BAB 17

322 13 1
                                    

"ANJIR GUE CAPEK!" pekik Kendra dengan napas yang terengah-engah. Cowok itu berlari kecil ke pinggir lapangan diikuti Reza dan Jehan yang sama dengan Kendra-berkeringat.

"Gila, tuh bocil-bocil jago bener mainnya." ucap Reza menyugarkan rambut basahnya karena keringat.

Sore ini, ketiga remaja itu bertanding bola dengan bocil-bocil di komplek Reza. Dan apada akhirnya mereka kalah, lebih tepatnya mengalah. Melihat anak-anak kecil itu tersenyum karena menang membuat ketiganya ikut terkekeh. Tapi tidak di pungkiri kalau anak-anak itu jago bermain bolanya.

"Pulang?" tanya Jehan.

"Ntar dulu lah, capek gue." jawab Reza yang di setujui Kendra.

"Lo pada beliin gue minum dulu kek," celetuk Kendra. Tenggorokannya terasa kering, badannya yang panas dan bercampur keringat membuat dia ingin segera mandi, tapi dia masih capek.

"Lo kira gue babu lo?" sentak Reza menggeplak lengan berotot Kendra.

"Lo sadar diri." ucap Jehan yang berhasil membuat Reza dna Kendra menatap cowok itu.

"Sadar diri kenapa?" Kendra bertanya.

"Sadar diri, kalau yang sebenarnya babu itu, lo." balas Jehan santai.

"BANGKE LO!" sembur Kendra kesal.

"Berisik lo!" ketus Reza.

Mereka bertiga memutuskan untuk pulang, maksudnya pulang ke rumah Reza untuk bersih-bersih sekaligus menumpang menghabiskan makanan dan camilan-camilan di rumah Reza.

Setelah setengah jam mereka membersihkan tubuhnya masing-masing, ketiganya langsung bermain PS di ruang tengah dengan camilan-camilan dan minuman-minuman yang ada dimana-mana. Bahkan sudah ada beberapa bungkus snack yang habis, ada juga toples kaca yang tadinya penuh dengan camilan kini ada beberapa yang sudah habis tak tersisa, oh dan satu lagi, ada minuman kaleng atau botol yang sudah habis juga berserakan.

"Kayak kandang kebo, berantakan." celetuk pria paruh baya yang berdiri di belakang mereka dengan kedua tangannya yang bersidekap dada.

Ketiga remaja itu kompak menoleh, kemudian tersenyum tidak bersalah.

"Eh, Om udah pulang?" tanya Kendra seraya memasukan kripik singkong ke dalam mulutnya.

"Eh, Papa tersayang, udah pulang? Tumben amat?" ucap Reza.

"Udah pulang, Om?" tanya Jehan.

"Gak usah basa-basi kalian! Bereskan kekacauan ini. " ucap Evan memerintah ketiga remaja di sana. Kedua netranya mengarah pada Jehan. "Om pasrahkan sama kamu, kalau saya turun belum juga selesai, kamu tau konsekuensi, Jehan." setelah mengatakan itu, Evan pergi dari sana.

Kenapa tidak di pasrahkan pada Reza saja yang notabenya anaknya sendiri? Kalian tau Reza seperti apa. Yang ada bukannya bersih malah semakin berantakan.

"Ya elah bapak gue!"

"Ya emang bapak lo!" sahut Kendra.

"Cepet beresin, keburu bapak lo dateng!" perintah Jehan.

Kenapa tidak asisten di rumah ini saja yang membersihkannya? Konsekuensi adalah, apabila ketiga remaja itu mengacaukan rumah, maka mereka juga yang harus membersihkannya.


****

"CEPETAN KAY! FILMNYA MAU MULAI!" pekik Kanaya pada Kayra yang masih sibuk memakai skincare di meja rias cewek itu.

"Aduh, Kak Nay! Jangan teriak-teriak, ini gak kedengaran tau!" omel Olive cemberut karena terusik dengan suara pekikan Kanaya yang menggelar di kamar Kayra.

"Tau, sabar kenapa sih! Lo gak tau gue lagi apa?" sahut Kayra kesal.

"Heh! Gue ngasih tau lo, biar lo gak ketinggalan!" sembur Kanaya. "Ya ampun Olive, Kak Nay berbaik hati dengan Kak Rara, tau!" sambungnya pada Olive yang anak kecil itu saja tidak mengindahkan ucapan Kanaya karena fokus pada kartun yang sudah mulai sedari tadi.

Kayra ikut bergabung di kasur lantai seusai memakai skincare-nya. Mereka memang akan tidur di lantai dengan kasur lantai karena tidak mungkin mereka bertiga tidur di kasur single Kayra karena yang pasti tidak akan muat. Setiap Kanaya akan menginap di rumahnya pasti mereka akan tidur di kasur lantai.

"Gila sih, ganteng banget!" komen Kanaya berbinar melihat sosok Karun laki-laki.

"Langsung melek tuh mata!" sindir Kayra.

"Biarin!"

Kedua remaja itu niatnya ingin menonton film action barat, atau drama Korea, namun mereka masih mengingat kalau ada satu bocil yang masih di bawah umur. Tidak mungkin kan mereka tetap menonton drama atau film itu? Gila saja.

"Kalau gue di dunia disney, gue bakal jadi siapa ya, Kay?" tanya Kanaya tiba-tiba.

"Rapunzel?" jawab Kayra.

"Kenapa Rapunzel?" tanya Kanaya bingung karena Kayra menjawab Rapunzel.

"Ya, lo kan selalu gak di bolehin keluar, ortu lo sangat amat protektif sama lo. Lo itu di ibaratkan Rapunzel. Terus ada pangeran yang nyasar ke rumah lo, terus dia ngebebasin lo dari istana itu!" jelas Kayra dengan akhir kekehan. Lagi pun mana mungkin seperti itu, dikira ini cerita disney apa?

Kanaya mengerutkan dahinya. "Kenapa istana? Bukannya Rapunzel hidup di kastil ya?"

Kayra berdecak kesal. "Lo pikir lah, Nay! Hidup lo? Bapak lo pengusaha, Emak lo punya toko butik yang cabangnya dimana-mana. Lagi, keluarga lo tetap kaya tujuh turunan, tujuh tikungan, walaupun amit-amit ya bapak lo bangkrut!"

"Gue se-kaya itu?" beo Kanaya dengan polos yang membuat Kayra ingin sekali menampol wajah polos Kanaya.

"Terserah lo!"

Kanaya mencebik bibirnya mendengar jawaban dari bibir Kayra, dia lebih memilih untuk kembali fokus pada kartun itu. Sama halnya dengan Kanaya, Kayra juga kembali fokus pada laptop Kanaya yang memperlihatkan kartun di sana. Namun suara notifikasi dari ponselnya membuat dia mengeceknya. Kayra berdecak, lalu melemparkan ponselnya di atas kasur.

****

13 Januari 2023

REZAWhere stories live. Discover now