumah ini, termasuk asisten rumah tangga di rumah ini.

"Suruh semuanya kumpul di ruang tamu, panggil opa, oma, dan Kalula," perintah Randy pada salah satu asisten rumah tangga yang tengah menyapu lantai di bawah tangga.

Siapapun di rumah ini tahu, penguasa di rumah ini hanya dua, Anzel dan Randy. Tak ada yang berani membantah Randy, apalagi Randy merupakan pemegang saham terbanyak di perusahaan keluarga.

Asisten rumah tangga itu langsung pergi, sementara Randy langsung ke ruang tamu menunggu yang lain tiba. Tak sampai lima menit dia menunggu, semuanya berkumpul di ruang tamu, bahkan seluruh pekerja di rumah ini juga ikut berkumpul, dan yang terakhir datang adalah Kalula.

Setelah Kalula duduk, Randy langsung melempar alat tes kehamilan tadi di meja, membuat Haliza yang melihat itu bergerak mengambil benda persegi panjang berukuran kecil dan menatapnya lama.

"Siapa yang hamil?" tanya Haliza membuka suara.

Randy menggeleng pelan, lalu berkata, "Test pack itu didapat salah satu pekerja di kamar mandi dapur. Jadi lebih baik mengaku siapa pemiliknya. Kalau pemiliknya salah satu pekerja di sini, tapi dia tidak mengaku, maka akan saya pecat semuanya, tapi kalau pemiliknya adalah adik saya sendiri, maka saya usir dari rumah ini."

"Loh, Lula sama sekali gak tahu soal test pack itu," sanggah Kalula. Dia terkejut mendengar perkataan kakaknya. Selain itu, yang lebih sering menggunakan kamar mandi dapur adalah pekerja dan Kalila.

"Bisa jadi itu punya kamu, 'kan? Kita mana tahu," balas Randy membuat Kalula mendengkus kesal.

"Kak Randy gak percaya sama aku? Lagian, semua kamar mandi di rumah ini, hanya kamar mandi dapur yang Lula gak pake," tutur Kalula.

"Benar bukan punya kamu?" tanya Randy.

"Mana mungkin adikmu ini melakukan hal seperti itu, membuat keluarga malu. Bisa saja salah satunya dari pekerja di sini atau mungkin Kalila," timpal Anzel membuat Randy seketika tersadar bahwa ada satu orang yang tidak berkumpul dengan mereka.

Kalila Naira. Salah satu orang yang paling dibenci di rumah ini, baik itu keluarga ataupun pekerja di rumah ini. Mereka membenarkan Kalila.

"Mana Kalila?" tanya Randy.

"Ke kampus, Tuan," jawab salah satu pekerja di rumah ini.

"Anak itu, pasti dia yang punya," ucap Haliza tiba-tiba. Wanita paruh baya itu yakin, pemilik dari alat tes kehamilan yang Randy tunjukkan pasti milik Kalila. Sudah tak diragukan lagi, Haliza yakin itu, dia kemarin sempat melihat kali muntah-muntah di kamar mandi.

***

Aye aye jos ...

Aku update lagi 🤸🤸

Gimana-gimana sama part ini? Pada suka?

Tenang-tenang, penderita Kalila masih otw, belum mulai juga, jangan panik.😆

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Ditunggu update selanjutnya nanti malam.

Bye bye

KALILA (NOVEL TERSEDIA DI SHOPEE DAN TIKTOK)Where stories live. Discover now