Mata hitam Suran menyorot gemas, lantas, menggerakkan tangan sebagai tanda 'Aku serius', yang segera Hinata manfaatkan untuk benar-benar membebaskan diri dari lilitan gaun.

Lega sekali rasanya ketika suhu dari pendingin ruangan menyentuh kulit tanpa penghalang yang begitu berarti -- selain pakaian miliknya sendiri.

"Kau akan langsung pergi begitu saja?"

Hinata yang baru meraih tas, mengangguk pelan. "Ini sudah hampir larut, jika kau melupakannya." Jari tangan terarah pada jam.

"Ternyata sudah sangat malam. Aku tak menyadarinya sama sekali." Sembari menegakkan diri, Suran ikut meraih tas miliknya.

"Berarti, sekarang sudah sadar 'kan berapa lama waktu yang kau habiskan untuk membuatku menderita?"

"Kau pendendam sekali. Sekali lagi, maafkan aku kalau begitu."

"Naikan gajiku."

"Apa?"

Bersama tangan yang tengah membuka pintu, Hinata melirik melalui sudut mata. Suran sedang memandang dengan ekspresi protes di sebelahnya.

"Jika dihitung sejak awal aku bekerja padamu, sepertinya, pekerjaanku jauh lebih berat dari rekan yang lain. Aku selalu mendapat bagian tambahan untuk menjadi objek percobaan."

"Itu karena tubuhmu ideal, Hinata. Tak mungkin aku meminta Chou yang menjadi modelnya." Kedua tangan Suran saling menangkup di dekat pipi. Sorot mata dibuat seimut mungkin untuk menarik perhatian. "Tak perlu bicara tentang biaya tambahan, hm? Kita ini sahabat, 'kan?"

Hinata mendengus pelan. "Dasar perhitungan."

"Aku menyayangimu, Hinata."

Hinata mengerang pelan. Suran mendadak saja memberi pelukan pada lengannya.

"Lepaskan aku..."

"Tak mau!"

"Suran, kita bisa jatuh jika kau terus seperti ini."

"Biar saja."

Pasrah. Hinata hanya bisa menghela napas. Sempat lupa bila Suran adalah tipikal yang akan semakin berbuat bila ditolak.

"Akan aku antar pulang, oke? Ayo, ke mobilku."

"Jangan menyogok. Aku tak terpengaruh."

"Aku tak menyogok. Memang benar-benar ingin mengantarmu, Sahabatku."

Mendadak, Hinata menghentikan gerak. Dipandanginya sang wanita berambut coklat dengan mata memicing penuh curiga. "Pasti ada yang kau inginkan."

Seakan tebakan Hinata memang tepat sasaran, Suran telah terkekeh untuk menampilkan deretan gigi bergingsulnya. "Kau tidak melupakan ajakanku besok, 'kan?"

Sudah Hinata duga. Memang ada maunya.

"Entahlah. Aku tidak bisa berjanji. Besok, aku ada jadwal mengajar anak tuan Uchiha. Tak mungkin menunda, mereka sudah membayar di muka."

"Ha? Bukankah kau bilang kegiatan mengajar lesmu di sana sudah selesai? Anak mereka akan disekolahkan ke luar kota dalam waktu dekat ini, bukan?"

"Masih ada sekali pertemuan lagi. Mereka memberi bayaran lebih untuk pertemuan tambahan."

"Lalu, bagaimana?" Suran memandang dengan mata sendu dan bibir yang mengerucut. "Aku tak ingin pergi sendirian ke acara itu."

"Kenapa kau penakut begini?"

"Bukan penakut. Aku tak ingin diejek karena datang sendirian. Bagaimana kalau mereka semua membawa pasangan? Setidaknya, jika kau ikut, ada yang menemani kesendirianku." Suran tertawa singkat.

With You: A Faux Pas? [ NaruHina ] ✔Där berättelser lever. Upptäck nu