TC 04 -Dia, Siapa? 🌱

190 34 2
                                    

Asmaraloka itu, punya batasan. Dilain itu, kadang juga sulit membedakan. Benarkah, itu rasa kama, atau hanya rasa singgah yang sementara.

•••

Langit malam yang pekat, walaupun gelap, ada bintang yang berkelap memberikan kesan hangat. Di lantai tiga kantin rumah sakit. Andre duduk tepat didekat jendela kaca.

Secangkir caffe latte yang sedikit membantu. Hari ini cukup terasa panjang dan berat.

Ada banyak tangis dan tawa palsu yang ia lihat. Ada senyum yang terukir untuk menutupi resah, ada juga tangis tumpah, karena tak rela kehilangan sosok yang berharga.

Rumah singgah, yang orang-orang tidak ingin menyinggahinya. Bahkan berat hati untuk menginjakkan kaki di sana.

Rumah sakit.

Ya, tempat dimana orang-orang berjuang, dan berusaha untuk tidak singgah lagi di sana. Andre bekerja di tempat itu, sebagai tenaga medis, berusaha menyembuhkan orang-orang yang berjuang untuk kehidupan.

Rasanya cukup lama ia duduk di sana, menatap keluar mencoba mencari ketenangan. Jam di pergelangan tangan baru menunjukkan pukul sembilan malam. Sejam yang lalu ia sempatkan untuk shalat isya terlebih dahulu, sebelum mengistirahatkan diri sejenak.

Merasa sudah baikan, dan sedikit melepaskan penat, Andre berdiri dan menyambar jas putih miliknya. Bergegas untuk pulang.

"Dokter! Dokter Andre!" Andre menghentikan langkahnya, menatap orang yang berdiri tepat di depannya itu. Tentu saja penasaran.

"Kenapa, Yan?"

"Bisa saya minta tolong, Dok?"

"Udah dibilangin, bicara santai aja kalo di luar jam kerja. Mau minta tolong apa?" Lyan-- teman seprofesinya. Umurnya sepantaran dengan Andre. Senyum laki-laki itu terlihat sungkan.

"Bisa gantiin saya, buat operasi tiga puluh menit lagi? Saya serius mendesak, ada sedikit kendala di rumah. Janji deh, besok saya bantu Dokter juga buat operasi." Andre bergumam, lantas mengangguk.

"Oke. Bisa dijelaskan dulu permasalahan pasiennya?" Lyan tersenyum lega, ia mengangguk. Segera saja mereka buru-buru pergi dari sana, dengan obrolan yang terus berjalan.

Oke, Andre merelakan kasurnya untuk terlewati seperti biasanya.

"Pecah pembuluh darah di otak. Volume darahnya keluar dalam jumlah besar, darah yang keluar berkumpul di luar pembuluh darah, dampaknya pada proses desak ruang jaringan otak."

Andre mengulum bibirnya, mulai serius untuk berpikir. "Otak dilindungi oleh tulang tengkorak, jadi, kalau ada massa dalam otak karena gumpalan darah, maka tekanan dalam rongga kepala meningkat dan berpengaruh pada proses desak ruang. Seperti yang Dokter Lyan katakan tadi. Tekanannya besar dan harus dilakukan operasi. Jika begitu, sebelumnya sudah dipastikan jumlah pasti volume darah yang keluar, bukan? Saya perlu lihat hasil Magnetic Resonance Imaging nya." Terus berjalan, hingga raga keduanya tak lagi terlihat dari sudut kantin ini.

Tak sadarkah Andre? Ia malah tidak sengaja mendial nomor Hyun Ra, tepatnya ketika Andre meraih cepat handphonenya yang masih menyala di atas meja.

The ChosenWhere stories live. Discover now