14. Bahaya

21.7K 2.4K 49
                                    

Malam hari ini udara cukup dingin. Akibat dari hujan deras yang mengguyur kota Jakarta sore tadi.

Dinginnya malam tak menyurutkan niat Althaia pergi ke mini market dekat rumahnya untuk membeli beberapa kebutuhan pribadinya yang habis.

Althaia mengenakan pakaian serba panjang untuk menutup tubuhnya. Menghindari rasa dingin yang bisa saja membuat tubuhnya menggigil kedinginan.

Selepas dari mini market, Althaia langsung menyusuri jalanan yang cukup sepi tersebut sendirian. Memang ia pergi dengan jalan kaki. Sebab jarak antara mini market dengan rumahnya cukup dekat.

Getaran ponsel di saku bajunya membuat Althaia berhenti sejenak. Merogoh saku untuk melihat siapa gerangan yang menghubunginya.

“Papa?” gumam Althaia bingung. Ia langsung menekan tombol hijau di ponsel untuk menerima panggilan dari Papanya.

“Halo sayang.”

“Halo Pa? Ada apa?”

“Udah selesai belanja?”

“Udah. Ini Althaia lagi di perjalanan pulang.”

“Biar Papa jemput, ya?”

“Gak usah Pa. Sebentar lagi Althaia sampai.”

Terdengar helaan nafas panjang dari Papanya. “Hati-hati.”

Althaia yang bingung pun hanya mampu mengiyakan. Setelah panggilan terputus, Althaia kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang.

Tubuhnya tiba-tiba bergidik saat merasakan hawa yang tak mengenakkan.

“Nyesel gak mau dijemput Papa,” gumamnya lirih. Ia melirik sekitar yang nampak sepi. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 19.56. Belum terlalu malam. Hanya ada beberapa kendaraan yang lewat.

Hmmph.”

Tubuh Althaia meronta saat seseorang membekap mulut dan mengunci pergerakan tangannya. Belanjaan yang dibawa sampai jatuh berserakan di jalanan. Seseorang itu membawa Althaia ke gang sempit. Melepas bekapannya di mulut Althaia.

“Sialan Lo siapa?” teriak Althaia dengan marah. Ia tak bisa melihat siapa orang yang dengan lancang menyeretnya ke gang sempit seperti ini, sebab orang tersebut memakai masker dan juga hoodie yang membungkus tubuhnya.

Orang tersebut membuka maskernya dan menyeringai ke arah Althaia yang terdiam mematung.

“Dylan?” gumam Althaia tak percaya. Ia menatap was-was ke arah Dylan yang memajukan wajah ke arahnya.

“LEPASIN GUE GAK?”

Althaia terus meronta saat cengkeraman tangan Dylan di lengannya semakin mengencang. Bahkan kini Dylan tak segan-segan mengusap pipinya dengan gerakan dibuat-buat hingga membuat Althaia muak.

“Brengsek! Gak usah macam-macam ya lo.”

Dylan terkekeh. “Gue cuma mau satu macam.”

“Lepasin! Lo mau apa?”

“Kalau gue mau Lo, gimana?”

Althaia meradang mendengar perkataan Dylan yang seperti merendahkannya. Kakinya yang terbebas menendang tulang kering Dylan dengan kencang hingga membuat empunya berteriak kesakitan.

Hello MaxWhere stories live. Discover now