29. SHE'S WORRIED

364 17 0
                                    

•••••

Rayyan kemudian membersihkan dirinya sesuai dengan perintah sang ayah. Setelah nya ia merebahkan diri sembari menatap langit-langit kamarnya. Matanya akan terpejam, namun suara pintu kamar yang terbuka membuat nya menghela napas.

Rayyan menoleh saat merasakan kasur nya bergerak, dan ternyata Reinald telah duduk bersandar sembari melihat lurus ke depan.

"Hm? Gimana, udah ada kemajuan?" Rayyan mengerjap mendengar itu. Rayyan lupa ia telah memberitahu teror yang menimpa nya kepada sang abang. Rayyan menggeleng. Karna ia masih ragu dan belum yakin dengan pemikiran nya.

Reinald mengacak rambut Rayyan dengan sayang. "Bilang sama gue kalau misalnya butuh bantuan." Tutur Reinald lembut.

Rayyan memejam kan matanya menikmati usapan sang abang, dan kembali membuka nya. "Sebelum nya lo pernah punya musuh gak sii bang? Atau gue gitu, punya nggak?"

Reinald terkekeh mendengar pertanyaan Rayyan yang menurut nya konyol. "Kalau gue tentu aja pernah, namanya juga manusia. Itu lumrah." Rayyan berdehem, kalimat itu mirip sekali dengan perkataan Laksamana.

"Tapi kalau itu lo, ya lo sendiri yang tau lah. Ngapain tanya gue orang yang lo benci."

Rayyan menghela napas nya, memang benar harusnya dia yang tau. Tapi, jika saja Reinald tau bahwa jiwa nya ini bukan Rayyan sang adik, melainkan Nico si berandalan.

"Lo tau sendiri gue amnesia kan, bang. Gue lupa." Jelas Rayyan, Reinald mendelik terhadap nya.

"Gue curiga deh sama lo, amnesia lo itu cuma sebentar dan harusnya lo bisa ingat sekilas atau gak tipis aja bagian masa lalu lo, tapi kenyataan nya? Lo kayak orang baru lahir, tau gak? Tuhan lo sendiri lo lupain."

Rayyan yang jengah pun berbalik membelakangi sang abang. Karna Reinald dirasa nya hanya terus memberi pernyataan dibanding kan jawaban yang ia inginkan. Reinald malah terlihat ingin menginterogasi nya. Menyebalkan.

"Mungkin lo benci sama seseorang, tapi lo gak ungkapin itu semua. Karna kebencian lo terlihat dari mata, tapi lo bukan orang yang pendendam kok." Tutur Reinald.

Rayyan yang berusaha memejamkan matanya untuk tertidur, kembali membuka nya. Ia berbalik. "Lo tau siapa orang yang gue benci?"

Reinald menatap Rayyan dengan pandangan yang sulit dimengerti. Kemudian ia menggeleng. "Gue gak tau, mungkin orang terdekat lo sendiri. But, who knows? "

Reinald beranjak dari sana, mengucapkan selamat malam pada sang adik lalu berlalu keluar dan tak lupa menutup pintu. Rayyan memikirkan ucapan sang abang. Mungkin saja itu bisa menjadi clue baru untuk nya? Ya kan. Tapi... Bukankah otomatis Rayyan akan mencurigai orang-orang terdekat nya?

Regulus, Hyperion, Sahabat nya, dan juga.. Dara?

********

Dua hari telah berlalu, masa skorsing juga telah selesai. Kini kedua crew itu sudah bisa kembali bersekolah. Tidak terlalu membosankan memang selama libur sekolah. Namun, sekolah merupakan kewajiban bagi mereka. Pasti!

Regulus serta Hyperion kini berada di markas alias gudang belakang sekolah. Mereka sibuk bercerita nyeleneh dan berbagai kegiatan tidak waras mereka. Meskipun ketua Regulus memisahkan diri, karna memikirkan beberapa hal yang terjadi belakangan ini. Siapa lagi kalau bukak Rayyan.

"Woi, ada yang bisa jawab gak? Pertanyaan gue dari lama banget ini, anjer! Dan lo semua harus bisa jawab." Tegas Farhan dengan menatap galak para Reguluz dan anggota Hyperion.

"Ya udah cepetan, gue paling suka nih jawab-jawab pertanyaan." Sahut Laksamana dengan bangganya.

Gion serta Sean memutar bola matanya mereka malas. Orang goblok disatukan dengan orang tolol, maka hasilnya akan menjadi Ugodol. Udah goblok, tolol lagi.

"Jadi, gue tuh mikir gini. Semisal kita nih sekarang dikelilingi berbagai ribu warna di bumi, kan kita hidup nih kan. Nah, gimana kalau misalnya kita tinggal di bumi, tapi gak ada warnanya. Bahkan satu warna pun!"

Laksamana yang dengan bangganya menyaut tadi, seketika mulai berpikir dengan wajah berkeringat. "Uhmm... Kiamat?"

"Ck, gue bilang kan kita hidup! Kalau kiamat mah, mati semua pinter!" Geram Farhan.

"Han, ngasi pertanyaan yang berbobot lah. Gak mungkin gak ada warna di dunia ni. Pasti adalah." Kesal Gion, ternyata ia juga sakit kepala memikirkan jawaban nya.

"Putih? Atau hitam?"

"Salah. Gue bilang gak ada warna, warna itu gak ada sama sekali." Geram Farhan dengan frustasi. Wajahnya bahkan memelas. Farhan memang frustasi memikirkan jawaban ini sedari SMP. Dan jawaban orang-orang tidak ada yang memuaskan nya.

"AnjDog! Terus apaan dong! Heh, gue juga jadi ikutan mikir semenjak lo ngasi pertanyaan gila ini!" Sentak Zeno dengan emosi. Ia yang pintar saja bingung membuat jawaban pastinya.

Farhan rasanya ingin menangis, ia sendiri tidak tau jawabannya. Ia bahkan merasakan sesak di dada nya karna ingin menangis, kepala nya juga sakit memikirkan pertanyaan ini.

"Ya udah sii, berarti bumi tanpa warna. Gak ada warnanya, bumi tanpa nama. Karna kalau gak ada satupun warna, jadi nya kan bumi tanpa nama." Sahut Antonio yang sedari tadi bermain Ludo King dengan beberapa anak Hyperion dan Regulus.

Farhan yang mendengar itu seketika berbinar, iya juga ya? Tapi, kalau bumi tanpa nama.. Isi di dalam bumi di sebut apa?

"Kalau bumi tanpa nama? Isi di dalam bumi, di sebut apa dong?" Tanya Sean mewakili Farhan yang sedang melamun. Wah, sahabat ikatan batin.

"Na, Ma, Ma, Ma, Na, Mamamam." Jawab Laksamana yang langsung mendapat gelakan tawa dari mereka semua.

Tanpa mereka sadari, Rayyan telah pergi dari sana dan menuju taman sekolah.

*******

Kini Rayyan hanya duduk sambil menatap lurus ke depan, ia tidak peduli meski bel masuk telah nyaring terdengar di telinga nya. Ia hanya ingin merilekskan pikiran dan tubuh nya saja. Untung nya taman sekolah mereka bersih, dan udara nya sangat nyaman menerpa kulit.

Rayyan tidak menyadari sedari tadi, ada Dara yang memperhatikan nya dari jauh. Akhirnya Dara memutuskan untuk menghampiri Rayyan dan duduk di samping lelaki itu. Tentunya dengan membuat beberapa jarak.

Merasakan ada seseorang di samping nya, Rayyan pun menoleh. "Dar? Lo ngapain disini?"

Dara menghela napasnya. "Gue yang harusnya nanya, kenapa lo disini? Gak dengar bel udah bunyi."

Rayyan kembali menatap lurus ke depan, tanpa mau menjawab. Dara yang merasakan bahwa Rayyan memiliki masalah, hanya diam saja dan menatap lurus ke depan. Menunggu agar sahabat nya itu yang berbicara.

"Semenjak kejadian itu lo gak papa kan?" Tanya Rayyan tanpa menoleh.

Dara menoleh dan tersenyum tipis.
"Gue gak papa. Apa sekarang lo masih khawatir tentang itu?"

Rayyan terkekeh kemudian mengangguk.
"Gimana gue gak khawatir, gue selalu ingat disaat lo shock dan ketakutan. Gue gak suka liatnya."

Dara mengerjap, apa baru saja Rayyan yang berbicara? Sungguh? Katakan pada Dara ia tidak mimpi, Rayyan mengkhawatirkan nya!? Sungguh? Dara berdehem, untuk menetralkan kegugupan nya.

"Gue udah gak papa, Ray. Justru gue malah khawatir sama lo yang katanya lo ngejar si pelaku sampai dapat kan, gue denger lo terluka. Makanya---"

"Ciyee... Khawatir ya sama gue sampai segitunya nyari tau?" Ucap Rayyan menghentikan kalimat Dara. Seketika Dara langsung kesal karna ulah Rayyan. Ia memukul lengan Rayyan dengan kuat, membuat sang empu meringis.

"Orang lagu serius juga! Gak lagi-lagi gue khawatir sama lo! Awas aja."

Rayyan gemas melihat itu, ia sengaja menjahili Dara. Karna jika Dara melanjutkan kalimat nya, Rayyan takut tak dapat menahan diri dari nafsu setan nya. Melihat Dara yang memberengut, Rayyan tentu semakin gemas.

Rayyan mengacak-acak jilbab yang dikenakan Dara. Dara dengan cepat menepis nya, ia juga malu.

"Belum muhrim bego!"

"Makanya, ayok kita nikah!"

Tolong bawa Dara ke UKS sekarang, gadis itu merasa ia sedang terkena penyakit jantung berdetak lebih cepat. Dengan gejala awal lamaran tak estetik dari seorang murid GB yang manis. Help!

~~~~~

DIFFERENT RAYYAN (END) Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum