32. Mata Setajam Elang

347 63 6
                                    

Hari ini adalah hari libur, biasanya Vicky akan datang ke rumah Johny pada pagi hari, lalu pulang pada malam hari. Ralat, sepertinya setiap hari ia pasti seperti itu, bahkan bisa dikatakan Vicky lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sahabatnya ketimbang dirumahnya sendiri. Maklum, kehidupan sebagai anak tunggal dengan dua orangtua yang sibuk bekerja pasti sangat menjenuhkan bagi gadis ekstrovert seperti Vicky.

Namun tidak untuk hari ini.

Johny tak tahu sejak kapan tepatnya, tapi begitu ia membuka mata, Sam sudah berada di dalam kamarnya sembari menikmati secangkir kopi di tepi jendela. Masih dengan muka bantal serta kesadaran yang belum sepenuhnya terbentuk, pria itu menatap heran kepada sang kakak sebelum menoleh ke arah yang sama dengan arah tatapan mata Sam, lalu mendecak pelan setelahnya.

Ia baru sadar, jendela kamarnya mengarah ke jendela kamar Vicky. Maka tak perlu bertanya lagi atas alasan apa Sam kemari, Johny sudah paham jawabannya.

"Nyariin Vicky kah?" Tanya pria berkaos hitam itu dengan suara paraunya.

"Enggak, cari angin doang." Sam masih belum jujur kepada Johny.

"Halah, biasa ngendap di kamar juga lo."

Sam tersenyuk tipis, menyesap kopi buatannya, lalu melirik sekilas kepada sang adik yang masih bergumul dibawah selimut. Bisa Sam lihat, Johny kembali membenamkan tubuh dibalik selimut tebalnya. Maka dengan senyuman sehangat malaikat, pria itu meletakkan cangkir ditangannya pada meja terdekat, lalu berjalan menghampiri tempat tidur sang adik dengan suara langkah kaki yang terkesan samar. Tanpa memberi aba-aba sama sekali, tiba-tiba Sam sudah menyibak selimut tersebut sehingga Johny sontak terduduk diatas tempat tidur.

"WOY!" Seru Johny yang tak terima waktu bermalas-malasannya diganggu seperti ini.

"Bangun! Udah jam 9!" Seru Sam polos.

"Bodo amat! Mau jam 12 pun bukan hak lo ganggu jam tidur gue!"

"Ini bukan jam tidur lagi Johny Damian... astaga."

Sambil bersungut-sungut, pria berkaos hitam itu menyalahkan sang kakak yang sudah membuat rasa kantuknya hilang seketika. Johny berdiri dari tempat tidurnya, tak mau membuka hari dengan berdebat melawan pria paling menyebalkan di hidupnya itu. Namun ketika ia berjalan keluar dari kamar, tiba-tiba instingnya berkata bahwa ia harus berbalik badan sekarang.

Benar saja.

Begitu Johny berbalik badan, dilihatnya Sam sudah menggulung tubuh menggunakan selimut milik Johny dan menggantikan posisi pria itu diatas tempat tidur di ruangan ini.

"Anjir lah!" Johny berlari menghampiri sang kakak diatas tempat tidur, membanting tubuhnya diatas kasur empuk tersebut dan menendang-nendang punggung Sam dengan kedua lututnya. "Minggat gak lo sekarang juga!" Usir Johny.

"Gak mau!" Balas Sam tak tahu diri.

"Ish! Gue bilang pergi ya pergi! Balik ke kamar lo sana!" Johny masih mendorong-dorong tubuh Sam semampu yang ia bisa.

"Jawab dulu pertanyaan gue, baru gue minggat."

Walau Johny tahu ruangan ini adalah haknya, dan ia tak memiliki kewajiban untuk mengikuti alur permainan Sam yang tidak masuk akal, tapi bodohnya pria berusia 19 tahun itu hanya bisa pasrah dan menaikkan daguhya sekilas. "Mau nanya apa?" Tanya Johny. Sebab dipikirannya, mungkin dengan cara seperti inilah ia bisa berdamai dengan Sam tanpa perlu mengeluarkan tenaga berlebih.

"Kemana Vicky hari ini?" Tanya Sam langsung. Bahkan tanpa berbasa-basi, ia menyebut nama wanita itu dengan lidahnya yang lentur.

"Vicky?" Ulang Johny.

MR. PRANKSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang