08. Mata-mata

31.5K 3.2K 35
                                    

Setelah dari rumah Althaia, Max tak langsung pulang ke rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah dari rumah Althaia, Max tak langsung pulang ke rumahnya. Melainkan pergi ke markas.

Max melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Membelah jalanan Ibukota yang tak pernah sepi dari kendaraan yang berlalu lalang.

Hingga tak sampai 30 menit, motor Max sudah sampai di halaman sebuah rumah kosong yang menjadi markas geng Phoenix. Ia melepas helm yang menutupi kepalanya dan langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Meskipun dari luar terlihat seperti bangunan tak terawat, namun siapa sangka, bagian dalam markas geng Phoenix sangatlah terawat dan bersih. Sangat nyaman dijadikan rumah kedua. Maka tak jarang banyak anggota Phoenix yang sering menginap di markas ketimbang di rumah sendiri. Begitu pula dengan Max.

“Pffttt.”

Suara tawa yang ditahan dari seseorang membuat langkah Max terhenti. Ia menoleh ke arah Steve yang menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Max mengangkat sebelah alisnya bingung melihat orang-orang di markas yang nampak seperti menahan tawa.

“Lo pada kenapa?” tanya Max membuka suara.

Diego mendekat ke arah Max dan menepuk bahu laki-laki tersebut dengan pelan. “Plaster Lo lucu, motif kuda poni,” ucapnya seraya menunjuk plaster luka yang menempel di pelipis Max.

Mendengar perkataan Diego barusan langsung membuat Max mengeluarkan handphone hendak berkaca. Matanya melotot melihat plaster bermotif kuda poni berwarna pink yang menempel di pelipisnya. Ia mengumpat dalam hati melihat anggotanya yang tak bisa lagi membendung tawa.

“SIALAN! DIAM KALIAN!” teriak Max dengan wajah memerah menahan malu. Ia mengusap pelipisnya dengan miris. Ingin melepas plaster tersebut tapi sayang karena pemberian Althaia, namun jika ia mempertahankan, sudah pasti harga dirinya akan jatuh. Seorang ketua geng Phoenix memakai plaster bermotif kuda poni untuk menutupi lukanya. SANGAT TIDAK LUCU! Batin Max menjerit dalam hati.

Julius yang sudah berhenti tertawa pun langsung menghampiri ketuanya. “Itu plaster Lo beli dimana?”

“Dikasih sama cewek gue!” balas Max dengan ngegas.

Julius kembali tertawa dengan kencang. Ia sampai memegangi perutnya yang sakit karena tertawa.

Max hanya mampu memutar bola matanya jengah. Ia melangkahkan kakinya untuk duduk di sofa panjang yang tersedia.

“Anggota kita ada yang sekolah di IHS, kan?” tanya Max menatap semua orang yang ada di markas dengan tatapan serius.

“Ada. Kenapa?” jawab Haris. Salah satu anggota Phoenix yang berasal dari sekolah yang tak sama dengan Max. Bisa dikatakan anggota dari sekolah lain.

“Mana orangnya?”

“Lagi gak ada di sini.”

“Suruh ke sini cepat!”

Hello MaxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang