BAGIAN 21

624 26 2
                                    

Jangan lupa Follow, Vote and Comen ❣️

Selamat membaca ❣️

----------

Elgara membanting remot AC ke dinding kamar sampai pecah tak tersisa. Dada lelaki itu naik turun tanda sedang di lumuri api amarah. Ia sangat benci, benci saat orang lain membuat Adiknya ketakutan. Elgara pernah bersumpah kepada dirinya sendiri, jika seandainya ada orang yang membuat kondisi Adiknya semakin parah, ia tidak akan pernah membiarkan orang itu hidup dengan tenang.

"Gue bakal cari lo sampai ketemu," Gumam Elgara dengan iris mata yang memancarkan dendam dalam hatinya.

Tadi, Meika pulang diantar dengan teman-temannya. Dirumah hanya ada Elgara, kedua orang tuanya belum juga pulang. Elgara yang terkejut karna penampilan Meika pun langsung menyuruh Steffi untuk menjelaskan semua yang terjadi pada Adiknya.

Urat-urat di leher lelaki itu tercetak jelas, bahkan rahangnya pun semakin mengeras kala mengingat baju seragam Meika yang dirobek. Ia menjaga Meika selama ini, tetapi kenapa orang lain seenaknya saja melukai Adiknya?

Kondisi Meika semakin buruk, sekarang gadis itu tengah menyendiri di kamarnya. Tidak ada satu orang pun yang boleh masuk olehnya. Elgara tadi mencoba untuk menenangkan Meika yang menangis di pojok kamar sambil bergetar, tetapi dengan kasar Meika mendorong tubuh Elgara, ia bilang kalau ia tidak mau dekat-dekat dengan orang lain saat ini.

Elgara memilih mengalah, ia tahu Adiknya sangat ketakutan. Apa yang ia katakan tadi kepada Bunda pun membuat Widya terkejut, bahkan sang Bunda sampai menangis karena khawatir dengan keadaan Meika. Sedangkan Fadlan? Pria itu malah terlihat acuh dan seakan-akan tidak perduli dengan keadaan putrinya.

Elgara menghampiri Bundanya yang masih menangis di depan pintu kamar Meika. Wanita itu terduduk lemas menunggu Meika membuka pintunya. Tetapi sudah beberapa jam ia duduk disini, Meika masih tak kunjung keluar. Suara tangisan gadis itu terdengar dari luar kamar, entah bagaimana keadaan Meika, Widya benar-benar tidak tahu. Widya bisa saja membuka pintu kamar anaknya memakai kunci cadangan, tetapi ia lebih memilih mengerti Meika yang ingin sendiri.

"Bunda, bangun ya? Disini dingin, Bunda istirahat aja di kamar." Widya menggeleng saat putranya berjongkok di depannya.

"Meika El, Bunda khawatir sekali dengan Meika," Elgara mengangguk mengerti. Kemudian memeluk tubuh Bundanya yang lemas. Ia mengerti, sebagai seorang Ibu yang melahirkan anaknya apalagi sudah membesarkannya, tidak akan lepas dari rasa khawatir oleh sang anak.

"Mei, buka sayang. Bunda mohon, jangan siksa diri kamu sendiri, bagi semua rasa takut kamu ke Bunda," Widya terus memohon sambil mengetuk-ketuk pintu kamar Meika yang terkunci. Air mata yang turun dengan deras di kelopak matanya tak Widya hiraukan.

"El, kenapa orang lain jahat sama Adikmu? Meika gak pernah jahatin orang, kasihan Meika El," Widya terus meracau di pelukan Elgara.

Elgara memejamkan kedua matanya. Diam-diam tangannya mengepal erat. Dadanya menggebu-gebu seakan-akan amarah sudah menguasai dirinya.

Sakit, sakit sekali. Sebagai anak laki-laki ia sangat tidak bisa menahan air matanya jika sudah bersangkutan dengan keluarga. Apalagi saat melihat Widya yang menangis di pelukannya, dan Meika yang tidak tahu bagaimana keadaannya di dalam.

Widya dan Elgara sontak terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari dalam kamar Meika. Elgara membantu Bundanya untuk bangkit, kemudian lelaki itu berlari ke kamarnya untuk mengambil kunci cadangan kamar Meika.

Elgara langsung membuka pintu tersebut dengan degup jantung yang berdetak cepat. Saat pintu itu terbuka, sontak kedua mata mereka terbelalak kaget kala melihat tubuh Meika yang terbujur di lantai kamarnya.

MEIKA [COMPLETED]Where stories live. Discover now