❍ 2. Valetta Ailandara

20 5 2
                                    

Perasaan memang begitu lucu.
Ia bisa datang kapan saja, tanpa pernah diduga sebelumnya.

— Haidar Adharaz Aikalanka —

🪐🪐🪐

EMANG lo siapa?”

“Bukan siapa-siapa,” jawab Haidar tersenyum tipis.

Laki-laki itu masih mencuri-curi pandang ke arah Letta.

“Urusan lo udah kelar, 'kan? Sana cabut. Entar mereka balik lagi, tau rasa lo,” kata Letta sedikit ketus.

“Lo mau apa? Gue kabulin, deh,” ujar Haidar tiba-tiba. Ia mengacuhkan perkataan Letta sebelumnya.

“Balikin jaket gue aja,” balas Letta singkat.

Haidar tertawa pelan. “Nih. Wanginya manis, bikin gue nyaman makenya,” ungkap Haidar jujur.

Kesan pertama Haidar untuk Letta, yaitu wangi Letta manis sekali. Entah parfum apa yang dipakai gadis itu. Intinya, Haidar sangat menyukai aromanya.

“Gue serius. Lo mau apa?” ulang Haidar.

Letta berpikir lumayan lama.

Sampai akhirnya ia memutuskan, “Temenin gue ke perpustakaan taman kota. Terus pulangnya gue mau lo beliin novel di Gramedia. Gimana?”

Haidar mengangguk setuju. “Okay. Permintaan lo gue terima.”

❁ ❁ ❁

Akhirnya, Haidar dan Letta telah sampai di perpustakaan taman kota. Jaraknya dari kafe Butterflova—kafe tempat pertama kali Haidar dan Letta bertemu—lumayan dekat, hanya menempuh perjalanan selama 15 menit.

Mereka berdua ke sana memakai motor Letta, dengan Haidar yang mengendarainya.

“Halo, Kak Mei! Aku mau pinjam novel,” kata Letta pada penjaga perpustakaan. Mereka memang sudah akrab sebab Letta rajin sekali ke perpustakaan ini.

“Siap. Bareng siapa, nih? Pacar? Kok misterius banget keliatannya.”

Letta terkekeh. “Temen, Kak.”

“Oh, gitu. Yaudah, sini kartu membernya,” ujar Meila.

Letta mengambil dompetnya, ia hendak mengeluarkan kartu member perpustakaan, tetapi dompetnya terjatuh.

Karena jatuhnya tepat di hadapan Haidar, Haidar lantas mengambil dompet Letta.

‘Valetta Ailandara. Nama yang cantik,’ batin Haidar. Ia berdiri dan memberikan dompet pada Letta.

“Makasih,” ucap Letta.

❁ ❁ ❁

Haidar merasa kesal karena Letta asyik mencari buku sambil mendengarkan musik. Sesekali, gadis itu ikut bernyanyi dengan suara yang pelan.

Dengan sangat tidak sopan, Haidar mencabut airpods sebelah kiri milik Letta.

“LO!?” sentak Letta memberi tatapan marah.

Haidar tersenyum lebar hingga matanya membentuk lengkungan semacam bulan sabit. “Gue juga mau denger musik,” katanya.

Letta menatap sinis. “Enggak sopan.”

Lalu Letta kembali berkutat dengan buku novel yang sangat ia suka.

“Letta, minjem ponsel lo,” kata Haidar.

“Enggak.”

“Ayolah, gue mau hubungi seseorang,” melasnya.

“Siapa suruh enggak bawa ponsel?”

“Lupa, Letta,” jawab Haidar.

Letta berdecak. Tak ayal, gadis itu tetap memberikan ponselnya.

“Sandinya apa?” tanya Haidar.

Muka Letta tiba-tiba memerah.

“Sandinya susah. Sini, gue aja,” ujar Letta. Ia hendak merampas ponselnya yang berada di tangan Haidar.

Haidar sontak mengangkat ponselnya begitu tinggi hingga Letta sulit menggapainya.

“Hai!” sentak Letta.

“Halo!” balas Haidar tersenyum menyebalkan. “Emang sandinya apa, sih?”

“Ciumdulu,” jawab Letta sangat cepat.

Cup!

Hai, Hai!Where stories live. Discover now