21. Tak Sengaja Bertemu

Beginne am Anfang
                                    

"Brengsek, berani-beraninya Lo!"

Dylan maju hendak membalas pukulan pria tersebut, namun gerakannya mampu terbaca sehingga tubuhnya kembali mencium tanah dengan posisi yang tak mengenakkan.

Pria yang memukul Dylan langsung mencekiknya dengan kencang.

"Ini peringatan terakhir saya. Jika kamu kembali berbuat kasar dan bermain fisik pada Nona, saya bisa berbuat lebih kejam dari ini. Langsung mengirimmu ke neraka contohnya."

Setelah itu, pria tersebut pergi dari hadapan Althaia tanpa sepatah kata. Bersamaan dengan datangnya sopir yang menjemputnya.

Althaia langsung masuk ke dalam mobil tanpa mempedulikan Dylan yang masih terkapar di samping pohon.

"Nona baik-baik saja?"

Althaia mengangguk tanpa suara. Setelahnya, sopir tersebut melajukan mobilnya kembali ke rumah. Di sepanjang perjalanan pun Althaia hanya diam memikirkan kejadian tadi. Tentang Dylan yang menyakiti fisiknya, juga kedatangan seorang pria asing yang menolongnya.

Brak

Cittt

Tubuh Althaia tersentak kala sopir yang memberhentikan mobil secara mendadak.

"Ada apa, pak?" tanyanya begitu melihat sopir yang raut wajahnya berubah pucat pasi.

"Sepertinya saya nabrak orang, Non."

Setelah itu, Althaia dan sopir tersebut keluar dari mobil. Dan benar, seorang laki-laki kini terbaring di depan mobil dengan seraya meringis kesakitan.

"Kita bawa ke rumah sakit, Pak!" pekik Althaia panik. Selain karena bentuk tanggung jawab, sepertinya laki-laki tersebut baru saja tertimpa musibah lain. Wajahnya babak belur dengan darah yang hampir mengering di sekitar bibir.

Setelah sampai di rumah sakit, laki-laki asing yang ditabrak olehnya langsung ditangani oleh dokter. Sementara Althaia masih setia menunggu di depan ruangan seraya harap-harap cemas. Sopirnya ia suruh menunggu di luar.

Dering ponsel dari balik saku seragam membuyarkan lamunan Althaia. Terpampang nama Maximilian Archard sebagai orang yang menghubunginya.

"Halo. Kenapa?"

"Dimana? Udah sampai rumah?"

"Gue di rumah sakit."

"LO KENAPA?"

Mendengar teriakan Max dari seberang sana, Althaia langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Mendengus kesal karena merasa reaksi yang diberikan Max terlalu berlebihan.

"Sopir gue tadi gak sengaja nabrak orang. Jadi, gue harus tanggung jawab dengan bawa dia ke rumah sakit."

"Share location sekarang."

"Buat apa?" Althaia berdecak.

"Gue mau nyusul. Gak terima bantahan."

Seakan mengerti jalan pikiran Althaia yang pastinya membantah, Max langsung memutuskan panggilan sepihak. Mau tak mau, Althaia langsung mengirimkan lokasinya saat ini kepada Max.

Beberapa menit menunggu, akhirnya dokter keluar. Diikuti oleh laki-laki yang kini wajahnya sudah terbalut perban.

"Pasien baik-baik saja, tidak ada luka dalam ataupun patah tulang. Hanya luka luar saja yang sudah saya tangani. Kemungkinan jika diberi salep dan obat yang saya berikan, lukanya akan cepat mengering."

"Terima kasih, dokter."

Setelah itu, dokter tersebut pergi meninggalkan Althaia dan laki-laki asing.

"Ehm, gue minta maaf," ucap Althaia membuka pembicaraan. Menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan penuh rasa bersalah.

"Santai. Sebenarnya kakak gak usah bawa aku ke rumah sakit, aku juga gak apa-apa. Salahku sendiri yang nyebrang tanpa lihat kiri-kanan."

Althaia yakin jika laki-laki di hadapannya kini berusia lebih muda darinya. Mungkin berbeda 2 atau 3 tahun di bawahnya.

"Oh iya nama gue Althaia Calista. Sekali lagi gue minta maaf. Lo tenang aja, biaya rumah sakit udah gue tanggung. Dan gue bakal antar Lo pulang."

"Aku Matthew Cavin Archard. Tapi kak Althaia panggil aku Matt."

Archard? Seperti nama belakang Max. Apa mereka berdua saudara? Batin Althaia dalam hati seraya bertanya-tanya.

"Althaia!"

Suara itu mengalihkan perhatian Althaia dan Matt. Althaia menatap seseorang yang datang dengan tatapan sebal. Sedangkan Matthew terdiam dengan tubuh menegang dan muka yang berubah pucat.

"Buat apa sih Lo datang?" Althaia berseru kesal. Seakan tak menyadari tatapan penuh aura permusuhan yang dilayangkan oleh Max pada Matthew.

"Ayo pulang!" seru Max seraya menarik tangan Althaia pergi. Tak mempedulikan keberadaan Matthew yang terdiam dengan pandangan sendu. Melihat abangnya sendiri yang tak menganggap kehadirannya.

"Gak bisa. Gue harus antar Matt pulang dulu."

"Dia masih punya tangan dan kaki yang lengkap, seharusnya dia bisa pulang sendiri."

"MAX!" sentak Althaia marah.

"Kak Althaia pulang aja. Aku bisa pulang sendiri, lagipula lukaku gak begitu parah. Aku masih punya tangan dan kaki yang lengkap."

Entah mengapa, Althaia bisa merasakan kesedihan saat Matt mengucapkan kalimat tersebut.

"Lo biar diantar sopir gue ya. Please, kali ini aja Lo gak boleh nolak. Gue benar-benar merasa bersalah banget sama Lo."

Matthew bimbang. Namun, melihat wajah Althaia yang memohon, mau tak mau ia mengangguk menyetujui.

Setelah itu, Max membawa Althaia pergi dari hadapan Matthew. Sebisa mungkin tak mempedulikan keadaan Matthew meskipun dalam hatinya diliputi perasaan resah, cemas, dan khawatir.

Sekali lagi, Althaia menoleh ke arah Matt dan memasang wajah bersalah seakan meminta maaf lewat tatapannya. Dan Matt hanya bisa tersenyum kecil sebagai balasan.

(To Be Continue)

AYO-AYO KENCENGIN VOTE DAN KOMENNYA.....

SEE YOU NEXT CHAPTER🥰🥰

Hello MaxWo Geschichten leben. Entdecke jetzt