Bab. 5. Dia lagi.

24 3 0
                                    

"Hanya karena seseorang tersenyum padamu, tak berarti dia menyukaimu. Jangan terlalu berharap." -Biru

***

L I M A————

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


L I M A
———

"Si kampret emang lo! Kemarin lo ngasih nomer siapa ke gue nyet?!" Labrak Andi pada Rena yang tertawa puas.

"Nomer tante-tante pemuas pria kesepian." Jawabnya.

"Emang sialan lo ya! Gara-gara lo gue jadi trauma tujuh turunan!" Andi mengumpat kesal.

"Lagian kenapa sih lo pengen banget deketin Monik?" Tanya Rena nggak habis pikir. Sudah hampir 7 bulan Andi berusaha mendekati Monik, tapi tak pernah ada perkembangan yang bisa di banggakan.

"Siapa yang nggak tertarik liat cewek sexy bohai kaya monik. Secara selera gue bukan yang lurus banget kaya lo. Lagian heran gue, lo jadi cewek kok nggak ada gelombang-gelombangnya deh." Pernyataan Andi Membuat Rena naik darah.

"Lagian, lurus-lurus gini selera gue juga bukan cowok mulut lemes kaya lo!" Balasnya kesal.

Mendengar jawaban Rena, Andi segera menutup mulut Rena dengan tangannya. Membuat Rena gelagapan.

"Bangsat! Bau banget tangan lo!" Teriak Rena kesal.

Andi tertawa puas. "Habis tadi gue berak di toilet nggak ada sabun." Ucap Andi tak bersalah.

Membuat Rena mual-mual. Lalu berlari menuju toilet.

Aku tergelak. "Gila si lo Di. Bisa-bisanya, jorok banget. Kasian tu Rena." Ucapku tak habis pikir dengan kelakuan temanku ini.

"Ya gimana Bi, udah terlanjur keluar eek nya. Orang gue gak sempet mastiin sabun sebelumnya. Keburu mules banget perut gue." Jawabnya membela diri.

Sontak aku tertawa. Kebayang gimana jadinya cebok tanpa sabun. Kadang suka mikir juga sih. Bayar kuliah mahal-mahal, sekedar sabun di toilet aja nggak di sediain.

"Btw, gimana soal Langit dan Kevin?" Mendengar pertanyaan itu, seketika membuat tawaku terhenti.

"Entahlah Di, bukan urusan gue juga." Aku lebih memilih tak melanjutkan perbincangan ini.

"Terkadang hidup banyak plot twist-nya ya Bi, nggak nyangka gue, lo terlibat perasaan sama dua saudara tiri itu." Ucapan Andi ada benernya.

"Tapi Bi, mending lo cari tau deh kebenarannya gimana, ya seenggaknya lo bisa meluruskan kesalahpahaman di antara mereka."

"Caranya?" Tanyaku.

"Coba lo pancing mereka aja, ajak ketemu. Nah disitu lo jadi penengah. Lalu suruh mereka menjelaskan secara bergantian."

Ide yang cukup masuk akal jika untuk Langit. Tapi bagi Kevin, sepertinya akan sangat sulit. Mengingat sifatnya yang kekanakan dan emosian.

"Kayanya bakalan susah, Di. Lo pahamkan Kevin gimana." Jawabku.

Andi berdecak. "Emang beban hidup banyak orang tu anak labil." Ucapnya kesal.

Sampai akhirnya Rena datang dengan tampang masamnya. "Gila sih lo Di, gue sampai muntah-muntah gara-gara tangan lo bau banget." Gerutunya.

"Maaf deh Ren, sumpah gue nggak ngira lo bakal muntah-muntah gitu." Ucap Andi penuh sesal.

"Ya udah lah, mending lo traktir Rena apa kek Di, sebagai permintaan maaf." Sahutku menengahi. Lalu aku bangkit mengemasi buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Mau kemana, Bi?" Tanya Rena.

"Ada urusan bentar." Jawabku.

*

Sejak kejadian hari itu, aku tak lagi bertemu Langit. Sepertinya dia sengaja menghindariku. Padahal jika di ingat, hubunganku dengannya sudah semakin dekat. Tapi sayang, yang dekat belum tentu bertahan.

Saat ini aku sedang berjalan menuju Fakultas Teknik. Dengan harapan, bertemu Langit. Tujuanku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Selebihnya, jika memang berkesempatan bicara, maka akan ku bicarakan kesalahpahaman ini padanya.

Memasuki kawasan Fakultas Teknik, sesaat langkahku terhenti. Mataku melebar melihat pemandangan yang ada di hadapanku saat ini.

Langit bersama Filia. Ada hubungan apa mereka? Kenapa terlihat dekat sekali, duduk berdua saling dekat, hingga tak berjarak.

Refleks aku berputar arah, namun payahnya, aku terjatuh saat hendak berlari. Hingga membuat semua orang di sekitarku menoleh ke arahku. Sebelum semakin menjadi pusat perhatian, akupun bangkit dan segera pergi membawa rasa kecewa ini. Dengan harapan Langit tak melihatku tadi.

Aku berbelok ke lorong kecil menuju toilet. Jika ku lanjutkan langkahku, akan menjadi pertanyaan banyak orang. Karena air mata yang terlalu deras ini, sudah membasahi pipi.

Aku mengunci pintu toilet. Ku nyalakan kran air. Lalu duduk di closet putih itu. Agar suara isak tangisku tak terdengar keluar. Berusaha menumpahkan rasa sedihku. Dengan tetap berusaha menahan diri. Karena kakiku mulai terasa lemah.

Masih tak menyangka, kenapa lagi-lagi Filia yang menghancurkan harapanku. Kenapa Filia selalu ada di sekitarku. Tak cukup ia merebut Kevin dariku. Sekarang, ketika aku sudah mulai melupakan Kevin, dan berharap  kepada Langit, Filia merebutnya lagi. Apa maunya dia.

***

Hai readers!Jangan lupa bantu komen & vote ya! Luv 🤍

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai readers!
Jangan lupa bantu komen & vote ya! Luv 🤍

Instagram : @dessy_kusumaa

🤍

LANGIT BIRUWhere stories live. Discover now