(7) Special Up

155 105 154
                                    

Terima kasih untuk 1k reads nya!
Bab ini didedikasikan untuk readers sekaligus sebagai hadiah akhir tahun.

Anyways,
Vote
Follow me for more stories
Udah?
Cus ke story-nya!

*****

Memang benar kata pepatah, 'Habis gelap terbitlah terang'. Inilah yang dirasakan Faya sekarang setelah bertubi-tubi disambar petir kemarin. Tidak ada satu orang pun yang bisa membuat ia semalu ini.

Hanya Kathir seorang.

Beberapa hari lalu, Kathir benar-benar memegang ucapannya untuk mengganti kerugian Teddy baik segi fisik maupun mental. Hasil dari ganti rugi itu dipakai Teddy untuk berobat dan sebagiannya lagi dihibahkan kepada Tuti untuk membuka usaha kue kecil-kecilan.

Tuti, Si tengah, dan bungsu juga sudah mendengar kabar perihal kesalahpahaman tersebut. Alih-alih marah, Faya malah dihadiahi tawa oleh mereka.

"Lagian kalau dipikir-pikir lagi, yang Kak Faya ceritain kemarin itu enggak masuk akal tau. Cuma karena keadaannya lagi mencekam, jadi orang-orang pada kebawa emosi." Untuk pertama kali lagi, Diana membuka kartunya sendiri dengan tertawa terbahak-bahak hingga semua anggota keluarga melotot terkejut.

Tuti yang merupakan pelaku perang dingin utama menggeleng pasrah. "Faya, coba kamu bandingin kecerdasanmu dengan ketimun. Siapa tau ketimun lebih pinter."

Mengingat peristiwa memalukan itu, wajah Faya memerah padam. Ia pikir sepertinya dirinya memang harus cepat-cepat tes IQ, supaya ia mengetahui jika saja otak kecilnya sudah lenyap dimakan kecerobohannya selama ini.

Meski begitu, setelah berakhirnya perang dingin kemarin, hikmah pun datang bertubi-tubi. Mulai dari ganti rugi yang diberi Kathir dan para preman, belum lagi sekarang Faya sudah memiliki laptop sendiri, sebab beberapa hari lalu, Izmi baru saja membeli laptop baru dan laptop bekasnya ia berikan kepada Faya secara sukarela. Dengan ini, Faya tak perlu lagi lembur di kampus hingga malam karena mengerjakan tugas. Tuhan memang benar-benar baik.

Saat ini, Faya sendirian di taman kampus. Kedua teman sepermainannya tengah masuk mata kuliah umum, sedang dirinya yang berada dalam zona jamkos (jam kosong), berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin dengan meresmikan laptop yang belum lama ini dihadiahkan padanya.

Kini ia merebahkan diri di gazebo kayu jati yang kokoh. Memainkan jari di atas keyboard laptop dengan sukacita sambil sedikit berdendang mengatasi rasa bosan. Ada satu hal yang melekat di diri Faya, yakni kecerobohan. Meski begitu, ketika melakukan sesuatu ia tak pernah separuh hati. Ibarat kata, seluruh jiwa dan raga ia persembahkan demi kewajibannya. Layaknya sekarang, ia tengah me-review tugas-tugas yang diberikan dosen kepadanya. Hantaman tugas tak ayal membuat Faya runtuh. Justru tantangan ini membarakan api dalam aliran darahnya.

Setengah jam berlalu, hingga akhirnya Faya menyelesaikan review tugas yang bahkan telah ia kumpulkan dua pekan lalu. Sekilas ia terdistraksi dengan keadaan sekitar. Menolehkan kepala ke arah lapangan Fakultas tempatnya menjalani ospek tempo hari. Mata Faya memicing penuh analisis, tatkala menyaksikan kurang lebih lima puluh orang mahasiswa berbaris menggunakan almamater, dijemur di bawah sinar matahari tinggi sambil mendengar ocehan senior dengan teman setia mereka; toak.

"Mahasiswa itu harus bermental baja. Masa baru dijemur sebentar aja udah kehausan?!" seru salah satu senior. Laki-laki itu berdiri lantang bak orator demo. Menatap tajam setiap objek yang masuk ke pandangannya.

Anak Perempuan Pertama [ON GOING]Where stories live. Discover now